
Muamalat.co.id – JAKARTA. Prospek imbal hasil atau yield Surat Utang Negara (SUN) acuan 10 tahun diprediksi akan bergerak menuju level 6,20%. Potensi penurunan ini menyusul keputusan Bank Indonesia (BI) untuk memangkas suku bunga acuannya, BI rate, sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,00%. Langkah pelonggaran kebijakan moneter ini diharapkan membawa dampak signifikan pada pasar obligasi domestik.
Menurut Fikri C. Permana, Ekonom Senior KB Valbury Sekuritas, keputusan Bank Indonesia didasari oleh prospek inflasi yang kondusif, meskipun tantangan utama yang dihadapi adalah lambatnya ekspansi kredit di tingkat domestik. Meskipun demikian, BI melihat adanya ruang untuk bergerak demi mendukung perekonomian.
Selain faktor inflasi, ketahanan arus masuk modal ke dalam negeri turut menjadi pendorong utama bagi BI untuk melakukan pemangkasan suku bunga. Optimisme ini diperkuat dengan ekspektasi bahwa bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve, juga berpotensi memangkas suku bunga acuannya sebanyak dua kali, masing-masing sebesar 25 bps, sebelum berakhirnya tahun 2025. Skenario global ini memberikan fleksibilitas lebih bagi kebijakan moneter di Indonesia.
Yield SBN 10 Tahun Dipatok 6,9%, Sri Mulyani Janji Jaga Kepercayaan Pasar
Di pasar obligasi, Fikri C. Permana memperkirakan bahwa pelonggaran kebijakan moneter dari BI ini akan segera memberikan dukungan yang kuat bagi SUN tenor pendek dan obligasi korporasi jangka pendek. Ini menunjukkan respons positif pasar terhadap sinyal penurunan biaya dana.
“Kami memproyeksikan imbal hasil SUN yield curve 2 tahun akan bergerak menuju 5,25%, mencerminkan penurunan sekitar 25 bps dari level saat ini. Sementara itu, imbal hasil SUN yield curve 10 tahun kemungkinan akan mendekati 6,20% menjelang Rapat Dewan Gubernur BI berikutnya,” jelas Fikri dalam keterangannya, Jumat (22/8/2025). Proyeksi ini mengindikasikan pergeseran kurva yield yang lebih rendah, seiring dengan ekspektasi pasar terhadap kebijakan BI.
Fikri meyakini bahwa bulan-bulan mendatang akan menjadi periode krusial bagi Bank Indonesia untuk membuktikan kemampuannya. Ujian tidak hanya terletak pada upaya menjaga stabilitas harga dan nilai mata uang, tetapi juga pada kemampuan untuk mendorong pertumbuhan kredit yang signifikan. Hal ini penting agar pelonggaran moneter yang dilakukan dapat benar-benar bertransformasi menjadi momentum penggerak yang lebih kuat di sektor riil. Dengan pertimbangan tersebut, Fikri menambahkan, “Kami memperkirakan BI akan kembali menurunkan suku bunga sebesar 25 bps pada rapat mendatang,” mengisyaratkan keberlanjutan siklus pelonggaran.
Pelemahan Rupiah dan Yield Tinggi Picu Kenaikan Biaya Utang Pemerintah di 2026