Muamalat.co.id JAKARTA. Indonesia merayakan HUT ke-78 dengan capaian ekonomi yang signifikan. Namun, di tengah pertumbuhan tersebut, kemerdekaan finansial masih menjadi impian bagi sebagian besar masyarakat. Kemerdekaan finansial, yang berarti kemampuan mengelola keuangan untuk memenuhi kebutuhan saat ini dan masa depan, dapat dicapai melalui investasi, salah satunya di pasar saham.
Pasar modal Indonesia menunjukkan pertumbuhan pesat. Kapitalisasi pasar menembus Rp 14,247 triliun, dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencapai 7.898,37 pada Jumat, 15 Agustus 2025. IHSG bahkan sempat menyentuh level psikologis 8.000, mencapai puncak 8.017,06 pada hari yang sama, bertepatan dengan pidato Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Tahunan MPR 2025. Rekor penutupan tertinggi sebelumnya tercatat pada Kamis, 14 Agustus 2025, di level 7.931,25, dengan kapitalisasi pasar Rp 14,315 triliun.

Sekretaris Perusahaan BEI, Kautsar Primadi Nurahmad, menyebut pencapaian ini sebagai bukti kepercayaan investor terhadap pasar modal Indonesia, sekaligus kontribusi nyata bagi perekonomian nasional. Pertumbuhan ini juga terlihat dari peningkatan jumlah investor. Hingga pertengahan Agustus 2025, tercatat 7.490.594 SID saham dan 17.680.869 SID pasar modal secara keseluruhan (data per 14 Agustus 2025). Aktivitas perdagangan juga meningkat signifikan selama sepekan (11-15 Agustus 2025), dengan rata-rata nilai transaksi harian naik 24,6% menjadi Rp 21,32 triliun, volume transaksi harian naik 19,55% menjadi 35,88 miliar lembar saham, dan frekuensi transaksi harian naik 5,87% menjadi 2,08 juta kali transaksi.
Arah Pasar Saham: Dominasi Konglomerasi dan Prospek Sektor Komoditas
Meskipun IHSG mencatatkan rekor, Direktur Avere Investama, Teguh Hidayat, menilai pergerakannya banyak dipengaruhi emiten besar dari grup konglomerasi. Fenomena ini, yang semakin terlihat sejak 2023 dengan masuknya emiten besar seperti AMMN dan BREN, membuat IHSG belum sepenuhnya merepresentasikan kondisi pasar saham secara keseluruhan. Teguh memprediksi dominasi ini akan berlanjut selama 1-2 tahun ke depan.
Namun, bagi investor yang berfokus pada analisis fundamental, Teguh menyarankan untuk memperhatikan sektor komoditas dengan prospek jangka panjang. Sektor CPO, yang permintaannya meningkat untuk biodiesel, menawarkan potensi keuntungan. Sektor batubara, setelah koreksi sebelumnya, juga menunjukkan tren kenaikan. Sektor nikel (terkait hilirisasi) dan emas juga menarik perhatian. Sementara sektor ritel dan perbankan diprediksi akan lebih solid dengan peningkatan belanja pemerintah dan perputaran uang di masyarakat.
Teguh merekomendasikan saham-saham di sektor komoditas seperti NCKL, ITMG, HRTA, ARCI, TAPG, dan LSIP. VP Equity Retail Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi, menambahkan bahwa valuasi IHSG dengan forward Price-to-Earnings ratio (PE) 13,28 kali per 15 Agustus belum mencapai nilai wajar, meskipun sudah tidak lagi undervalued. Audi melihat potensi penguatan IHSG, namun mengingatkan akan volatilitas yang dipengaruhi faktor eksternal seperti kebijakan tarif AS, tensi geopolitik, dan kebijakan moneter.
Arus Dana Asing: Net Buy Sementara
Pasar saham Indonesia mengalami net buy sekitar Rp 5 triliun pekan lalu. Namun, Teguh menjelaskan bahwa secara kumulatif sejak awal tahun 2025, posisi asing masih mencatatkan net sell Rp 55 triliun. Ia menilai net buy ini belum menandakan tren positif berkelanjutan, mengingat tantangan ekonomi domestik seperti daya beli masyarakat yang rendah dan belanja pemerintah yang terbatas.
Teguh menyoroti pembiayaan program-program baru pemerintah seperti Makan Bergizi Gratis dan Koperasi Desa Merah Putih yang berpotensi positif namun juga berdampak pada defisit APBN jika tidak diimbangi dengan pemasukan yang memadai. Audi, di sisi lain, tetap optimis terhadap inflow asing ke IHSG, terutama pada sektor keuangan, telekomunikasi, dan barang baku.
Ringkasan
Pasar modal Indonesia menunjukkan pertumbuhan signifikan dengan kapitalisasi pasar menembus Rp 14,247 triliun dan IHSG mencapai 7.898,37 pada 15 Agustus 2025. Peningkatan ini didorong oleh kepercayaan investor dan aktivitas perdagangan yang meningkat, meskipun pergerakan IHSG banyak dipengaruhi oleh emiten besar dari grup konglomerasi. Sektor komoditas seperti CPO, batubara, nikel, dan emas diprediksi memiliki prospek jangka panjang yang menarik bagi investor.
Meskipun terjadi net buy asing sebesar Rp 5 triliun pada pekan lalu, posisi kumulatif sejak awal tahun masih mencatatkan net sell Rp 55 triliun. Daya beli masyarakat yang rendah dan belanja pemerintah yang terbatas menjadi tantangan ekonomi domestik. Optimisme terhadap inflow asing tetap ada, terutama pada sektor keuangan, telekomunikasi, dan barang baku, meskipun faktor eksternal seperti kebijakan tarif AS dan tensi geopolitik perlu diwaspadai.