KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pelemahan dolar Amerika Serikat (AS) yang berlanjut memberikan angin segar bagi sejumlah mata uang Asia, mendorong penguatan nilai tukar mereka. Namun, para analis mengingatkan bahwa tren ini tidak akan merata dan faktor-faktor global dapat dengan cepat mengubah arah pasar. Perlu kehati-hatian dalam membaca situasi ini.
Pada Jumat (15/8/2025), tekanan pada dolar AS di pasar global masih berlanjut. Indeks dolar turun ke level 98,10, dibandingkan 98,25 sehari sebelumnya. Penurunan ini mendorong penguatan beberapa mata uang Asia. Sepanjang pekan lalu, rupiah mencatat apresiasi tertinggi sebesar 0,87%, diikuti ringgit Malaysia (MYR) 0,53% dan yen Jepang (JPY) 0,25%.

Lukman Leong, analis mata uang dari Doo Financial Futures, menilai pelemahan dolar AS berpotensi berlanjut. Namun, lamanya tren ini bergantung pada beberapa faktor kunci, terutama prospek pemangkasan suku bunga oleh The Federal Reserve (The Fed) dan dampak tarif impor terhadap ekonomi AS.
“Secara umum, pelemahan dolar AS akan menguntungkan semua mata uang,” jelas Lukman kepada Kontan.co.id. “Namun, mengingat tarif bersifat global, dampaknya terhadap setiap negara akan berbeda-beda.”
Rupiah di Pasar Spot Dibuka Melemah ke Level Rp 16.158 per Dolar AS, Jumat (15/8)
Lebih lanjut, Lukman menjelaskan beberapa faktor yang memengaruhi pergerakan mata uang Asia. Yen Jepang, misalnya, terlihat menarik setelah data Produk Domestik Bruto (PDB) Jepang terbaru menunjukkan pertumbuhan yang melampaui ekspektasi. Sementara itu, ringgit Malaysia didukung oleh arus masuk investasi ke obligasi pemerintah dan surplus neraca transaksi berjalannya.
“Dengan pertumbuhan PDB yang solid saat ini dan proyeksi ke depan, MYR diperkirakan akan menguat di kisaran 4,0–4,2 per dolar AS,” tambahnya.
Meskipun rupiah berpotensi menguat di bawah Rp 16.000 per dolar AS, Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan memanfaatkan momentum ini untuk memangkas suku bunga, daripada membiarkan penguatan yang lebih signifikan terjadi. Hal ini didasarkan pada prioritas stabilitas nilai tukar.
“Stabilitas nilai tukar lebih penting, dan penguatan yang berlebihan belum tentu menguntungkan bagi perekonomian,” tegas Lukman.
Melihat ke depan, pelaku pasar perlu mewaspadai beberapa faktor global yang berpotensi mempengaruhi dinamika pasar valuta asing. Perkembangan tarif dan dampaknya pada ekonomi AS, prospek kesepakatan perdagangan AS-China, serta konflik geopolitik seperti perang Rusia-Ukraina, merupakan faktor-faktor yang perlu dipantau dengan cermat.
Ringkasan
Pelemahan dolar AS pada Jumat (15/8/2025) mendorong penguatan beberapa mata uang Asia, termasuk rupiah (0,87%), ringgit Malaysia (0,53%), dan yen Jepang (0,25%). Meskipun potensi penguatan berlanjut, analis mengingatkan bahwa tren ini tidak merata dan dipengaruhi faktor global seperti prospek pemangkasan suku bunga The Fed dan dampak tarif impor.
Penguatan mata uang Asia dipengaruhi faktor spesifik masing-masing negara. Yen Jepang menguat karena pertumbuhan PDB yang melampaui ekspektasi, sementara ringgit Malaysia didukung arus masuk investasi. Meskipun rupiah berpotensi menguat di bawah Rp 16.000 per dolar AS, Bank Indonesia diprediksi akan mengutamakan stabilitas nilai tukar dan mungkin memangkas suku bunga. Faktor global seperti tarif, kesepakatan dagang AS-China, dan konflik geopolitik perlu diwaspadai.