BI Rate Turun: Peluang NIM Bank Meningkat? Cek Analisisnya!

Muamalat.co.id, JAKARTA – Kabar gembira datang untuk industri perbankan nasional. Keputusan Bank Indonesia (BI) untuk kembali memangkas suku bunga acuan atau BI rate pada pekan lalu sontak memicu optimisme, khususnya terkait potensi peningkatan profitabilitas bank. Penurunan suku bunga ini diproyeksikan akan memberikan dampak positif signifikan terhadap rasio Net Interest Margin (NIM), sebuah indikator krusial dalam mengukur keuntungan perbankan.

Langkah progresif Bank Indonesia ini bukanlah yang pertama di tahun 2025. Sepanjang tahun ini, BI telah melakukan pemangkasan BI rate sebanyak 100 basis poin (bps) secara kumulatif, membawa suku bunga acuan saat ini berada di level 5%. Serangkaian kebijakan ini menandakan upaya BI untuk menstimulasi perekonomian melalui jalur moneter.

Menurut pandangan Edo Ardiansyah, seorang analis terkemuka dari Phillip Sekuritas, pemangkasan suku bunga acuan ini bertindak sebagai katalisator yang kuat untuk peningkatan kinerja perbankan. Ia menjelaskan bahwa fenomena umum di pasar keuangan adalah penurunan biaya dana bank yang terjadi lebih cepat dibandingkan dengan penyesuaian bunga pinjaman kepada nasabah. Dinamika ini secara langsung membuka peluang bagi pelebaran Net Interest Margin (NIM). “Artinya margin bunga bersih atau NIM berpotensi melebar,” terang Edo, seperti dikutip pada Rabu (27/8).

Tidak hanya itu, Edo juga menyoroti keuntungan lain yang akan dirasakan perbankan. Dengan suku bunga yang lebih rendah, ia memprediksi bahwa permintaan kredit akan meningkat secara signifikan. Lonjakan permintaan kredit ini diharapkan menjadi pendorong utama bagi ekspansi kredit di semester II-2025, yang pada gilirannya akan mengerek naik profitabilitas bank secara keseluruhan.

Edo menjelaskan bahwa dampak positif dari penurunan BI rate ini bersifat inklusif, merata di seluruh spektrum industri perbankan, mulai dari bank besar hingga bank kecil. Namun, ia menambahkan bahwa efek paling optimal justru akan dirasakan oleh bank-bank yang sejak awal tahun ini telah menunjukkan ketahanan luar biasa dalam menjaga, bahkan meningkatkan rasio Net Interest Margin (NIM) mereka.

Sebagai ilustrasi konkret, Edo menunjuk PT Bank Woori Saudara Indonesia 1906 Tbk (BWS) sebagai studi kasus yang patut dicermati. Bank yang merupakan anak usaha dari Woori Bank Korea ini berhasil membukukan peningkatan Net Interest Margin (NIM) yang mengesankan pada semester I-2025, meskipun saat itu kondisi suku bunga masih relatif tinggi. Kunci keberhasilan BWS terletak pada strategi efisiensi biaya dana yang ketat dan pendekatan selektivitas kredit yang cermat.

BWS dapat menjadi prototipe bank yang memiliki ketahanan luar biasa,” ujar Edo. “Mereka telah sukses menjaga margin di tengah periode suku bunga tinggi, sehingga ketika suku bunga kini mengalami penurunan, kesempatan untuk memperlebar Net Interest Margin (NIM) akan terbuka semakin luas.”

Data keuangan BWS untuk semester I-2025 memang menguatkan analisis ini. Tercatat, pendapatan bunga bersih perusahaan melonjak 4,14% mencapai Rp871,02 miliar, dengan rasio Net Interest Margin (NIM) yang turut terkerek naik menjadi 3,29%. Pencapaian impresif ini kian menonjol mengingat kondisi industri perbankan secara umum kala itu menghadapi peningkatan biaya dana.

Tak hanya bank-bank di segmen tertentu, bank-bank besar Tanah Air pun diproyeksikan akan menuai keuntungan dari kebijakan penurunan BI Rate ini. Edo menyebutkan nama-nama raksasa seperti BBRI (PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk), BMRI (PT Bank Mandiri (Persero) Tbk), dan BBCA (PT Bank Central Asia Tbk) akan merasakan dampak positif, meskipun dengan karakteristik dan intensitas yang bervariasi.

BBRI, dengan Net Interest Margin (NIM)-nya yang paling tebal, akan merasakan efek langsung dari setiap basis poin penurunan suku bunga pada margin mereka,” jelas Edo. Ia melanjutkan, “Sementara itu, BMRI dan BBCA, yang cenderung lebih konservatif dalam operasionalnya, akan tetap memperoleh keuntungan signifikan melalui penurunan cost of fund atau biaya dana. Adapun bank seperti BWS, yang diuntungkan oleh basis pendanaan yang relatif murah berkat dukungan dari induk perusahaan, berpotensi menjadi pemain kunci dan pemenang di segmen pasar tertentu.”

Melihat prospek ke depan, para analis memprediksi bahwa perbankan akan menunjukkan agresivitas yang lebih besar dalam menyalurkan kredit pada semester II-2025, didukung oleh biaya pendanaan yang kini lebih rendah. Namun, mereka juga menekankan pentingnya kewaspadaan yang tinggi terhadap risiko kualitas aset untuk menjaga keberlanjutan pertumbuhan.

Tren penurunan suku bunga ini adalah sinyal yang sangat positif bagi keseluruhan industri perbankan,” pungkas Edo. “Kendati demikian, disiplin dalam risk management atau manajemen risiko mutlak dibutuhkan agar rasio Non-Performing Loan (NPL) atau kredit bermasalah tidak mengalami peningkatan di tengah euforia ekspansi kredit yang diperkirakan akan terjadi.”

Penyaluran Kredit BTN Tumbuh 6,8% pada Semester-I 2025, Capai Rp 376,11 Triliun

Simpanan Nasabah Jumbo Sejumlah Perbankan Meningkat

Ringkasan

Bank Indonesia (BI) kembali memangkas suku bunga acuan (BI rate), memicu optimisme terkait potensi peningkatan profitabilitas bank, terutama melalui pelebaran Net Interest Margin (NIM). Penurunan BI rate ini, yang telah mencapai 100 bps secara kumulatif sepanjang tahun 2025, diharapkan dapat menurunkan biaya dana bank lebih cepat dibandingkan penyesuaian bunga pinjaman, sehingga meningkatkan NIM.

Analis Phillip Sekuritas, Edo Ardiansyah, menyatakan bahwa penurunan suku bunga ini akan mendorong permintaan kredit dan ekspansi kredit di semester II-2025. Ia juga menyoroti Bank Woori Saudara (BWS) sebagai contoh bank yang berhasil meningkatkan NIM di tengah suku bunga tinggi, berkat efisiensi biaya dana dan selektivitas kredit. Bank-bank besar seperti BBRI, BMRI, dan BBCA juga diproyeksikan akan mendapatkan keuntungan dari kebijakan ini.

Leave a Comment