Growth Stocks Dominasi Jajaran Saham Big Caps, Ini yang Menarik

Pasar saham Indonesia tengah menyaksikan pergeseran signifikan dalam daftar 10 saham dengan kapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Posisi teratas kini didominasi oleh saham-saham yang dikenal sebagai growth stock, yakni emiten yang masih dalam fase pertumbuhan dan secara fundamental belum sepenuhnya teruji. Fenomena ini mengejutkan banyak pihak, mengingat saham-saham raksasa dengan fondasi fundamental solid dan rekam jejak puluhan tahun, seperti PT Astra International Tbk (ASII) dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), kini justru terlempar dari jajaran elit market cap BEI.

Data terbaru dari BEI per Kamis, 13 November 2025, mengukuhkan dominasi tren ini. Saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) kini menduduki puncak klasemen dengan kapitalisasi pasar fantastis mencapai Rp 1.324 triliun, yang setara dengan 8,65% dari total market cap seluruh BEI. Mengekor di posisi kedua adalah PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan total kapitalisasi pasar sebesar Rp 1.022 triliun, disusul oleh PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) di urutan ketiga dengan market cap Rp 678 miliar.

Pergeseran ini juga terasa di sektor perbankan. Dari jajaran saham fundamental solid perbankan Indonesia yang selama ini menjadi andalan, kini hanya tersisa BBCA, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI). Bahkan, kapitalisasi pasar BBRI tercatat Rp 581 triliun dan BMRI sebesar Rp 434 triliun, menunjukkan bagaimana saham-saham growth stock telah mendominasi puncak.

Investment Advisor Phintraco Sekuritas, Alrich Paskalis, menyoroti bahwa banyak investor, baik domestik maupun asing serta institusi, kini beralih fokus. Mereka tidak lagi hanya mencari stabilitas historis, melainkan peluang re-rating yang tinggi atau emiten yang diuntungkan oleh perubahan struktur bisnis. Contoh nyata dari tren ini adalah kenaikan signifikan saham PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) ke jajaran kapitalisasi pasar tertinggi, didorong oleh narasi pertumbuhan atau growth story yang kuat, khususnya dari proyek hilirisasi tambang dan smelter tembaga yang dijadwalkan rampung pada 2024–2025.

Menurut Alrich, valuasi tinggi pada saham seperti AMMN bukan disebabkan oleh kematangan bisnisnya, melainkan oleh ekspektasi besar akan pertumbuhan di masa depan. Ini adalah karakteristik khas dari growth big cap. Ia menjelaskan, “Investor tertarik pada saham yang menawarkan growth story karena potensi kenaikan harganya jauh lebih besar dibandingkan saham berkapitalisasi besar atau emiten yang sudah mapan namun memiliki prospek pertumbuhan yang relatif lambat.”

Lebih lanjut, Alrich menambahkan bahwa saham emiten yang telah lama berada di jajaran top capitalisasi pasar seringkali hanya menunjukkan pertumbuhan laba yang moderat, sehingga kurang menarik bagi investor yang mencari potensi keuntungan signifikan. Ia mengamati, “Tema investasi global dan domestik kini bergeser ke arah transformasi energi, digitalisasi, industrialisasi, dan ESG. Ini membuat saham big caps yang sudah matang di sektor tradisional berpotensi tertinggal.” Oleh karena itu, wajar jika investor yang menginginkan pertumbuhan lebih substansial beralih ke emiten di luar sektor-sektor konvensional, seperti BREN, DSSA, AMMN, dan BRPT yang relevan dengan tema transisi energi dan hilirisasi.

“Saat ini, investor lebih menaruh perhatian pada ekspektasi masa depan ketimbang stabilitas kinerja historis,” tegas Alrich. “Ini menunjukkan adanya pergeseran perilaku pasar di mana potensi pertumbuhan dan eksposur tematik menjadi nilai yang dihargai.”

Senada, Investment Analyst Infovesta Kapital Advisory, Ekky Topan, mengamati bahwa pergerakan pasar saham tahun ini cukup berbeda, terutama dipicu oleh arus keluar dana investor asing. Secara year-to-date, aksi jual bersih atau net sell asing telah mencapai Rp 34,40 triliun. Ketidakpastian global memaksa investor asing untuk melakukan penyesuaian portofolio, dan Ekky menyoroti bahwa dampaknya paling terasa pada saham-saham besar dengan fundamental kuat yang selama ini menjadi favorit mereka. Akibatnya, ketika investor asing menarik dananya, saham-saham tersebut mengalami tekanan.

Namun, di sisi lain, emiten-emiten konglomerasi yang tergolong growth stocks justru relatif tidak terlalu bergantung pada modal asing. Ekky mencermati bahwa mayoritas kepemilikan saham-saham tersebut berada di tangan pemegang saham pengendali dan investor domestik. “Akibatnya, gejolak yang disebabkan oleh arus keluar dana asing tidak terlalu berdampak pada mereka,” jelas Ekky. Ia menambahkan, “Sementara itu, investor domestik cenderung lebih agresif dalam mencari saham dengan potensi kenaikan cepat, terutama emiten yang memiliki narasi atau story menarik.”

Meskipun demikian, Ekky meyakini bahwa ketidakpastian global tidak akan berlangsung selamanya. Ia mencermati bahwa investor asing sudah mulai kembali memasuki pasar saham Indonesia, khususnya setelah valuasi big caps yang selama ini tertekan mencapai level yang cukup menarik. “Ketika momentum pemulihan semakin menguat dan harga mulai merespons positif, akan terjadi rotasi ulang ke saham-saham fundamental besar,” prediksinya, merujuk pada sektor-sektor seperti perbankan, telekomunikasi, dan barang konsumsi.

“Ini berarti, saat sentimen pasar membaik, minat investor secara alami akan kembali beralih ke emiten-emiten yang secara historis paling stabil dan memiliki rekam jejak kinerja panjang,” pungkas Ekky.

Sementara itu, Alrich Paskalis memberikan saran bagi investor. Untuk eksposur saham pertumbuhan dengan potensi keuntungan tinggi namun juga risiko yang sepadan, ia merekomendasikan untuk mencermati BREN, AMMN, DCII, dan BRPT. Keempat saham ini dinilai unggul berkat rencana ekspansi besar dan posisi strategis mereka di sektor-sektor masa depan.

Bagi investor yang memprioritaskan pendapatan pasif dan stabilitas, Alrich menyarankan untuk melirik BBCA, BBRI, BMRI, dan DSSA. Emiten-emiten ini dikenal sebagai pembagi dividen yang konsisten serta memiliki arus kas yang kuat, menawarkan keamanan investasi jangka panjang.

Adapun untuk saham yang berkaitan dengan tema investasi spesifik, investor dapat mencermati TPIA yang memiliki korelasi kuat dengan industri hilirisasi, serta BYAN yang merepresentasikan sektor energi tradisional namun tetap efisien.

Leave a Comment