Meskipun sempat mengalami koreksi tipis, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan ketangguhan luar biasa dengan berhasil bertahan di level psikologis 8.000 pada penutupan kuartal III-2025. Tepat pada akhir perdagangan Selasa (30/9), IHSG tercatat di angka 8.061,06, hanya melemah tipis 0,77% dari hari sebelumnya. Optimisme terhadap pasar saham Indonesia semakin membara, terutama setelah JP Morgan secara signifikan menaikkan target proyeksi IHSG. Langkah ini diambil menyusul serangkaian rekor tertinggi sepanjang masa (All Time High/ATH) yang terus dicetak oleh indeks komposit kebanggaan negeri.
Dalam riset terbarunya yang diterima KONTAN pada Selasa (30/9/2025), JP Morgan kini melihat potensi penguatan IHSG berlanjut hingga menyentuh level 8.600. Angka ini jauh melampaui proyeksi IHSG mereka sebelumnya yang berada di kisaran 7.500–8.000. Henry Wibowo, Head of Indonesia Research & Strategy JP Morgan Indonesia, menyoroti bahwa lokomotif penggerak utama penguatan ini adalah partisipasi aktif investor ritel dan domestik, yang pada Juli dan Agustus lalu mencapai 50% hingga 52%.
Namun, di balik geliat investor domestik, investor asing justru masih membukukan net sell signifikan sebesar Rp 53,07 triliun secara year to date hingga Selasa (30/9). Kondisi ini, yang sebagian mencerminkan ketidakpastian domestik dan proyeksi pertumbuhan EPS negatif untuk tahun buku 2025, telah menyebabkan arus keluar dana asing sekitar US$ 3 miliar sejak awal tahun, menurut catatan JP Morgan. Meski demikian, Henry Wibowo memandang situasi makro ke depan akan lebih kondusif. Ia menjelaskan, ekspektasi yang rendah saat ini justru menjadi fondasi kuat ketika Indonesia akan memasuki siklus pelonggaran fiskal dan moneter global dalam enam bulan ke depan, apalagi Bank Indonesia (BI) sendiri telah memangkas suku bunga acuan sebesar 125 basis poin sejak awal tahun.
Peningkatan likuiditas pasar jangka pendek diprediksi akan terjadi seiring proyeksi pemangkasan suku bunga tambahan sebanyak dua kali, masing-masing 25 basis poin, pada Oktober atau November. Ditambah lagi, adanya realokasi saldo anggaran (SAL) kepada bank-bank BUMN akan semakin memperkuat pasokan dana. Henry menambahkan bahwa secara global, siklus pelonggaran fiskal dan moneter akan menjadi angin segar bagi ekuitas di Asia. Namun, di tengah optimisme ini, ia mengingatkan para investor untuk tetap mewaspadai risiko tekanan pada rupiah, yang telah melemah sekitar 2% sejak pemangkasan suku bunga terakhir.
Oktavianus Audi, VP of Equity Retail Kiwoom Sekuritas Indonesia, memperkaya pandangan akan pergerakan IHSG di sisa tahun ini dengan menyoroti pelonggaran kebijakan moneter sebagai salah satu sentimen pasar kunci. Ia menjelaskan bahwa langkah ini berpotensi meredam biaya pendanaan (cost of fund) dan memicu peningkatan aktivitas ekonomi serta ekspansi bisnis, yang pada akhirnya akan berujung pada perbaikan kinerja keuangan perusahaan. Audi menyarankan agar investor untuk sisa tahun ini memusatkan perhatian pada emiten yang sensitif terhadap suku bunga dan yang bergerak di sektor komoditas safe haven, terutama saham-saham blue chip yang dikenal tangguh.
Tak hanya sentimen global, pergerakan IHSG di kuartal IV-2025 juga akan diwarnai oleh berbagai sentimen domestik yang kuat. Salah satunya adalah rencana penerbitan Patriot Bond senilai Rp 50 triliun oleh BPI Danantara. Muhammad Wafi, Head of Research KISI Sekuritas, berpandangan bahwa kehadiran obligasi ini akan memperkuat permintaan di pasar obligasi dan berpotensi menarik inflow asing. Selain itu, peningkatan likuiditas Danantara akan memberikan ruang lebih besar bagi sektor perbankan untuk melakukan ekspansi kredit. Di samping itu, potensi terjadinya Window Dressing menjelang akhir tahun juga menjadi dorongan tambahan bagi IHSG untuk menguat, dengan Wafi mencermati bahwa fenomena ini umumnya akan memacu kinerja sektor perbankan, konsumer, dan telekomunikasi.
“Peluang bagi IHSG untuk kembali mencetak rekor all time high baru di kuartal IV-2025 sangatlah besar,” ungkap Wafi kepada KONTAN pada Selasa (30/9/2025). Namun, ia menekankan pentingnya pengendalian faktor nilai tukar rupiah dan stabilitas geopolitik global sebagai prasyarat. KISI Sekuritas sendiri menyajikan proyeksi IHSG yang bervariasi: pada skenario dasarnya, IHSG diperkirakan akan bergerak di rentang 8.150–8.250. Skenario bullish bahkan melihat potensi IHSG mencapai 8.350–8.400, sementara skenario bearish menempatkan indeks di kisaran 7.900–8.000.
Dari sudut pandang berbeda, Maximilianus Nico Demus, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, mencatat bahwa IHSG sebenarnya telah melampaui target awal mereka di 7.740–7.920. Kini, fokus utama beralih pada kemampuan indeks untuk konsisten bertahan di atas level 8.000. Nico menjelaskan, “Apabila IHSG mampu ditutup di atas 8.000 atau setidaknya tidak terkoreksi lebih dalam dari 7.910, terdapat probabilitas sebesar 73% bahwa IHSG berpotensi melaju menuju 8.675.” Meskipun demikian, ia juga mengingatkan tentang risiko koreksi yang lebih dalam; jika indeks jatuh di bawah 7.550, skenario kenaikan agresif bisa saja batal. Namun, dalam skenario moderat, IHSG masih memiliki peluang untuk mencapai 8.200.
Dalam menyongsong sisa tahun ini, berbagai sekuritas telah merilis rekomendasi saham dan sektor pilihan mereka. Pilarmas Investindo Sekuritas mengunggulkan sektor energi dan teknologi sebagai pilihan utama, diikuti oleh sektor bahan baku, industri, dan properti yang diperkirakan akan mendapatkan dorongan positif dari penurunan suku bunga. KISI Sekuritas merekomendasikan saham-saham seperti BBRI, BMRI, BBCA, ICBP, MYOR, TLKM, TOWR, ADHI, CTRA, BREN, DSSA, dan BRPT. Sementara itu, JP Morgan menjagokan BBCA, AMRT, ICBP, MAPI, ISAT, GOTO, ASII, CTRA, PWON, dan ATNM. Secara spesifik, Oktavianus Audi dari Kiwoom Sekuritas merekomendasikan “beli” untuk BBCA dengan target harga saham Rp 9.000, dan BMRI dengan target Rp 5.600. Ia juga menyarankan “trading buy” untuk ANTM (target Rp 4.200), TLKM (target Rp 3.450), dan ASII (target Rp 6.450).
Ringkasan
IHSG berhasil bertahan di level 8.000 pada akhir kuartal III-2025, dengan JP Morgan menaikkan target proyeksi IHSG menjadi 8.600 didorong oleh partisipasi investor ritel dan domestik. Meskipun investor asing mencatatkan net sell signifikan, ekspektasi pelonggaran fiskal dan moneter global, serta pemangkasan suku bunga oleh Bank Indonesia, diharapkan menjadi sentimen positif. Peningkatan likuiditas pasar jangka pendek diprediksi terjadi seiring pemangkasan suku bunga tambahan.
Pelonggaran kebijakan moneter dan penerbitan Patriot Bond menjadi sentimen domestik kuat yang mendukung pergerakan IHSG. Potensi window dressing menjelang akhir tahun juga diprediksi akan memacu kinerja sektor perbankan, konsumer, dan telekomunikasi. Berbagai sekuritas merilis rekomendasi saham, dengan sektor energi, teknologi, dan perbankan menjadi pilihan utama.