IHSG 2025: Target Optimis di Tengah Tekanan Jual Asing?

Bisnis.com, JAKARTA – Meskipun gelombang net sell investor asing terus membayangi, sejumlah analis masih memasang sikap optimistis terhadap laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga penghujung tahun 2025. Potensi penguatan pasar saham Indonesia diyakini masih terbuka lebar.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, hingga perdagangan Jumat (24/10/2025), akumulasi net sell investor asing di pasar saham Tanah Air tercatat sebesar Rp47,31 triliun sepanjang tahun berjalan 2025. Angka ini, kendati masih signifikan, telah menunjukkan pengecilan dibandingkan posisi awal Oktober 2025 yang sempat menyentuh Rp55,48 triliun. Di tengah kondisi pasar yang dinamis, pada perdagangan intraday Senin (27/10/2025), IHSG sempat melemah kembali ke level 7.900 sebelum akhirnya berhasil ditutup di atas 8.000.

Muhammad Wafi, Head of Research KISI Sekuritas, menyatakan keyakinan kuatnya terhadap kinerja IHSG, menargetkan level 8.400 hingga 8.600 di akhir tahun 2025. “Target realistis akhir tahun di kisaran 8.400-8.600. Rally masih bisa lanjut, tetapi momentumnya mungkin tidak seperti paruh pertama karena daya beli masyarakat memang masih nanggung,” terang Wafi saat dihubungi pada Senin (27/10/2025).

Menurut Wafi, meskipun potensi masuknya dana asing ke pasar saham Indonesia masih terbuka, realisasinya diprediksi belum akan terjadi dalam waktu dekat. Ia menilai tantangan ekonomi global yang masih berat menjadi penghambat utama laju masuknya modal asing. Beberapa faktor penahan minat investor asing untuk berinvestasi di emerging market seperti Indonesia meliputi ketegangan geopolitik, tingginya suku bunga The Fed, serta likuiditas global yang ketat.

Menariknya, IHSG sendiri telah mencatatkan penguatan signifikan sepanjang tahun berjalan 2025 di antara pasar saham ASEAN. Setelah sempat terpuruk pada April lalu, indeks ini berhasil melonjak 13,86% Year-to-Date, hanya kalah dari performa pasar saham Singapura dan Vietnam. Meski demikian, Wafi mengingatkan, dari sisi domestik, nilai tukar rupiah dan inflasi yang belum sepenuhnya stabil turut menjadi pertimbangan kehati-hatian investor.

Sementara itu, Kiwoom Sekuritas melalui Head of Research-nya, Liza Camelia, telah merevisi target IHSG mereka ke level 7.950–8.150. Liza menyoroti sejumlah ketidakpastian pasar yang masih membayangi, seperti potensi shutdown pemerintah Amerika Serikat hingga keputusan krusial The Fed mengenai arah suku bunga pada rapat yang akan datang.

Liza juga berpendapat, meskipun sejumlah stimulus yang digelontorkan pemerintah diharapkan mampu memberikan sentimen positif, ia menekankan pentingnya realisasi di lapangan. Ambil contoh sektor perbankan, yang kini banyak dilirik investor asing karena valuasinya yang dianggap murah. Namun, pembuktian kinerja pertumbuhan kredit (loan growth) baru akan terkonfirmasi di akhir tahun 2025. “Tetapi pembuktian kinerja loan growth akan dikonfirmasi at least akhir tahun, apakah kredit yang dikucurkan Pak Purbaya Rp200 triliun, benar bisa terserap pasar?” ujarnya.

: Ramalan Kinerja Saham Lapis Kedua di Saat IHSG Belum Bertenaga

: Intip Daftar Saham Paling Berisiko Terimbas Wacana Pembobotan MSCI

: Bocoran Rencana IPO Anak Usaha Rukun Raharja (RAJA) Milik Hapsoro

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Ringkasan

Meskipun ada tekanan jual dari investor asing dengan akumulasi net sell mencapai Rp47,31 triliun sepanjang tahun berjalan 2025, beberapa analis tetap optimis terhadap prospek IHSG hingga akhir 2025. KISI Sekuritas menargetkan IHSG mencapai level 8.400-8.600, didorong oleh potensi rally meskipun daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih.

Namun, Kiwoom Sekuritas lebih konservatif dengan target IHSG di level 7.950–8.150, mempertimbangkan ketidakpastian pasar seperti potensi shutdown pemerintah AS dan keputusan suku bunga The Fed. Realisasi stimulus pemerintah dan pertumbuhan kredit perbankan juga menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan.

Leave a Comment