Harga Bitcoin (BTC) sempat mencetak rekor tertinggi baru di level US$124.089 pada Kamis (14/8/2025), namun volatilitas pasar dengan cepat menyeretnya anjlok tajam hingga ke kisaran US$118.750 pada Jumat (15/8/2025) pagi. Penurunan drastis ini, bahkan ketika BTC merosot di bawah US$117.500, memicu kerugian signifikan sebesar sekitar US$227 juta akibat likuidasi posisi long di pasar.
Meskipun demikian, indikator dari pasar derivatif menunjukkan dampak yang relatif minim. Premi tahunan kontrak berjangka (futures) Bitcoin hanya mengalami penurunan tipis dan kini berada di level 9%. Angka ini masih dalam kisaran netral 5%–10%, mengisyaratkan bahwa kenaikan harga sebelumnya tidak didorong oleh leverage berlebihan. Pelaku pasar pun tampak cukup tenang, meskipun BTC gagal bertahan di atas US$118.000, meskipun ada keraguan yang tercermin terhadap potensi reli menuju US$150.000.
Pergerakan harga Bitcoin yang terkoreksi tajam ini diduga kuat dipicu oleh beberapa faktor makroekonomi, salah satunya adalah kenaikan Indeks Harga Produsen (PPI) AS. Angka PPI AS pada Juli tercatat naik 3,3% secara tahunan, melampaui perkiraan pasar. Data ini sontak memicu kekhawatiran akan berkurangnya peluang penurunan suku bunga secara agresif oleh The Federal Reserve (The Fed). Situasi ini kontras dengan indeks S&P 500 yang berhasil menutup perdagangan tanpa kerugian berarti, sementara Bitcoin justru terkoreksi tajam.
Kekhawatiran akan kebijakan moneter The Fed semakin menguat. Berdasarkan CME FedWatch Tool, probabilitas The Fed memangkas suku bunga ke 3,75% atau lebih rendah pada Januari 2024 menurun menjadi 61%, dari sebelumnya 67% sepekan lalu. Selain data inflasi AS, pasar kripto juga terguncang oleh pernyataan Menteri Keuangan AS, Scott Bessent. Dalam wawancaranya dengan Fox Business, Bessent menegaskan bahwa pemerintah tidak memiliki rencana untuk menambah pembelian Bitcoin untuk Strategic Reserve dan menolak wacana pengalihan hasil revaluasi emas ke aset kripto tersebut. Pernyataan ini jelas bertolak belakang dengan ekspektasi pasar yang sebelumnya didasarkan pada Perintah Eksekutif Presiden Donald Trump pada Maret lalu, yang secara eksplisit menyebut strategi “budget-neutral” untuk mengakumulasi Bitcoin.
Di tengah gejolak tersebut, pasar opsi Bitcoin menunjukkan ketangguhan yang patut dicatat. Indikator options delta skew Bitcoin saat ini berada di level 3%, masih di bawah ambang netral 6%. Hal ini berarti harga opsi jual (put option) tidak melonjak signifikan, menandakan bahwa pasar masih memandang risiko dalam batas wajar. Ini mengindikasikan bahwa pelaku pasar tidak terlalu khawatir harga BTC akan kembali menguji level support US$110.000, meskipun BTC berulang kali gagal menembus dan bertahan di atas US$120.000.
Sejumlah analis mengamati penurunan harga Bitcoin ini lebih disebabkan oleh aksi ambil untung setelah BTC mendekati rekor tertinggi, di tengah latar belakang kondisi makroekonomi global yang menantang, termasuk utang pemerintah AS yang kini menembus US$37 triliun. Ke depan, prospek Bitcoin di tahun 2025 dinilai tetap positif, seiring dengan potensi ekspansi neraca bank sentral untuk menutup defisit anggaran. Namun demikian, rendahnya aktivitas di pasar derivatif menandakan antusiasme untuk reli jangka pendek di atas US$120.000 masih terbatas.
Ringkasan
Harga Bitcoin mengalami penurunan tajam setelah mencetak rekor tertinggi, yang dipicu oleh faktor makroekonomi seperti kenaikan Indeks Harga Produsen (PPI) AS dan pernyataan Menteri Keuangan AS terkait pembelian Bitcoin oleh pemerintah. Penurunan ini menyebabkan likuidasi posisi long yang signifikan, meskipun dampaknya di pasar derivatif relatif minim.
Meskipun demikian, pasar opsi Bitcoin menunjukkan ketangguhan, dan analis berpendapat penurunan harga ini sebagian besar disebabkan oleh aksi ambil untung. Prospek Bitcoin untuk tahun 2025 tetap positif, tetapi aktivitas rendah di pasar derivatif menunjukkan antusiasme terbatas untuk reli jangka pendek.