Bitcoin Anjlok! Ini Penyebab Harga BTC Terkoreksi Tajam

Muamalat.co.id JAKARTA – Harga Bitcoin baru-baru ini mengalami koreksi signifikan, menarik perhatian pelaku pasar kripto. Berdasarkan pantauan dari situs terkemuka coinmarketcap.com, harga aset kripto utama ini tercatat melemah 6,04% dalam 24 jam terakhir, mencapai level US$97.367,83 pada Jumat (14/11/2025) pukul 16.03 WIB.

Analis Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, menjelaskan bahwa penurunan harga Bitcoin hingga di bawah level psikologis US$100.000 ini merupakan akumulasi dari beragam tekanan. Faktor-faktor tersebut meliputi arus keluar dana institusional, guncangan makroekonomi global, pelemahan dari sisi teknikal, serta sentimen pasar yang kini berada di titik terendah dalam enam bulan terakhir.

Faktor pemicu paling dominan adalah masifnya arus keluar (outflow) dari ETF Bitcoin Spot. Dalam beberapa hari terakhir, outflow tersebut mencapai lebih dari US$866 juta, yang secara langsung memaksa penjualan ribuan Bitcoin ke pasar. Kondisi ini diperparah dengan likuiditas pasar yang menipis, sehingga meningkatkan tekanan jual secara mekanis dan signifikan.

Namun, koreksi harga Bitcoin tidak hanya berkutat pada isu arus keluar ETF semata. Fenomena ini juga merupakan bagian dari kejatuhan pasar kripto global secara menyeluruh. Kapitalisasi pasar global tercatat anjlok dari US$4,28 triliun menjadi US$3,27 triliun, menandai level terendah dalam enam bulan terakhir.

Menariknya, Fyqieh menyoroti data terkini yang menunjukkan bahwa sejumlah pemegang Bitcoin jangka panjang atau long-term holder (LTH) serta para “whales” (investor kakap) juga mulai melakukan aksi ambil untung. Pola ini sejalan dengan historis pasar di mana puncak pasar bullish seringkali terjadi 12 hingga 18 bulan setelah peristiwa halving Bitcoin.

“Artinya, kali ini bukan hanya ETF yang melepas posisi, tetapi juga investor besar yang memanfaatkan momentum untuk profit-taking setelah mengantisipasi puncak harga sejak Oktober,” ungkap Fyqieh pada Jumat (14/11).

Secara makro, sentimen di pasar Bitcoin cenderung negatif. Harapan akan pemangkasan suku bunga oleh The Fed pada Desember 2025 kini semakin memudar. Hal ini disebabkan oleh pernyataan hawkish dari pejabat bank sentral dan kekhawatiran inflasi yang diperparah oleh potensi shutdown pemerintah AS.

Minimnya rilis data penting seperti Indeks Harga Konsumen (CPI) dan data tenaga kerja semakin menciptakan ketidakpastian. Kondisi ini mendorong investor untuk bersikap lebih defensif, sehingga menekan aset-aset berisiko, termasuk Bitcoin.

Tekanan pasar juga diperburuk oleh momen kedaluwarsa opsi (options expiry) untuk BTC dan ETH senilai US$4,7 miliar. Peristiwa ini memicu volatilitas tinggi dan menyebabkan penurunan volume perdagangan secara drastis.

Rasio put-call untuk Bitcoin yang meningkat, bahkan mencapai 1,10, mengindikasikan bahwa banyak trader kini memasang posisi lindung nilai untuk mengantisipasi penurunan harga yang lebih dalam. Proyeksi penurunan ini bahkan mencapai area US$95.000 atau bahkan US$92.000.

“Pada saat yang sama, likuidasi besar-besaran lebih dari US$1,1 miliar dalam 24 jam mendorong penurunan harga secara lebih tajam,” imbuhnya.

Secara umum, Fyqieh menilai prospek harga Bitcoin di masa mendatang masih berada dalam fase tarik-menarik yang intens antara tekanan jangka pendek dan potensi pemulihan jangka menengah yang kuat.

Dalam waktu dekat, peluang kenaikan harga Bitcoin masih terbatas. Faktor-faktor seperti tekanan makro, memudarnya harapan pemangkasan suku bunga The Fed, gelombang likuidasi besar-besaran, serta arus keluar ETF yang terus berlanjut masih mendominasi sentimen pasar.

Namun, sentimen positif jangka menengah tetap ditopang oleh adopsi institusional yang kian meluas melalui ETF, pola historis siklus halving, serta akumulasi yang kuat dari holder jangka panjang.

Di sisi lain, sentimen negatif yang menahan laju harga Bitcoin meliputi risiko makro global yang persisten, ketidakpastian regulasi, penurunan volume perdagangan, serta rotasi dana institusi ke aset kripto alternatif seperti Solana dan XRP.

“Kombinasi inilah yang membuat pergerakan Bitcoin saat ini cenderung sangat volatil dan sensitif terhadap data makroekonomi serta aliran dana ETF,” terang Fyqieh.

Lantas, Fyqieh menyebutkan bahwa konsensus di antara berbagai analis memproyeksikan harga Bitcoin akan berada di kisaran US$120.000–US$150.000 hingga akhir tahun 2025, dengan asumsi skenario pasar yang moderat.

Ringkasan

Harga Bitcoin mengalami penurunan signifikan, mencapai level US$97.367,83, disebabkan oleh berbagai faktor seperti outflow ETF Bitcoin Spot yang masif, guncangan makroekonomi global, dan sentimen pasar yang negatif. Arus keluar dana institusional mencapai lebih dari US$866 juta, memaksa penjualan Bitcoin ke pasar dan diperparah oleh likuiditas pasar yang menipis.

Selain outflow ETF, penurunan juga dipicu oleh aksi ambil untung oleh pemegang Bitcoin jangka panjang dan investor besar, seiring dengan memudarnya harapan pemangkasan suku bunga The Fed dan ketidakpastian ekonomi. Meskipun prospek jangka pendek masih dibayangi tekanan, sentimen positif jangka menengah tetap ada berkat adopsi institusional dan siklus halving, dengan proyeksi harga Bitcoin di kisaran US$120.000–US$150.000 hingga akhir tahun 2025.

Leave a Comment