Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri pekan perdagangan dengan koreksi signifikan sebesar 1,3%. Pada penutupan perdagangan Jumat, 31 Oktober 2025, indeks kembali melemah 0,25%, bertengger di level 8.163.
Menurut analisis dari Herditya Wicaksana, seorang Analis MNC Sekuritas, pelemahan IHSG selama sepekan ini dipicu oleh sejumlah faktor krusial. Di antaranya adalah musim rilis kinerja keuangan emiten kuartal ketiga yang sedang berlangsung, serta pergerakan harga emas dunia yang menunjukkan tren melemah. Kondisi ini secara langsung berdampak pada kinerja emiten-emiten yang berbasis emas di bursa saham.
Selain sentimen ekonomi tersebut, dinamika geopolitik juga turut memengaruhi gerak pasar saham Tanah Air. Pertemuan antara Amerika Serikat dan China di Korea Selatan menjadi sorotan. Herditya menjelaskan bahwa ini merupakan sentimen positif yang diperkirakan akan mendorong AS untuk mempertimbangkan pemangkasan kenaikan tarif terhadap produk-produk China, yang berpotensi meredakan ketegangan perdagangan global.
Lebih lanjut, kebijakan moneter dari bank sentral AS, The Federal Reserve, juga menyumbang sentimen positif bagi pasar saham global dan domestik. Pemangkasan suku bunga acuan oleh The Fed menjadi angin segar, apalagi pasar saat ini menaksir The Fed akan kembali memangkas suku bunga acuannya pada Desember 2025 mendatang.
Namun, di tengah berbagai sentimen tersebut, wacana dari Morgan Stanley Capital International (MSCI) yang mengusulkan perubahan perhitungan free float saham Indonesia masih menjadi perhatian serius bagi pergerakan IHSG. Potensi perubahan ini dapat memicu penyesuaian portofolio investor institusional yang mengikuti indeks MSCI.
Equity Research Analyst Phintraco Sekuritas, Alrich Paskalis Tambolang, menambahkan bahwa faktor penutupan perdagangan di akhir bulan serta proses rebalancing indeks LQ45 juga turut memengaruhi pergerakan IHSG sepanjang minggu ini. Kedua momen tersebut kerap memicu volatilitas pasar karena adanya penyesuaian portofolio oleh investor.
Sentimen lain yang turut berkontribusi pada indeks adalah data manufaktur dari China. Indeks Pembelian Manajer (PMI) Manufaktur NBS China tercatat turun ke level 49,0 pada Oktober 2025, dari posisi 49,8 di September 2025. Angka ini merupakan level terendah sejak April 2025, mengindikasikan kontraksi pada sektor manufaktur China yang berpotensi berdampak pada ekonomi global.
Secara teknikal, Alrich mengamati Stochastic RSI melanjutkan sinyal reversal ke atas di area pivot. Meskipun indikator MACD masih membentuk histogram negatif, IHSG berhasil bertahan ditutup di atas garis Moving Average (MA) 5 dan MA20. Berdasarkan analisis ini, Alrich menaksir IHSG akan bergerak pada kisaran level support 8.000 dan resistance 8.280 pada perdagangan selanjutnya.
Sementara itu, proyeksi Herditya Wicaksana menempatkan IHSG bakal bergerak di rentang support 8.117 dan resistance 8.199, menunjukkan adanya sedikit perbedaan pandangan teknikal di antara para analis.
Menatap pekan depan, Herditya menjelaskan bahwa pasar akan menanti rilis data inflasi dan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, yang konsensusnya diprediksi masih cenderung melandai. Selain itu, potensi penguatan harga emas, berlanjutnya sentimen positif dari pertemuan presiden AS-China, serta rilis kinerja emiten, juga masih akan mengiringi laju IHSG.
Alrich Paskalis Tambolang menimpali, investor juga akan menantikan rilis data penting lainnya dari Indonesia pada pekan depan, seperti data manufaktur PMI, neraca perdagangan, dan cadangan devisa, yang akan memberikan gambaran lebih jelas mengenai kondisi ekonomi domestik.
Dengan mempertimbangkan berbagai sentimen tersebut, Alrich merekomendasikan beberapa saham pilihan untuk dicermati pada perdagangan berikutnya. Di antaranya adalah PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP), PT Vale Indonesia Tbk (INCO), PT Darma Henwa Tbk (DEWA), PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB), dan PT Semen Indonesia Tbk (SMGR).
Di sisi lain, Herditya Wicaksana menyarankan investor untuk mencermati saham PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) dengan rentang support dan resistance Rp 950-Rp 1.005, PT Indosat Tbk (ISAT) di Rp 1.970-Rp 2.100, serta PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI) pada kisaran Rp 14.600-Rp 15.450.