Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami kemerosotan tajam pada penutupan sesi I perdagangan saham Jumat (17/10), terjerumus 180,46 poin atau setara 2,22 persen, mendarat di level 7.944,287. Bersamaan dengan itu, Indeks LQ45 juga tak luput dari tekanan, ditutup melemah 6,99 poin (0,90 persen) ke posisi 773,013.
Aktivitas perdagangan hari itu mencatat pergerakan yang didominasi penjualan, dengan 571 saham mengalami penurunan, berbanding 118 saham yang menguat, dan 115 saham yang stagnan. Total frekuensi transaksi mencapai 1,64 juta kali, melibatkan volume perdagangan sebanyak 23,1 miliar saham dengan nilai transaksi mencapai Rp 13,977 triliun.
Menelaah penyebab penurunan drastis IHSG, Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, menyoroti serangkaian faktor eksternal yang signifikan. Salah satu pemicu utamanya adalah permasalahan likuiditas yang melanda bank-bank di Amerika Serikat (AS), memicu kekhawatiran akan perlambatan ekonomi AS. “Nah ini yang membuat pasar sedikit apatis bahwa perekonomian di Amerika ini kemungkinan besar akan mengalami satu permasalahan perlambatan,” ungkap Ibrahim kepada kumparan, Jumat (17/10).
Selain itu, ketegangan yang memanas antara AS dan China, terutama setelah Presiden Trump mengumumkan rencana tarif 100 persen untuk berbagai produk dari China, serta ketidakpastian seputar penutupan pemerintahan AS (government shutdown), turut memperkeruh sentimen pasar modal. Ibrahim menegaskan, “Nah sebenarnya 3 faktor inilah yang membuat IHSG ini terus mengalami pelemahan. Apalagi kita melihat bahwa sampai saat ini hutang Amerika itu sudah USD 37,8 triliun.” Ia menambahkan, beban bunga tahunan atas hutang AS sebesar USD 37,8 triliun itu mencapai USD 1,2 triliun, yang secara fiskal membuat rasio utang hampir menyentuh 100 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) AS, sebuah kondisi yang dikhawatirkan dapat menimbulkan gejolak ekonomi serius.
Di tengah gempuran sentimen negatif eksternal, pemerintah Indonesia dilaporkan tengah mempersiapkan stimulus pemerintah tambahan untuk kuartal IV-2025. Namun, menurut Ibrahim, dampak dari stimulus tersebut belum mampu meresap ke pasar modal karena tekanan dari luar masih terlalu dominan. “Nah sehingga stimulus yang dihubungkan oleh pemerintah pun juga belum berdampak sama sekali terhadap pasar modal. Sehingga wajarlah kalau seandainya IHSG mengalami pelemahan 1,22 persen,” jelasnya. Meski demikian, Ibrahim melihat potensi penguatan IHSG di masa mendatang berkat rencana stimulus ini, namun ia mengingatkan bahwa pergerakan IHSG sangat bergantung pada arah pasar global, khususnya Eropa, Amerika, dan Asia. Dengan demikian, kelemahan pasar global akan turut memengaruhi pasar Indonesia, walau ia optimistis, “Tetapi ini hanya bersifat sementara, kemungkinan di minggu depan pun juga sudah berubah, IHSG pun juga sudah kembali menguat.”
Analisis dari sudut pandang teknikal juga memperkuat gambaran pasar yang penuh tantangan. Senior Analis Pasar, Nafan Aji Gusta, menjelaskan bahwa secara teknikal, IHSG diperkirakan memiliki ruang gerak terbatas (limited upside) akibat fase konsolidasi yang masih berlaku. Meskipun indikator Moving Average (MA20&60) cenderung menguat, namun Stochastics K_D dan Relative Strength Index (RSI) masih menunjukkan sinyal negatif. Nafan juga menyoroti bahwa sentimen pasar masih diwarnai oleh isu penutupan pemerintahan AS dan perang dagang AS-China, namun di sisi lain, optimisme akan penurunan Fed Rate pada akhir Oktober terus meningkat.
Dari ranah domestik, para pelaku pasar modal masih menanti hasil perilisan data Foreign Direct Investment (FDI) kuartal III-2025 yang diperkirakan akan terkontraksi, sebuah kondisi yang tentu akan memengaruhi pergerakan IHSG dalam jangka pendek. “Di sisi lain, Pemerintah dan Danantara terus mencari jalan keluar agar utang pokok KCIC dengan total mencapai Rp 81,3 triliun tidak menjadi beban fiskal negara,” tambahnya, menggarisbawahi tantangan domestik lain yang memerlukan perhatian.
Melengkapi analisis, Pengamat pasar modal, Lanjar Nafi, memberikan perspektif mengenai pelemahan di sesi pertama perdagangan saham akhir pekan yang ia nilai lebih disebabkan oleh aksi jual saham-saham konglomerasi. Saham-saham seperti DSSA, BREN, BRPT, dan CUAN yang sebelumnya menjadi motor penggerak IHSG, kini anjlok lebih dari 5 persen. Berbeda pandangan dengan Ibrahim, Lanjar justru menilai kabar stimulus ekonomi akan mulai terasa efeknya dalam waktu dekat, dibuktikan dengan adanya peralihan minat investor dari saham berbasis sentimen ke saham fundamental. “Hanya saja saat ini investor masih wait and see terhadap laporan keuangan (LK) Kuartal III 2025,” jelas Lanjar, menandakan adanya kehati-hatian investor sebelum mengambil langkah lebih lanjut.
Ringkasan
IHSG mengalami penurunan tajam pada sesi I perdagangan, tertekan oleh faktor eksternal seperti masalah likuiditas bank di AS, ketegangan AS-China, dan potensi government shutdown di AS. Analis menyoroti bahwa sentimen negatif ini lebih kuat daripada potensi dampak stimulus pemerintah Indonesia yang sedang dipersiapkan.
Selain faktor eksternal, pasar juga menantikan data FDI kuartal III yang diperkirakan terkontraksi, serta solusi untuk utang KCIC. Analis lain berpendapat bahwa pelemahan lebih disebabkan oleh aksi jual saham konglomerasi, sementara efek stimulus ekonomi diperkirakan akan segera terasa, meskipun investor masih wait and see terhadap laporan keuangan kuartal III.