
Muamalat.co.id, JAKARTA – Pemerintah kembali mengandalkan skema burden sharing bersama Bank Indonesia (BI) untuk menghadapi tantangan ekonomi terkini. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan hal ini sebagai respons terhadap dinamika perekonomian nasional. Kesepakatan burden sharing ini, menurut Airlangga, akan dibahas lebih lanjut oleh Kementerian Keuangan dan BI. Beliau memberikan pernyataan tersebut kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan pada Kamis (4/9/2025), tanpa merinci mekanisme dan periode penerapannya.
Skema burden sharing bukanlah hal baru bagi Indonesia. Sebelumnya, skema ini telah terbukti efektif dalam menghadapi tekanan fiskal selama pandemi Covid-19, membantu menjaga stabilitas ekonomi nasional. Kini, dengan meningkatnya kebutuhan anggaran untuk pemulihan ekonomi, stabilisasi harga, dan pembiayaan proyek-proyek strategis, pemerintah kembali mempertimbangkan opsi yang sama. Lebih spesifik lagi, pemerintah dan Kementerian Keuangan telah menyepakati burden sharing untuk pembiayaan program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, terutama terkait pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
BI telah aktif berperan dalam mendukung pemerintah. Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengungkapkan bahwa BI telah membeli SBN senilai Rp200 triliun hingga Selasa (2/9/2025). Pembelian ini, merupakan bentuk sinergi dengan Kementerian Keuangan dan bagian dari strategi yang lebih luas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain pembelian SBN, BI juga telah menurunkan suku bunga lima kali sejak September 2024. Dana yang diperoleh dari pembelian SBN sebagian besar dialokasikan untuk mendanai program-program ekonomi kerakyatan dalam Asta Cita, seperti pembangunan perumahan rakyat dan pemberdayaan Koperasi Desa Merah Putih. Mekanisme kerja samanya, yakni burden sharing atau pembagian beban bunga, telah dimulai sejak 2020.
Selain pembelian SBN dan kebijakan suku bunga, BI juga telah menggelontorkan insentif likuiditas makroprudensial senilai Rp384 triliun kepada perbankan. Tujuannya adalah untuk mendorong penyaluran kredit, khususnya ke sektor-sektor prioritas pemerintah yang sejalan dengan program Asta Cita, seperti investasi pertanian, perumahan, UMKM, dan ekonomi inklusif. Dengan demikian, burden sharing antara pemerintah dan BI diharapkan dapat menjadi solusi efektif untuk menghadapi tantangan ekonomi dan mendukung keberhasilan program Asta Cita.
Ringkasan
Pemerintah kembali mempertimbangkan skema burden sharing dengan Bank Indonesia (BI) sebagai respons terhadap dinamika ekonomi nasional. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan kesepakatan ini akan dibahas lebih lanjut oleh Kementerian Keuangan dan BI, mengikuti keberhasilan skema serupa dalam menghadapi tekanan fiskal saat pandemi Covid-19.
BI telah aktif mendukung pemerintah dengan membeli SBN senilai Rp200 triliun dan menurunkan suku bunga. Dana dari pembelian SBN dialokasikan untuk program-program ekonomi kerakyatan dalam Asta Cita. Selain itu, BI juga telah memberikan insentif likuiditas makroprudensial untuk mendorong penyaluran kredit ke sektor-sektor prioritas pemerintah.