JAKARTA – Sektor konsumer kembali menjadi sorotan investor seiring dengan rencana pemerintah Presiden Prabowo yang akan mengucurkan program Bantuan Langsung Tunai (BLT) senilai Rp30 triliun. Stimulus masif ini dinilai berpotensi mendongkrak kinerja emiten-emiten di sektor tersebut, membuka peluang investasi menarik di tengah gejolak pasar.
Analis Panin Sekuritas, Novi Vianita, menggarisbawahi bahwa kucuran BLT tersebut kemungkinan besar hanya akan menjadi katalis jangka pendek bagi sektor konsumer. Dampak positifnya akan lebih terasa pada emiten-emiten yang bergerak di segmen kebutuhan pokok masyarakat. Sebagai ilustrasi, Novi menyebut bahwa PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (ICBP) berpotensi diuntungkan berkat produk mi instannya yang merupakan kebutuhan dasar, sementara PT Nippon Indosari Corpindo Tbk. (ROTI) mungkin tidak merasakan dampak signifikan karena produk roti cenderung bukan kebutuhan pokok primer. Pernyataan ini disampaikan Novi kepada Bisnis, Selasa (21/10/2025).

Oleh karena itu, Novi masih mempertahankan pandangan yang konservatif terhadap sektor konsumer hingga akhir 2025. Tantangan utama yang membayangi adalah pelemahan daya beli masyarakat yang masih kental. Novi bahkan menekankan bahwa efek BLT terhadap tingkat konsumsi masyarakat belakangan ini relatif tidak signifikan, di mana dana BLT lebih banyak terserap untuk kebutuhan dasar seperti pangan dan transportasi.
“Kami masih melihat konservatif, tapi dengan ruang perbaikan yang moderat untuk sebagian besar emiten konsumer, seiring ditopang oleh efisiensi, strategi down-trading, dan faktor seasonality akhir tahun,” tegas Novi, menunjukkan adanya celah perbaikan meski terbatas.
Senada dengan pandangan tersebut, Head of Research KISI Sekuritas Muhammad Wafi juga berpendapat bahwa stimulus pemerintah melalui BLT mampu mendorong kinerja emiten konsumer dalam jangka pendek. Namun, ia mengingatkan bahwa pemulihan jangka panjang sektor ini akan sangat bergantung pada perbaikan daya beli masyarakat secara fundamental. Dengan kucuran BLT sebesar Rp900.000 untuk 35,4 juta rumah tangga penerima, Wafi memperkirakan dampaknya akan terlihat pada emiten-emiten besar seperti PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk. (AMRT), PT Mayora Indah Tbk. (MYOR), hingga PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR).
“Stimulus sifatnya cuma temporer. Jadi pertumbuhan konsumsi bakal balik tergantung dengan pemulihan pendapatan riil dan stabilitas harga kebutuhan pokok,” kata Wafi pada hari yang sama, Selasa (21/10/2025). Dalam rekomendasinya, Wafi menjagokan saham UNVR dengan target harga Rp2.900 per lembar, MYOR dengan target Rp2.400, ICBP Rp10.200, dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk. (INDF) Rp7.800. Khusus untuk eksposur di sektor ritel modern, AMRT Rp3.400 dan PT Ace Hardware Indonesia Tbk. (ACES) Rp600 dianggap menarik menjelang akhir tahun, didorong oleh faktor seasonality yang biasanya terjadi.
Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, turut menilai bahwa ruang pemulihan bagi sektor konsumer harus ditopang oleh perbaikan konsumsi masyarakat yang selama ini cenderung tertahan. Hal ini sejalan dengan data Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) pada September 2025 yang mencatat penurunan ke level 115,0 dari 117,2 pada Agustus 2025. Meskipun angka tersebut masih di atas level optimis 100, ini merupakan level terendah sejak April 2022 yang mencapai 115. “Meski begitu, untuk jangka menengah–panjang, fundamental pemulihan konsumsi masih bertahap, karena daya beli belum sepenuhnya pulih dan tekanan biaya produksi masih ada,” tegas Ekky, menyoroti tantangan mendasar yang masih perlu diatasi.
Dengan demikian, efektivitas BLT dinilai sangat bergantung pada durasi program dan realisasi distribusi dana kepada masyarakat. Selain itu, dukungan kebijakan lanjutan seperti pemangkasan suku bunga atau stimulus ekonomi tambahan dari pemerintah dinilai mampu memberikan dorongan ekstra bagi sektor ini. Panin Sekuritas juga menegaskan bahwa emiten konsumer memerlukan sentimen daya beli masyarakat yang membaik untuk dapat mencatatkan kinerja positif dalam jangka panjang. Beberapa faktor yang dinilai mampu mendorong daya beli masyarakat, antara lain pemangkasan tarif PPN ke level 8% dan normalisasi harga bahan baku yang berpotensi memperbaiki margin keuntungan. “Namun patut dicermati terkait persaingan harga private label dan pemain konsumer yang kini fokus kembangkan produk-produk affordable,” tutup Novi, mengingatkan akan dinamika kompetisi di pasar.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.
Ringkasan
Pemerintah berencana mengucurkan BLT sebesar Rp30 triliun yang berpotensi menjadi katalis jangka pendek bagi sektor konsumer. Analis memperkirakan dampak positif akan lebih terasa pada emiten yang bergerak di segmen kebutuhan pokok seperti ICBP. Namun, pemulihan sektor ini jangka panjang tetap bergantung pada perbaikan daya beli masyarakat secara fundamental.
Stimulus BLT diperkirakan dapat mendorong kinerja emiten seperti AMRT, MYOR, dan UNVR dalam jangka pendek. Meskipun demikian, efektivitas BLT sangat bergantung pada durasi program dan realisasi distribusinya, serta dukungan kebijakan lanjutan dari pemerintah untuk mendorong daya beli masyarakat.