Muamalat.co.id – JAKARTA. Pasar mata uang Asia menghadapi tekanan signifikan menjelang akhir pekan, dengan sejumlah nilai tukar melemah akibat sentimen yang dipicu oleh perkembangan kebijakan tarif Amerika Serikat (AS).
Mengutip data dari Bloomberg pada Jumat (8/8/2025), yen Jepang (JPY) menunjukkan pelemahan sebesar 0,41%, mencapai level 147,74 per dolar AS. Senada, dolar Singapura (SGD) juga terkoreksi 0,17% menjadi 1,28 per dolar AS, sementara won Korea (KRW) melemah 0,21% ke posisi 1.388,7 per dolar AS. Di sisi lain, yuan China (CNY) justru menunjukkan penguatan tipis sebesar 0,02% pada tanggal yang sama, diperdagangkan di level 7,18 per dolar AS.
Analis Mata Uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, menjelaskan bahwa dolar AS sempat menguat pada pekan sebelumnya, namun kemudian berbalik melemah menyusul serangkaian data ekonomi, terutama data pekerjaan, yang menunjukkan angka yang sangat lemah. Leong memproyeksikan dolar AS akan terus mengalami pelemahan terhadap mata uang utama dunia lainnya. Namun, ia menambahkan, “Untuk mata uang seperti yen Jepang (JPY), yuan China (CNY), dolar Singapura (SGD), won Korea (KRW) mungkin tidak akan menguat secara paralel dengan penurunan indeks dolar karena mata uang-mata uang tersebut lebih terdampak oleh tarif.”
Meskipun demikian, Lukman menilai bahwa JPY, KRW, dan SGD masih memiliki potensi untuk menguat. Sementara itu, yuan China (CNY) kemungkinan akan dilemahkan oleh otoritasnya untuk meredam dampak tarif Trump, kecuali jika tercapai kesepakatan yang menguntungkan bagi China. Faktor penentu utama bagi pergerakan mata uang ini tetap pada dampak tarif terhadap perekonomian global serta kebijakan suku bunga Federal Reserve (The Fed).
Lukman memproyeksikan yen Jepang (JPY) berpotensi menguat hingga mencapai level 140 per dolar AS pada akhir tahun 2025. Bahkan, terbuka peluang untuk mencapai 135 per dolar AS jika Bank of Japan (BoJ) memutuskan untuk kembali menaikkan suku bunga acuannya.
Untuk dolar Singapura (SGD), pergerakannya akan sangat bergantung pada kebijakan Moneter Otoritas Singapura (MAS), terutama mengingat inflasi yang saat ini berada pada tingkat rendah. MAS diperkirakan tidak akan membiarkan mata uangnya menguat lebih jauh, dengan perkiraan target 1,25 per dolar AS. Namun, SGD bisa melemah di atas 1,3 per dolar AS jika terjadi peningkatan inflasi yang signifikan. Selanjutnya, Lukman memperkirakan yuan China (CNY) akan bergerak di kisaran 7,1-7,3 per dolar AS hingga akhir tahun 2025, sedangkan won Korea (KRW) diproyeksikan di level 1.300 per dolar AS.
Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, mengemukakan bahwa dalam beberapa bulan ke depan, arah pergerakan mata uang di Asia akan sangat dipengaruhi oleh tiga poros utama. Ketiga poros tersebut meliputi jalur pelonggaran moneter The Fed—yang kini lebih mungkin terjadi namun berisiko memicu “stagflasi” di AS—, laju pemulihan ekonomi Tiongkok, serta dinamika domestik masing-masing negara di kawasan tersebut.
Josua memperkirakan indeks dolar (DXY) akan cenderung bergerak dua arah dalam rentang 97–100 dalam waktu dekat. Hal ini disebabkan pasar sedang menimbang risiko stagflasi AS, independensi The Fed, serta waktu yang tepat untuk pemangkasan suku bunga acuan. Khusus untuk yen Jepang (JPY), Josua menjelaskan bahwa pelemahan berkepanjangan mata uang ini mulai terbatas. Ini didukung oleh dua faktor: potensi penurunan DXY saat The Fed memasuki fase pelonggaran kebijakan, serta risiko “konvergensi” imbal hasil obligasi jika Bank of Japan (BoJ) melanjutkan normalisasi suku bunga secara sangat bertahap. Namun, sentimen politik domestik Jepang dan kekhawatiran terhadap disiplin fiskal tetap menjaga volatilitas JPY. Oleh karena itu, USD/JPY diperkirakan akan berada di rentang 145–150 per dolar AS dalam waktu dekat.
Mengenai yuan China (CNY), Josua menyoroti pendekatan manajerial People’s Bank of China (PBoC) terhadap CNY, ditambah dengan data domestik Tiongkok yang masih belum merata. Kisaran USD/CNY diperkirakan berada di level 7,15–7,25 per dolar AS, sejalan dengan narasi kebijakan yang berupaya menyeimbangkan stabilitas nilai tukar dengan dukungan pertumbuhan ekonomi. Proyeksi hingga akhir tahun 2025 menempatkan USD/CNY di kisaran 7,10–7,30, dengan skenario dasar bertahan sekitar 7,20.
Untuk dolar Singapura (SGD), Josua memperkirakan USD/SGD akan bergerak dalam rentang 1,28–1,30. Sementara, proyeksi akhir tahun USD/SGD berada di level 1,26–1,30, dengan bias cenderung ke 1,27–1,28 pada skenario ekonomi AS yang “soft-landing”. Terakhir, untuk won Korea (KRW), Josua memproyeksikan pergerakannya akan berada dalam rentang 1.300–1.400 per dolar AS dalam waktu dekat.