Pada Kamis sore, 23 Oktober 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) berhasil mengukir penguatan signifikan, melonjak 121,80 poin atau 1,49 persen, menembus posisi 8.274,35. Kenaikan impresif ini tak lepas dari sentimen positif yang bertiup kencang dari kebijakan strategis serta data ekonomi domestik yang menunjukkan kinerja solid. Sejalan dengan itu, indeks 45 saham unggulan atau LQ45 juga turut perkasa, melesat 21,80 poin atau 2,70 persen, ditutup pada level 828,10.
Menanggapi performa positif ini, Kepala Riset Phintraco Sekuritas, Ratna Lim, dalam analisisnya di Jakarta, memproyeksikan bahwa IHSG berpotensi melanjutkan momentum kenaikannya, bahkan berpeluang menguji level psikologis 8.300. Meskipun demikian, ia mengingatkan para investor untuk mewaspadai kemungkinan terjadinya pullback jangka pendek akibat aksi profit taking yang lazim terjadi menjelang akhir pekan.
Lebih lanjut, Ratna Lim menggarisbawahi beberapa sentimen positif yang berasal dari dalam negeri. Salah satunya adalah rencana ambisius Danantara Indonesia untuk membentuk perusahaan pengelola aset baru. Ini merupakan hasil penggabungan entitas anak dari bank-bank besar seperti BBRI, BMRI, dan BBNI yang bergerak di sektor manajemen aset. Jika rencana strategis ini berhasil diwujudkan, konsolidasi tersebut diperkirakan akan mengelola dana senilai sekitar 8 miliar dolar AS. Meskipun aksi korporasi besar ini diharapkan rampung pada kuartal I-2026, statusnya masih dalam tahap pembahasan intensif dan belum mencapai keputusan final.
Selain dari ranah korporasi, kinerja ekonomi Indonesia juga menunjukkan angka yang impresif. Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa kredit perbankan berhasil tumbuh 7,70 persen secara tahunan (yoy) pada September 2025, melampaui pertumbuhan Agustus yang sebesar 7,56 persen. Peningkatan ini terutama ditopang oleh pertumbuhan signifikan pada kredit investasi sebesar 15,18 persen (yoy), diikuti oleh kredit modal kerja yang naik 3,37 persen (yoy) dan kredit konsumsi sebesar 7,42 persen (yoy). Tak hanya itu, uang beredar dalam arti luas (M2) pada bulan yang sama juga mengalami pertumbuhan kuat sebesar 8 persen (yoy), mencapai angka fantastis Rp 9.771,3 triliun, lebih tinggi dari pertumbuhan Agustus 2025 yang sebesar 7,6 persen (yoy).
Konsistensi dalam kebijakan moneter juga menjadi penopang stabilitas. Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang berlangsung pada 21–22 Oktober 2025, diputuskan untuk mempertahankan BI-Rate di level 4,75 persen. Keputusan ini juga diikuti dengan penetapan deposit facility sebesar 3,75 persen dan lending facility sebesar 5,50 persen, menunjukkan sikap hati-hati Bank Sentral dalam menghadapi dinamika ekonomi.
Di tengah euforia domestik, pasar saham global masih menanti rilis data-data penting dari mancanegara. Investor khususnya mencermati data retail sales Inggris untuk bulan September yang diantisipasi akan mengalami penurunan 0,2 persen secara bulanan (mtm), setelah sebelumnya tumbuh 0,5 persen (mtm) pada Agustus. Di sisi Eropa lainnya, Jerman juga bersiap merilis HCOB Manufacturing PMI Flash Oktober 2025, yang diperkirakan akan tetap stabil di level 49,5, memberikan gambaran kondisi sektor manufaktur benua biru.
Perhatian juga tercurah ke Amerika Serikat, di mana para investor dengan cermat menantikan serangkaian rilis data ekonomi vital. Agenda utama mencakup data inflasi September 2025 yang dapat memengaruhi arah kebijakan moneter The Fed, data S&P Global Composite PMI Flash Oktober 2025 yang mencerminkan kesehatan aktivitas bisnis, serta data final Michigan Consumer Sentiment Index untuk Oktober 2025 yang mengukur kepercayaan konsumen.
Secara keseluruhan, perjalanan IHSG sepanjang hari menunjukkan ketahanan yang luar biasa. Dibuka dengan penguatan, indeks berhasil mempertahankan posisinya di zona hijau hingga penutupan sesi pertama dan terus merangkak di wilayah positif hingga bel perdagangan ditutup, merefleksikan optimisme investor yang berkelanjutan.
Kekuatan pasar saham juga terlihat merata di seluruh sektor. Berdasarkan Indeks Sektoral IDX-IC, kesebelas sektor menunjukkan performa positif, seluruhnya membukukan penguatan. Sektor properti menjadi bintang utama dengan kenaikan fantastis 3,70 persen, diikuti oleh sektor transportasi dan logistik yang menguat 2,13 persen, serta sektor barang konsumsi primer yang juga tidak ketinggalan dengan kenaikan 2 persen.
Di antara deretan saham yang diperdagangkan, beberapa nama mencatat penguatan paling signifikan, antara lain CITY, ZATA, CLAY, FAST, dan TEBE. Di sisi lain, saham-saham yang harus menghadapi tekanan jual dan mencatatkan pelemahan terdalam meliputi DWGL, WAPO, SSTM, AKSI, dan STAA.
Aktivitas perdagangan saham pada hari itu berlangsung sangat dinamis, tercatat sebanyak 2.400.872 kali transaksi dengan total volume mencapai 31,26 miliar lembar saham, yang membukukan nilai transaksi fantastis sebesar Rp 21,02 triliun. Data ini juga menunjukkan bahwa 405 saham berhasil menguat, 254 saham melemah, sementara 152 saham lainnya bergerak stagnan.
Sementara itu, di kancah regional, pergerakan bursa saham Asia sore ini menunjukkan pola yang variatif. Indeks Nikkei Jepang terpantau melemah 640,79 poin atau 1,30 persen, mencapai 48.667,00. Berbeda dengan itu, Indeks Shanghai China menguat tipis 8,65 poin atau 0,22 persen ke posisi 3.922,41, diikuti oleh Indeks Hang Seng Hong Kong yang naik 186,21 poin atau 0,72 persen menjadi 25.967,98, serta Indeks Straits Times Singapura yang turut perkasa dengan kenaikan 18,99 poin atau 0,43 persen, ditutup pada level 4.412,91.
Ringkasan
Pada tanggal 23 Oktober 2025, IHSG mengalami kenaikan signifikan sebesar 1,49 persen, mencapai 8.274,35, didorong oleh data ekonomi domestik yang solid dan sentimen positif terkait rencana pembentukan perusahaan pengelola aset oleh Danantara Indonesia. Pertumbuhan kredit perbankan dan uang beredar (M2) juga menunjukkan peningkatan yang signifikan, didukung oleh keputusan Bank Indonesia untuk mempertahankan BI-Rate di level 4,75 persen.
Meskipun IHSG menunjukkan penguatan, investor diimbau untuk mewaspadai potensi pullback jangka pendek. Pasar saham global juga dipengaruhi oleh rilis data ekonomi dari berbagai negara, seperti data retail sales Inggris, HCOB Manufacturing PMI Flash Jerman, serta data inflasi dan kepercayaan konsumen dari Amerika Serikat. Secara sektoral, sektor properti mencatat kenaikan tertinggi.