IHSG Naik Lagi? Data PCE AS & The Fed Jadi Penentu!

Muamalat.co.id Pasar saham global kini tengah mencermati arah kebijakan bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed), menyusul keputusan pemangkasan suku bunga yang diambil pekan lalu. Kendati langkah ini menghadirkan sentimen positif, para pelaku pasar modal tetap memelihara sikap hati-hati, mengingat laju inflasi yang masih berada pada level tinggi.

“Pelaku pasar mencermati pernyataan (Gubernur The Fed) Jerome Powell yang mengindikasikan inflasi masih tinggi dan pemotongan bunga adalah manajemen risiko untuk pasar tenaga kerja yang lemah,” demikian disampaikan analis pasar modal Hans Kwee kepada Jawa Pos, Minggu (21/9), menggambarkan dinamika kekhawatiran yang masih membayangi.

Kebijakan The Fed di masa mendatang dipastikan akan sangat bergantung pada data ekonomi yang akan dirilis. Proyeksi “dot plot” terbaru bahkan mengisyaratkan potensi dua kali pemangkasan suku bunga acuan (Fed funds rate) sepanjang tahun 2025, diikuti masing-masing satu kali pada tahun 2026 dan 2027, mencerminkan pendekatan bertahap dalam pelonggaran moneter.

Sementara itu, di kawasan Eropa, tekanan ekonomi terus membayangi dengan serangkaian tantangan yang muncul. Krisis utang, dampak dari kebijakan tarif yang diberlakukan Amerika Serikat, serta ketidakstabilan politik akibat masalah anggaran, semuanya berkontribusi pada ketidakpastian yang turut memengaruhi arah arus investasi global.

Kementerian PPPA Kawal Proses Hukum Kasus Pembunuhan Anak di Kolaka Timur

Menariknya, di tengah ketidakpastian tersebut, Hans Kwee mengamati bahwa sejumlah manajer investasi global mulai memperpanjang posisi beli mereka di pasar negara berkembang Asia, termasuk di dalamnya Indonesia. “Mereka tetap overweight di pasar Indonesia dan Thailand pasca ketidakstabilan politik yang sudah mereda,” jelasnya, menandakan adanya optimisme terhadap stabilitas regional.

Dari kancah domestik, langkah Bank Indonesia (BI) yang secara mengejutkan memangkas suku bunga acuan (BI rate) memberikan “angin segar” tersendiri bagi pasar modal Indonesia. Banyak pelaku pasar kini memperkirakan akan ada satu kali lagi pemangkasan hingga akhir tahun ini, dengan proyeksi BI rate dapat mencapai 3,5 persen pada Desember 2025.

Untuk pekan ini, perhatian utama para investor akan tertuju pada rilis data personal consumption expenditures (PCE) dari Amerika Serikat. Jika data inflasi ini menunjukkan tren penurunan, maka peluang bagi pelonggaran kebijakan moneter akan semakin terbuka lebar. “Data PCE AS diperkirakan akan bergerak turun,” kata dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Trisakti itu, memberikan harapan akan potensi kebijakan yang lebih akomodatif.

Secara analisis teknikal, Hans Kwee memproyeksikan bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memiliki potensi untuk mengalami penguatan. Level support diperkirakan berada di kisaran 7.983 hingga 7.889, sementara level resistance diproyeksikan berada pada rentang 8.068 hingga 8.099.

KPK Bakal Cek LHKPN Wahyudin Moridu yang Minus Rp 2 Juta, Eks Anggota DPRD Gorontalo yang Dipecat PDIP Karena ‘Ingin Rampok Uang Negara’

Pada perdagangan Jumat (19/9), IHSG kembali mengukir sejarah dengan mencatatkan rekor tertinggi baru, ditutup pada level 8.051,118, merupakan level tertinggi sepanjang masa. Pencapaian luar biasa ini seiring dengan kapitalisasi pasar saham yang juga menorehkan rekor tertingginya, mencapai Rp 14.632 triliun.

Dua hari sebelumnya, pada perdagangan Rabu (17/9), IHSG juga telah mencapai rekor tertinggi di level 8.025,179, disertai kapitalisasi pasar sebesar Rp 14.516 triliun. “Rangkaian pencapaian rekor ini mencerminkan semakin kuatnya optimisme seluruh pemangku kepentingan terhadap prospek pasar modal Indonesia sekaligus menjadi bukti meningkatnya kepercayaan investor di tengah dinamika perekonomian global,” jelas Kautsar Primadi Nurahmad, Sekretaris Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI), menggarisbawahi sentimen positif yang berkembang.

Secara keseluruhan, IHSG selama sepekan terakhir menunjukkan peningkatan signifikan sebesar 2,51 persen, melonjak dari posisi 7.854,060 pada pekan sebelumnya. Aktivitas investor asing juga terpantau positif, dengan nilai beli bersih mencapai Rp 2,87 triliun di penutupan perdagangan pekan lalu. Namun, untuk periode sepanjang 2025, investor asing masih mencatatkan nilai jual bersih yang substansial, yakni Rp 58,70 triliun.

Ringkasan

Pergerakan IHSG dipengaruhi oleh kebijakan The Fed dan data ekonomi AS. Meskipun The Fed memangkas suku bunga, kekhawatiran inflasi masih tinggi. Data Personal Consumption Expenditures (PCE) AS akan menjadi penentu arah kebijakan moneter selanjutnya, dengan proyeksi penurunan yang diharapkan dapat mendorong pelonggaran kebijakan.

Manajer investasi global mulai menambah posisi beli di pasar negara berkembang Asia, termasuk Indonesia. IHSG mencatatkan rekor tertinggi baru di level 8.051,118, didorong oleh optimisme terhadap pasar modal Indonesia dan aktivitas investor asing yang positif, meskipun masih terdapat net sell dari investor asing sepanjang tahun 2025.

Leave a Comment