IHSG Menguat! Saham Lapis Kedua Paling Menjanjikan 2024

Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kini semakin solid, tak hanya ditopang oleh saham-saham berkapitalisasi pasar besar atau big caps, melainkan juga oleh kontribusi signifikan dari saham-saham dengan kapitalisasi menengah. Fenomena ini menandai pergeseran menarik dalam dinamika pasar modal Indonesia.

Pada penutupan perdagangan Jumat (15/8), IHSG memang mencatat pelemahan tipis 0,41% ke level 7.898,37. Namun, sorotan utama adalah performa impresif indeks sepanjang tahun berjalan ini, dengan kenaikan mencapai 11,56%. Lebih menarik lagi, kinerja indeks IDX SMC Composite, yang merepresentasikan saham-saham berkapitalisasi kecil dan menengah, bahkan melampaui IHSG dengan penguatan signifikan sebesar 12,47% secara year to date.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, menilai penguatan IHSG merupakan cerminan nyata dari perkembangan fundamental perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). “Secara umum, kenaikan IHSG bukan saja menggambarkan kinerja dan fundamental perusahaan besar tetapi justru yang kuat dari kinerja emiten di papan menengah,” jelas Mahendra.

Mahendra lebih lanjut mencermati bahwa penguatan IHSG tidak hanya didorong oleh konstituen indeks LQ45, melainkan juga oleh saham-saham di luar indeks unggulan tersebut, yang mengindikasikan kinerja yang solid hampir merata di seluruh lini. Selain itu, sentimen positif terhadap kondisi ekonomi makro domestik dan perkembangan global yang kini lebih stabil juga turut mendukung penguatan pasar saham.

Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan, mengemukakan bahwa penguatan saham-saham dengan kapitalisasi pasar menengah ini menunjukkan adanya pengalihan perhatian investor ke saham lapis kedua. “Penguatan saham lapis kedua ini erat kaitannya dengan keluarnya dana asing di awal tahun, yang kemudian memicu investor domestik untuk melakukan rotasi portofolio,” ungkap Ekky kepada Kontan pada Senin (18/8).

Ekky menjelaskan bahwa rotasi tersebut dimulai dari saham-saham lapis kedua yang dinilai memiliki potensi perbaikan kinerja, seperti emiten dari sektor emas. Setelah itu, pergerakan investasi beralih ke saham-saham milik konglomerat dan emiten yang berencana menggelar aksi korporasi. Meskipun dana asing kini mulai kembali masuk dan membuka peluang penguatan pada saham big caps, saham-saham dengan kapitalisasi menengah tetap menjadi alternatif menarik bagi investor yang ingin melakukan diversifikasi portofolio mereka.

Meski demikian, investor perlu lebih selektif dalam memilih saham lapis kedua. Setelah reli tajam, potensi profit taking tentu ada. Ekky menyarankan agar saham-saham lapis kedua lebih cocok ditransaksikan untuk trading jangka pendek. “Sementara untuk jangka menengah, investor sebaiknya memilih saham dengan fundamental kuat, ekspansi yang jelas, dan valuasi yang masih menarik,” pungkasnya.

Miftahul Khaer, Research Analyst Kiwoom Sekuritas Indonesia, menimpali bahwa untuk saat ini, saham-saham dengan kapitalisasi pasar menengah masih cukup menarik, namun pemilihan waktu yang tepat adalah kunci. Ia menilai saham PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) atau Mitratel cukup menarik untuk dicermati, seiring dengan perbaikan kinerja entitas usaha PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) ini. Kiwoom Sekuritas merekomendasikan trading buy untuk MTEL dengan target harga di Rp 680.

Sementara itu, dari sektor properti, Ekky menyukai saham PT Ciputra Development Tbk (CTRA) dan PT Summarecon Agung Tbk (SMRA). Untuk sektor perbankan digital, pilihannya jatuh pada PT Bank Jago Tbk (ARTO) dan PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB). Terakhir, ada saham PT Petrosea Tbk (PTRO), yang dinilai masih menarik dari momentum pengumuman rebalancing indeks MSCI.

Ringkasan

IHSG menunjukkan penguatan signifikan tahun ini, mencapai 11,56%, didorong bukan hanya oleh saham-saham besar (big caps), tetapi juga oleh saham-saham berkapitalisasi menengah yang bahkan mengalami kenaikan 12,47%. Penguatan ini mencerminkan kinerja fundamental perusahaan-perusahaan di BEI dan sentimen positif ekonomi makro domestik serta global.

Pergeseran perhatian investor ke saham lapis kedua terjadi akibat rotasi portofolio, terutama setelah penarikan dana asing di awal tahun. Meskipun saham big caps kembali menarik minat dengan masuknya kembali dana asing, saham-saham berkapitalisasi menengah tetap menjadi pilihan diversifikasi portofolio. Namun, investor perlu selektif dan mempertimbangkan strategi jangka pendek atau menengah berdasarkan fundamental perusahaan.

Leave a Comment