JAKARTA — Analis Riset Infovesta Kapital Advisori, Arjun Ajwani, memprediksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan cenderung stabil hingga akhir 2025. Pasar saat ini, menurutnya, masih dalam posisi wait and see, menunggu kejelasan data ekonomi dan kebijakan pemerintah. Hal ini tercermin dari aktivitas transaksi investor asing sepanjang September 2025.
“Proyeksi IHSG hingga akhir tahun adalah flat atau konsolidasi di kisaran 8.100,” ujar Arjun saat dihubungi di Jakarta, Kamis (25/9/2025). Ia menambahkan, “Setelah kenaikan signifikan sebelumnya, potensi aksi profit taking dan konsolidasi harga cukup besar.”

Prediksi tersebut juga mempertimbangkan meningkatnya volatilitas geopolitik global. Selain itu, persepsi risiko global dan domestik yang meningkat, tercermin dari pelemahan nilai tukar rupiah, turut mempengaruhi proyeksi IHSG.
Pelemahan IHSG pada perdagangan hari ini, menurut Arjun, merupakan hal yang wajar setelah IHSG mencapai level tertinggi sepanjang masa (all time high/ATH). Aksi profit taking menjadi salah satu faktor penyebabnya.
Namun, sentimen domestik juga ikut berperan. Kekhawatiran pelaku pasar terhadap pelebaran defisit dalam RAPBN 2026, serta penyempitan spread antara BI Rate dan Fed Funds Rate (FFR) yang membuat aset di Indonesia kurang menarik bagi investor asing, menjadi faktor penekan lainnya.
Sepanjang pekan ini hingga Kamis siang, tercatat net buy investor asing mencapai Rp5,52 triliun di seluruh pasar saham Indonesia. Meskipun demikian, IHSG pada penutupan sesi I Kamis tercatat melemah 50,78 poin atau 0,62 persen ke posisi 8.075,77.
Aktivitas perdagangan cukup tinggi, dengan 1.703.840 kali transaksi, melibatkan 34,83 miliar lembar saham senilai Rp14,64 triliun. Rinciannya, 229 saham mengalami kenaikan, 431 saham menurun, dan 138 saham stagnan.
Ringkasan
Arjun Ajwani dari Infovesta Kapital Advisori memprediksi IHSG akan cenderung stabil hingga akhir 2025, berkonsolidasi di kisaran 8.100. Prediksi ini mempertimbangkan potensi profit taking setelah kenaikan signifikan sebelumnya, serta meningkatnya volatilitas geopolitik global dan risiko domestik, termasuk pelemahan rupiah.
Faktor penekan IHSG meliputi kekhawatiran terhadap pelebaran defisit RAPBN 2026 dan penyempitan spread antara BI Rate dan FFR. Meskipun investor asing mencatatkan net buy Rp5,52 triliun hingga Kamis siang, IHSG pada penutupan sesi I Kamis melemah 0,62 persen ke posisi 8.075,77, diiringi aktivitas perdagangan yang tinggi.