Muamalat.co.id JAKARTA. Lonjakan harga emas dunia yang terus meroket menjadi perhatian utama bagi PT Hartadinata Abadi Tbk (HRTA). Bagaimana emiten ini menyikapi fenomena tersebut dan apa dampaknya bagi bisnis mereka?
Harga emas global terus mencetak rekor baru. Hingga September 2025, harganya menembus US$ 3.800 per ons troi, sebuah pencapaian yang belum pernah terjadi sebelumnya. Rata-rata harga emas di bulan September sendiri mencapai US$ 3.663 per ons troi, setara dengan Rp 1.945.864 per gram. Angka ini tentu menimbulkan pertanyaan, apa yang mendorong kenaikan harga emas setinggi ini?
Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, harga emas dalam denominasi dolar AS telah meningkat sebesar 39,31% (year-on-year/yoy). Bahkan, dalam rupiah, kenaikannya lebih fantastis, mencapai 51,69% yoy. Lonjakan ini sebagian besar disebabkan oleh pelemahan nilai tukar rupiah. Secara bulanan, harga emas lokal di bulan September saja sudah melonjak 10,42% (month-on-month/MoM).
Menurut data yang dikumpulkan oleh HRTA dari berbagai sumber, ada beberapa faktor global yang menjadi pemicu utama kenaikan harga emas. Kebijakan The Fed yang cenderung dovish, yang ditandai dengan penurunan suku bunga sebesar 25 bps, melemahkan posisi dolar AS di berbagai negara. Selain itu, tensi geopolitik dan perang dagang yang berkelanjutan juga mendorong investor global untuk mencari aset yang aman, dan emas menjadi pilihan utama. Bank sentral di seluruh dunia pun semakin gencar meningkatkan cadangan emas mereka, dengan pembelian mencapai lebih dari 1.000 ton per tahun sejak tahun 2022.
Kompak, Rupiah Jisdor Menguat 0,23% ke Rp 16.560 per Dolar AS, Selasa (7/10/2025)
Di dalam negeri, Bank Indonesia (BI) turut mengambil langkah dengan memangkas suku bunga sebesar 25 bps menjadi 4,75% pada September 2025. Keputusan ini semakin meningkatkan daya tarik emas sebagai investasi. Namun, di sisi lain, kebijakan ini juga menekan nilai tukar rupiah, yang sempat melemah hingga Rp 16.970 per dolar AS dan secara umum bergerak di kisaran Rp 16.500–16.600 per dolar AS sepanjang bulan September.
Kondisi ini berdampak langsung pada peningkatan permintaan emas domestik. Data dari World Gold Council menunjukkan bahwa permintaan emas di Indonesia pada paruh pertama tahun 2025 tumbuh sebesar 20,87% yoy menjadi 21,2 ton. Permintaan ini didominasi oleh emas batangan, yang menunjukkan preferensi investor terhadap emas sebagai aset lindung nilai.
HRTA sendiri mampu mencatatkan penjualan emas batangan sebanyak 8,1 ton pada periode yang sama, melonjak signifikan sebesar 76,86% dibandingkan tahun sebelumnya. Angka ini memperlihatkan bagaimana HRTA berhasil memanfaatkan momentum kenaikan harga emas dan meningkatnya permintaan pasar.
Direktur Investor Relations Hartadinata Abadi, Thendra Crisnanda, berpendapat bahwa tren pasar emas saat ini akan terus memberikan peluang menarik bagi investor maupun konsumen. Kebijakan moneter global, pelemahan mata uang, dan tingginya pembelian emas oleh bank sentral menjadi katalis utama yang mendorong pertumbuhan pasar emas.
“Di sisi domestik, pelemahan rupiah semakin memperkuat peran emas sebagai aset lindung nilai. Oleh karena itu, kami melihat momentum pertumbuhan yang kuat akan terus berlanjut hingga akhir tahun,” ungkapnya dalam siaran pers pada Selasa (7/10).
Melihat ke depan, HRTA memprediksi bahwa pasar akan menantikan beberapa agenda penting. Pertemuan The Fed di akhir Oktober atau awal November memiliki potensi untuk membuka ruang penurunan suku bunga lebih lanjut, terutama jika data ekonomi AS menunjukkan perlambatan.
Sementara itu, BI juga akan mengadakan rapat pada pertengahan Oktober dengan fokus pada menjaga stabilitas rupiah dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Jika kedua bank sentral memutuskan untuk melanjutkan kebijakan penurunan suku bunga, harga emas berpotensi kembali terdorong ke level yang lebih tinggi.
Direktur Utama Hartadinata Abadi, Sandra Sunanto, menegaskan bahwa momentum harga emas dunia saat ini menjadi pengingat penting bahwa emas adalah aset yang paling tangguh dalam menghadapi gejolak global. Bagi HRTA, hal ini semakin memperkuat visi bahwa emas bukan hanya sekadar instrumen lindung nilai, tetapi juga merupakan bagian integral dari perencanaan keuangan jangka panjang bagi keluarga Indonesia.
“Melalui produk HRTA Gold, kami ingin menghadirkan emas bukan hanya sebagai simbol kemewahan, melainkan sebagai aset yang inklusif, relevan dengan gaya hidup modern, dan sekaligus menjadi warisan bernilai bagi generasi mendatang,” jelasnya.
Komitmen ini tercermin dalam inovasi produk terbaru HRTA Gold. Koleksi emas murni HRTA Gold Anabul hadir dengan desain bertema hewan peliharaan, yang menawarkan sentuhan emosional sekaligus nilai investasi. Sementara itu, kolaborasi antara Ardore × Yupi menghadirkan perhiasan emas solid dengan elemen pop-culture yang segar, yang menargetkan generasi muda yang ingin menggabungkan estetika dengan aset bernilai tinggi.
Melalui berbagai inovasi ini, HRTA menegaskan bahwa emas dapat hadir untuk semua kalangan, mengikuti perkembangan zaman, tanpa meninggalkan peran utamanya sebagai instrumen pelindung nilai.
Krakatau Steel (KRAS) Lakukan Pelunasan Utang Lebih Cepat
Ringkasan
Lonjakan harga emas global menjadi perhatian HRTA, didorong oleh kebijakan The Fed yang dovish, tensi geopolitik, dan pembelian emas oleh bank sentral. Di dalam negeri, pemangkasan suku bunga oleh BI dan pelemahan rupiah turut meningkatkan permintaan emas domestik, terutama emas batangan sebagai aset lindung nilai. HRTA berhasil mencatatkan peningkatan penjualan emas batangan yang signifikan.
HRTA melihat momentum pertumbuhan pasar emas akan berlanjut, didorong oleh kebijakan moneter global dan pelemahan rupiah. HRTA terus berinovasi dengan produk seperti HRTA Gold Anabul dan kolaborasi Ardore × Yupi untuk menjangkau semua kalangan dan menjadikan emas sebagai bagian integral dari perencanaan keuangan jangka panjang, bukan hanya sekadar instrumen lindung nilai.