
Muamalat.co.id – JAKARTA. Harga minyak mengalami sedikit koreksi pada perdagangan Selasa pagi, 19 Agustus 2025, namun tetap menunjukkan stabilitas. Pada pukul 07.37 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September 2025 di New York Mercantile Exchange tercatat US$ 63,28 per barel. Angka ini sedikit menurun 0,22% dibandingkan posisi sehari sebelumnya yang berada di US$ 63,42 per barel.
Koreksi tipis ini, yang menahan harga minyak stabil di kisaran US$ 63 per barel, mencerminkan kehati-hatian pasar. Para pedagang tampak menimbang prospek potensi gencatan senjata di Ukraina, sebuah perkembangan yang berpotensi meredakan ketegangan geopolitik dan memengaruhi dinamika pasokan energi global.
Kabar mengenai prospek perdamaian ini dipicu oleh upaya signifikan dari Presiden AS Donald Trump. Mengutip Bloomberg, Trump tengah secara aktif mendorong pertemuan puncak antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Volodymyr Zelenskiy, menyusul serangkaian pembicaraan tingkat tinggi. Secara spesifik, Trump dilaporkan telah menghubungi Putin melalui telepon, mendesaknya untuk segera menyusun rencana pertemuan tatap muka dengan Zelenskiy, sebuah inisiatif yang muncul setelah diskusi langsung Trump dengan pemimpin Ukraina tersebut pada Senin, 18 Agustus 2025, di Gedung Putih.
Harga Minyak Menguat, Fokus Investor Tertuju pada Pertemuan Trump-Zelinsky
Meskipun perundingan yang berupaya mengakhiri konflik di Ukraina ini membawa secercah harapan, ketidakpastian di pasar tetap terasa. Namun, patut dicatat bahwa secara keseluruhan, harga minyak masih berada di level yang lebih rendah sepanjang tahun ini. Kondisi ini dipicu oleh kekhawatiran berkelanjutan akan dampak kebijakan perdagangan Amerika Serikat serta prospek kelebihan pasokan global menyusul peningkatan produksi oleh negara-negara anggota OPEC+.
Situasi ini pun dianalisis oleh para ahli. “Harga minyak mentah mungkin akan berada dalam pola penahanan,” ujar Vandana Hari, pendiri firma analisis pasar minyak Vanda Insights Singapura, seperti dikutip dari Bloomberg. Ia menambahkan, “Jalan menuju penyelesaian konflik telah terbuka, tetapi bisa jadi masih panjang,” mengindikasikan bahwa meskipun ada kemajuan, proses menuju resolusi penuh masih membutuhkan waktu dan dapat terus mempengaruhi sentimen pasar.
Di tengah dinamika perundingan damai, investor juga terus mencermati potensi dampak langkah-langkah gencatan senjata terhadap kebijakan sanksi. Hal ini relevan mengingat Donald Trump baru-baru ini telah meningkatkan sanksi terhadap India, sebagai respons atas pembelian minyak mentah Rusia. Perkembangan ini menyoroti bagaimana isu geopolitik dan sanksi ekonomi dapat saling terkait dan terus menjadi faktor penentu pergerakan harga minyak global.