Gaji Rp16.000 Triliun untuk Elon Musk, Saham Tesla Dipertaruhkan dalam Rapat Penting

Muamalat.co.id – , NEW YORK — Apakah Elon Musk pantas menerima bayaran sebesar US$1 triliun (sekitar Rp16.000 triliun) dari Tesla?

Pertanyaan itu akan menjadi inti rapat besar pemegang saham Tesla besok di Texas, yang akan memutuskan apakah perusahaan akan memberikan paket kompensasi senilai hampir Rp16 kuadriliun kepada CEO-nya.

Musk dan para pengkritiknya terlibat dalam kampanye panas menjelang rapat tahunan tersebut. Perdebatan ini bahkan mencerminkan polarisasi politik di Amerika Serikat, terutama karena hubungan Musk yang pasang surut dengan Presiden Donald Trump.

Bahkan Paus Leo XIV ikut menyoroti, menjadikan gaji Musk sebagai contoh ketimpangan antara kaya dan miskin yang semakin melebar.

Namun di balik nominal fantastis itu, isu utamanya adalah kendali atas Tesla. Jika paket kompensasi disetujui, porsi saham dengan hak suara Musk di Tesla akan mencapai sekitar 25 persen. Angka ini belum cukup untuk mayoritas, tetapi akan membuat hampir mustahil bagi dewan atau investor lain untuk menentang kebijakannya.

Tesla kini berupaya mengalihkan fokus bisnis dari mobil listrik ke robot humanoid. Dalam pertemuan dengan investor Oktober lalu, Musk mengatakan ia “membutuhkan kendali penuh atas Tesla dan ‘tentara robot’ yang akan dibangun perusahaan.”

“Kendali atas Tesla bisa memengaruhi masa depan peradaban,” tulis Musk di platform X (sebelumnya Twitter).

 Dorongan dari Dewan

Dewan direksi Tesla memandang paket kompensasi ini sebagai cara memotivasi Musk dalam mengubah perusahaan dari produsen mobil listrik menjadi pembuat robot dan taksi otonom. Namun, banyak pihak mempertanyakan apakah dewan yang diisi saudara Musk dan beberapa teman lamanya benar-benar independen dalam menilai kinerjanya.

Ketua Dewan Robyn Denholm menepis anggapan itu.

“Dewan kami sangat aktif dan independen. Dunia luar sering kali tidak melihat kenyataan itu,” katanya dalam wawancara dengan The New York Times di kantor Tesla, California, pada September lalu.

Target dan Celah

Paket kompensasi Musk terbagi dalam 12 tahap, dan ia hanya akan menerima seluruhnya jika Tesla mencapai sejumlah target besar, termasuk menjual 10 juta langganan perangkat lunak autopilot dan menaikkan pendapatan sebelum depresiasi (EBITDA) menjadi 400 miliar dolar AS dari 17 miliar dolar AS tahun lalu.

“Ia tidak akan menerima kompensasi apa pun jika tidak bisa mencapai target,” tegas Denholm.

Namun, dewan memiliki wewenang untuk tetap memberikan sebagian saham jika Musk gagal memenuhi target karena faktor eksternal seperti bencana alam, perang, atau intervensi pemerintah.

Menurut laporan Glass Lewis, perusahaan penasihat investasi, “Musk bisa saja memperoleh tiga tahap pertama paket saham tanpa memenuhi satu pun target operasional.” Setiap tahap tersebut bernilai puluhan miliar dolar.

Dua firma penasihat besar, Glass Lewis dan ISS Stoxx, telah merekomendasikan agar investor menolak paket gaji ini. Dalam panggilan konferensi bulan lalu, Musk menuduh kedua firma tersebut melakukan “terorisme korporasi.”

Investor besar seperti pengelola dana pensiun di negara bagian berhaluan Demokrat (California dan New York) menolak paket tersebut, sedangkan negara bagian berhaluan Republik seperti Florida justru mendukungnya.

Mitos Elon Musk

Menurut Ann Lipton, profesor hukum korporasi di Universitas Colorado, intensitas kampanye ini menunjukkan keinginan dewan Tesla untuk memenangkan suara besar dan meredam kritik.

Banyak analis memperkirakan paket ini akan disetujui, karena Musk berhak memberikan suara untuk sahamnya sendiri yang mencapai 15 persen dari total saham Tesla. Namun jika dukungan dari investor luar tidak mencapai setengah, reputasi Tesla bisa terancam.

“Mitos Elon Musk bergantung pada persepsi bahwa para pemegang saham Tesla masih sepenuhnya setia padanya,” kata Lipton.

Denholm memperingatkan pemegang saham pekan lalu bahwa jika paket gaji ditolak, Musk bisa saja mengundurkan diri.

“Kami berisiko kehilangan waktu, bakat, dan visi beliau,” tulisnya.

Bagi para pendukung Musk, ancaman mundur itu dianggap bagian dari strategi negosiasi. Namun Randall Peterson, profesor di London Business School, menilai ketergantungan Tesla pada satu figur adalah tanda bahaya.

“Kuburan dunia bisnis dipenuhi orang-orang yang dulu dianggap tak tergantikan,” ujarnya.

Leave a Comment