
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tampil perkasa sepanjang sesi pertama perdagangan Rabu, 3 September 2025. Data dari RTI mencatat bahwa IHSG berhasil melonjak signifikan sebesar 0,83% atau setara dengan 64,562 poin, menembus level 7.866,147. Kenaikan ini ditopang oleh mayoritas saham yang bergerak positif, dengan 392 saham menguat, sementara 254 saham melemah, dan 153 saham lainnya stagnan. Aktivitas perdagangan juga cukup ramai, terbukti dari total volume mencapai 21,7 miliar saham dengan nilai transaksi yang menyentuh angka Rp 10,7 triliun.
Kinerja positif IHSG ini didorong oleh penguatan di hampir seluruh sektor, dengan sembilan indeks sektoral berhasil menopang pergerakan naik pada perdagangan pagi hari tersebut. Tiga sektor yang mencatatkan kenaikan paling menonjol adalah IDX-Energy yang melesat 2,13%, diikuti oleh IDX-Industry dengan penguatan 1,85%, serta IDX-Transportation yang berhasil naik 1,43%.
Di antara saham-saham unggulan yang tergabung dalam indeks LQ45, beberapa emiten mencatatkan kenaikan signifikan. PT Vale Indonesia Tbk (INCO) memimpin penguatan dengan melonjak 4,34% menuju level Rp 3.850. Diikuti oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) yang naik 4,12% menjadi Rp 1.770, dan PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) yang menguat 3,69% ke Rp 2.810.
Namun, tidak semua saham LQ45 berhasil mengikuti tren positif tersebut. Beberapa emiten tercatat mengalami koreksi. PT Barito Pacific Tbk (BRPT) menjadi yang paling tertekan dengan penurunan 2,63% ke Rp 2.220. Diikuti oleh PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang melemah 2,02% ke Rp 3.400, serta PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) yang terkoreksi 1,95% ke Rp 2.520.
INCO Chart by TradingView
Bergeser ke kawasan Asia-Pasifik, pergerakan pasar saham menunjukkan pola yang bervariasi atau mixed. Para investor terlihat mencermati kenaikan imbal hasil obligasi global serta perkembangan terbaru dalam dinamika perdagangan internasional.
Pasar Tiongkok menarik perhatian khusus setelah Presiden Xi Jinping menyampaikan pidato dalam parade militer yang memperingati 80 tahun berakhirnya Perang Dunia II, sebuah acara besar yang dihadiri oleh 26 pemimpin dunia, termasuk Presiden Rusia Vladimir Putin dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un. Di tengah peristiwa ini, Indeks Hang Seng Hong Kong berhasil menguat 0,86%, dan indeks CSI 300 China juga meningkat 0,24%.
Kontras dengan Tiongkok, bursa saham Australia mengalami koreksi. Indeks S&P/ASX 200 tercatat turun 1,09%, meskipun data ekonomi terbaru menunjukkan pertumbuhan PDB kuartal II Australia sebesar 1,8% secara tahunan (YoY). Angka ini merupakan yang tercepat sejak September 2023 dan melampaui ekspektasi ekonom sebesar 1,6%.
Sementara itu, pasar Jepang bergerak melemah. Indeks Nikkei 225 terkoreksi 0,41% dan Topix kehilangan 0,53% dari nilainya. Pelemahan ini terjadi diiringi kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah Jepang (JGB), dengan obligasi 10-tahun naik 1,629% (+2,6 bps), 20-tahun melonjak ke 2,684% (+5,3 bps) yang menjadi level tertinggi dalam 26 tahun, dan 30-tahun naik 3,279% (+7 bps) melampaui rekor Agustus.
Di sisi lain, Korea Selatan menunjukkan penguatan moderat. Indeks Kospi berhasil menguat 0,3% dalam perdagangan yang cenderung fluktuatif, sementara indeks Kosdaq juga naik tipis 0,19%.
Secara keseluruhan, sentimen pasar global masih dibayangi oleh kehati-hatian investor. Mereka terus memantau dengan seksama dinamika geopolitik, potensi risiko ketegangan perdagangan, serta fluktuasi imbal hasil obligasi, yang secara kolektif berpotensi memengaruhi stabilitas dan pergerakan pasar regional.
Ringkasan
Pada sesi pertama perdagangan Rabu, 3 September 2025, IHSG melonjak 0,83% atau 64,562 poin, mencapai level 7.866,147. Kenaikan ini didorong oleh mayoritas saham yang menguat, terutama di sektor energi, industri, dan transportasi. Aktivitas perdagangan mencatat volume 21,7 miliar saham dengan nilai transaksi Rp 10,7 triliun.
Saham-saham LQ45 yang memimpin penguatan antara lain INCO, PGAS, dan SMGR, sementara BRPT, ANTM, dan MDKA mengalami koreksi. Pasar Asia-Pasifik menunjukkan pergerakan yang bervariasi, dengan pasar Tiongkok menguat, sementara Australia dan Jepang mengalami penurunan. Investor global mencermati imbal hasil obligasi dan perkembangan perdagangan internasional.