Indeks saham acuan global yang berisikan emiten-emiten energi terbarukan kini mencatatkan reli tajam, berhasil melampaui kinerja aset safe-haven seperti emas dan juga indeks saham utama dunia. Fenomena ini sejalan dengan lonjakan permintaan energi hijau yang vital untuk menopang pertumbuhan infrastruktur kecerdasan buatan (AI) yang kian pesat.
Mengutip laporan Bloomberg, Indeks S&P Global Clean Energy Transition menorehkan kenaikan impresif hampir 50% terhitung sejak April 2025 hingga 7 Oktober 2025. Reli signifikan ini terjadi setelah pengumuman tarif impor oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang kala itu sempat mengguncang pasar keuangan global. Sebagai perbandingan, dalam periode yang sama, S&P 500 dan harga emas masing-masing hanya mencatatkan kenaikan sekitar 35%, menggarisbawahi keunggulan performa saham energi bersih.

Kinerja positif saham sektor hijau ini memancarkan optimisme kuat dari para investor. Mereka yakin bahwa kebutuhan energi yang kian masif untuk mendukung perkembangan AI tidak mungkin terpenuhi tanpa peran sentral dari energi terbarukan. Komitmen terhadap transisi energi rendah karbon juga tetap kokoh di berbagai negara seperti China, India, dan anggota Uni Eropa, serta sejumlah negara bagian di AS, meskipun pemerintahan Trump sebelumnya berupaya memangkas berbagai kebijakan hijau.
Selain faktor fundamental tersebut, suku bunga AS yang lebih rendah turut memberikan dorongan tambahan bagi sektor energi hijau. Sektor ini memang dikenal padat modal dan sangat bergantung pada pembiayaan utang, sehingga penurunan suku bunga menjadi katalis positif yang signifikan. Kebangkitan sektor ini juga berhasil menarik kembali minat besar dari para investor terhadap dana hijau.
Buktinya, Brookfield Asset Management pada Selasa lalu mengumumkan keberhasilan menghimpun dana senilai US$20 miliar untuk dana transisi energi bersih terbesar di dunia. Tak kalah menarik, Resolution Investors LLP juga meluncurkan dana ekuitas global bertema iklim dengan target penghimpunan US$1 miliar dalam beberapa tahun ke depan, menunjukkan kepercayaan pasar yang meluas terhadap investasi berkelanjutan.
Dalam periode yang sama, indeks saham energi bersih S&P juga telah mengungguli S&P Global Oil Index sejak awal April, bahkan mencatat kinerja lebih baik dibandingkan dengan seluruh indeks saham utama dunia dalam mata uang lokal, kecuali Korea Selatan. Shaheen Contractor, seorang analis ESG senior di Bloomberg Intelligence, menyoroti bahwa “Indeks energi bersih cenderung memiliki korelasi rendah dengan pasar saham secara umum, sehingga dapat berfungsi sebagai alokasi taktis ketika katalis positif muncul.”
Lebih lanjut, Contractor memproyeksikan bahwa permintaan energi yang didorong oleh AI dapat meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun 2028, sebuah skenario yang sangat menguntungkan sektor surya, penyimpanan energi, dan gas yang dapat dikembangkan dengan cepat. Beberapa perusahaan yang menjadi pemenang besar dalam reli ini antara lain Bloom Energy Corp. asal AS, produsen sel bahan bakar untuk pembangkit listrik, serta Goldwind Science & Technology Co. dari China, produsen turbin angin terbesar di dunia. Keduanya mencatat kenaikan harga saham hingga tiga digit sepanjang tahun ini, menegaskan potensi pertumbuhan yang luar biasa.
Meskipun demikian, nilai indeks energi bersih S&P saat ini masih berada di separuh dari level puncaknya pada tahun 2021, ketika minat terhadap investasi hijau mencapai titik tertinggi di tengah kebijakan suku bunga rendah selama pandemi. Namun, momentum saat ini diyakini sangat kuat. “Kita tengah berada di masa yang luar biasa, di mana pasar modal dan ekonomi riil sama-sama mempercepat upaya menuju keberlanjutan dan transisi energi,” ujar Aniket Shah, Managing Director dan Kepala Global Sustainability and Transition Strategy di Jefferies Financial Group Inc., optimis menyebutnya sebagai awal dari “masa kejayaan” investasi hijau.