IMF Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Menjadi 3,2 Persen pada 2025

Dana Moneter Internasional (IMF) baru-baru ini menyajikan kabar gembira dengan menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk tahun 2025 menjadi 3,2 persen. Angka ini menandai peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan estimasi sebelumnya, yaitu 3 persen pada Juli lalu, dan jauh melampaui proyeksi 2,8 persen pada April, ketika Presiden AS Donald Trump pertama kali menggaungkan perang tarif yang memicu kekhawatiran global.

Peningkatan proyeksi IMF ini tidak datang tanpa alasan kuat. Faktor pendorong utamanya adalah meredanya ketegangan perang tarif global dan membaiknya kondisi keuangan dunia yang sempat tertekan. Namun, di balik optimisme tersebut, IMF tetap mengeluarkan peringatan tegas mengenai ancaman baru yang masih membayangi, terutama dari panasnya perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang belum menemukan titik terang.

Mengutip laporan Reuters dan analisis dalam World Economic Outlook IMF, disebutkan bahwa serangkaian kesepakatan perdagangan terkini antara AS dan beberapa negara ekonomi besar berhasil meredam dampak terburuk dari ancaman tarif Presiden Trump. Langkah diplomatik ini, yang mencegah retaliasi besar-besaran, menjadi katalisator bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi global, menjadikannya revisi kenaikan kedua sejak April.

Pierre-Olivier Gourinchas, Kepala Ekonom IMF, menjelaskan bahwa selain tarif yang lebih rendah dari perkiraan, kinerja output global juga didukung oleh ketangkasan sektor swasta. Perusahaan-perusahaan global menunjukkan adaptabilitas luar biasa dengan mempercepat impor dan sigap mengubah rute rantai pasokan mereka, sebuah strategi yang efektif meredam gejolak yang ada.

“Intinya: tidak seburuk yang kita takuti, tetapi lebih buruk dari yang kita perkirakan setahun lalu, dan lebih buruk dari yang kita butuhkan,” ujar Gourinchas, menggambarkan suasana yang penuh kehati-hatian sebelum dimulainya pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia minggu ini. Pernyataannya mencerminkan realitas ekonomi yang lebih baik dari skenario terburuk, namun masih jauh dari kondisi ideal yang diinginkan.

Namun, ketenangan relatif ini kembali terusik oleh langkah Presiden Donald Trump. Ia mengancam akan mengenakan bea masuk sebesar 100 persen atas barang-barang Tiongkok, di luar tarif rata-rata 55 persen yang sudah ada. Ancaman ini merupakan balasan terhadap keputusan Beijing yang secara drastis memperluas kontrol ekspor tanah jarang, komoditas vital yang sangat dibutuhkan industri global.

Menyikapi eskalasi ini, Menteri Keuangan Scott Bessent pada hari Senin mengumumkan bahwa perundingan intensif sedang berlangsung. Tujuannya adalah untuk meredakan ketegangan dan mencegah eskalasi besar-besaran perang dagang antara AS dan Tiongkok yang berpotensi merugikan seluruh pihak.

Gourinchas memperingatkan, “Jelas, jika ini terwujud, ini akan menjadi risiko yang sangat signifikan bagi perekonomian global.” Ancaman bea masuk baru ini berpotensi memicu gelombang ketidakpastian dan mengganggu kembali stabilitas ekonomi yang mulai pulih.

Kesepakatan Dagang AS dengan Beberapa Negara

Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva, menegaskan bahwa keputusan sebagian besar negara untuk tidak membalas tarif yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump merupakan salah satu faktor utama yang memperkuat ketahanan ekonomi global. Sikap moderat ini berperan krusial dalam mencegah spiral retaliasi yang dapat memperburuk situasi.

“Sejauh ini, dan saya tidak bisa cukup menekankannya, dunia telah memilih untuk tidak membalas dan terus berdagang berdasarkan aturan yang berlaku,” ujar Georgieva dalam sebuah acara pada pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia di Washington. Menurutnya, pendekatan ini secara efektif berhasil menghindari eskalasi tarif yang berpotensi melumpuhkan perdagangan internasional.

Dukungan bagi pertumbuhan global juga datang dari penurunan tarif efektif AS. Tarif yang sebelumnya diprediksi rata-rata sebesar 23 persen, kini turun menjadi rata-rata 17,5 persen. Penurunan ini adalah hasil konkret dari kesepakatan dagang yang dicapai AS dengan Uni Eropa, Jepang, dan sejumlah mitra dagang penting lainnya, menciptakan lingkungan perdagangan yang lebih stabil.

Selain itu, faktor-faktor lain yang turut menopang ekonomi global meliputi kebijakan yang lebih baik dari berbagai negara untuk meningkatkan pengembangan sektor swasta dan alokasi sumber daya yang lebih efisien. Tak kalah penting adalah ketangkasan perusahaan dalam beradaptasi, dengan melakukan impor lebih awal dan segera mengatur ulang rantai pasokan untuk meminimalkan dampak terburuk dari tarif.

Namun, Georgieva juga mengingatkan bahwa ketahanan ekonomi ini dapat diuji oleh valuasi yang tinggi di pasar global, terutama pada sektor teknologi. Sektor ini telah memicu reli pasar yang luar biasa sepanjang tahun ini, namun juga membawa potensi risiko yang tidak terduga.

“Ini taruhan, taruhan yang sangat besar,” ujarnya. “Jika hasilnya memuaskan, fantastis, maka masalah kita dengan pertumbuhan yang rendah akan teratasi, karena kita akan melihat peningkatan produktivitas dan peningkatan pertumbuhan. Bagaimana jika realisasinya lambat atau tidak sepenuhnya terwujud? Lalu bagaimana?” Kata-kata Georgieva menggarisbawahi spekulasi dan ketidakpastian yang masih menyelimuti prospek jangka panjang.

Leave a Comment