IHSG Menguat Setelah Government Shutdown AS Berakhir, Sentimen Global Membaik

JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) mengawali perdagangan Jumat (14/11/2025) dengan sentimen positif yang kuat, terdorong oleh meredanya ketidakpastian global setelah pemerintah Amerika Serikat (AS) mengakhiri masa government shutdown yang berkepanjangan. Pada pembukaan, IHSG berhasil naik tipis 6,13 poin atau 0,07 persen, menembus level 8.378,13.

Kepala Riset Phintraco Sekuritas, Ratna Lim, dalam analisisnya di Jakarta, Jumat, menegaskan bahwa berakhirnya government shutdown AS telah memberikan angin segar bagi pasar regional, termasuk di Indonesia. Menurutnya, kepastian pendanaan pemerintah AS secara signifikan meredakan kekhawatiran para investor terhadap potensi perlambatan aktivitas ekonomi di negara adidaya tersebut, yang sebelumnya menjadi beban sentimen pasar global.

Ratna lebih lanjut menjelaskan, “Mayoritas indeks bursa Asia ditutup menguat, terdorong oleh berita berakhirnya government shutdown di AS. Presiden Trump telah menandatangani Rancangan Undang-Undang (RUU) pendanaan menjadi undang-undang, secara resmi mengakhiri government shutdown AS yang tercatat sebagai yang terlama dalam sejarah. Sebelumnya, RUU ini telah disetujui oleh DPR AS dengan suara 222-209, sebelum penutupan tersebut memasuki hari ke-43.”

Meski demikian, Ratna Lim mengingatkan bahwa ruang penguatan IHSG diperkirakan masih akan terbatas. Para pelaku pasar terpantau masih bersikap hati-hati menjelang pelaksanaan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pekan depan, terutama di tengah tekanan berkelanjutan terhadap nilai tukar rupiah. Potensi depresiasi rupiah yang berlanjut dapat memengaruhi keputusan kebijakan moneter BI.

“Jika rupiah terus mengalami depresiasi, BI diperkirakan berpotensi masih akan mempertahankan BI Rate tetap di level 4,75 persen pada bulan ini,” imbuhnya, menyoroti pentingnya stabilitas mata uang domestik dalam menjaga keseimbangan ekonomi.

Fokus investor juga tertuju pada rilis data ekonomi krusial dari kawasan Asia, khususnya China. Produksi industri China untuk bulan Oktober diperkirakan tumbuh 5,8 persen secara tahunan, melambat dari 6,5 persen pada September 2025. Bersamaan dengan itu, penjualan ritel juga diprediksi mengalami penurunan menjadi 2,2 persen dari sebelumnya 3 persen. Data ini menjadi perhatian utama pasar global.

Ratna menilai, perlambatan ekonomi China berpotensi membatasi minat risiko. Kondisi ini, ditambah dengan koreksi indeks global dan kecilnya peluang penurunan suku bunga The Fed, dapat semakin menahan laju penguatan pasar saham secara keseluruhan.

Sebagai informasi tambahan, pada penutupan perdagangan Kamis kemarin (14/11), IHSG tercatat melemah 16,57 poin atau 0,20 persen, berakhir di posisi 8.372,00. Hal ini menunjukkan dinamika pasar yang masih fluktuatif menjelang akhir pekan.

Berdasarkan Indeks Sektoral IDX-IC, enam sektor berhasil menguat. Sektor energi memimpin dengan kenaikan 1,72 persen, diikuti oleh sektor properti yang naik 1,44 persen, dan sektor infrastruktur dengan kenaikan 1,13 persen. Di sisi lain, lima sektor lainnya mengalami pelemahan. Sektor industri mencatat penurunan terdalam sebesar 1,33 persen, disusul oleh sektor teknologi yang turun 1,21 persen, dan sektor barang konsumen primer dengan pelemahan 0,62 persen, menggambarkan pergerakan yang bervariasi di pasar modal.

Leave a Comment