Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan adanya gejolak harga telur dan daging ayam ras yang menjadi pemicu inflasi Oktober 2025. Lonjakan harga pada dua komoditas pokok ini tak lepas dari tingginya permintaan untuk menopang kebutuhan program Makan Bergizi Gratis (MBG), sebuah inisiatif yang kian gencar dijalankan pemerintah.
Secara spesifik, harga telur ayam ras tercatat mengalami kenaikan signifikan hingga 7,3% (year-on-year/yoy), dengan rata-rata mencapai Rp31.387/kg pada Oktober 2025. Sementara itu, daging ayam ras juga menunjukkan tren kenaikan harga sebesar 3% (yoy), dengan harga rata-rata menyentuh Rp38.428/kg dalam periode yang sama. Data ini menggarisbawahi tekanan inflasi yang tengah dihadapi masyarakat.
Telisa Aulia Falianty, Plt Deputi II Bidang Perekonomian dan Pangan Kantor Staf Presiden (KSP), menjelaskan bahwa disparitas harga daging ayam ras di berbagai daerah masih tergolong aman karena tidak melampaui Harga Acuan Pembelian (HAP) yang ditetapkan sebesar Rp40.000 per kg. Namun, situasi berbeda terjadi pada harga telur ayam ras. Disparitasnya dinilai tinggi dan mengkhawatirkan karena telah melampaui HAP Rp30.000 per kg, menandakan perlunya perhatian serius. Selain tingginya permintaan, kenaikan harga jagung di tingkat peternak juga menjadi faktor krusial yang turut memicu kenaikan harga telur.
“Memang ada kenaikan demand karena kebutuhan telur semakin meningkat, tapi ada faktor supply juga dari sisi input jagung yang perlu kita perhatikan,” ujar Telisa dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2025 yang berlangsung pada Selasa, 4 November. Pernyataan ini menegaskan kompleksitas masalah antara peningkatan permintaan dan tantangan pasokan input produksi.
Mer espons dinamika ini, Menteri Peternakan sekaligus Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Andi Amran Sulaiman, menyatakan komitmen pemerintah untuk meningkatkan pasokan telur dan daging ayam ras. Rencananya, pasokan akan ditambah melalui pembangunan peternakan ayam baru, dengan alokasi dana yang tidak sedikit, yakni mencapai Rp20 triliun, demi menjaga stabilitas harga dan ketersediaan pangan.
Sebelumnya, Bapanas telah melakukan simulasi cermat mengenai kebutuhan telur dan daging ayam ras untuk program MBG tahun 2025, dengan landasan rekomendasi ‘Isi Piringku’ dari Kementerian Kesehatan. Berdasarkan asumsi awal 15,4 juta penerima, program pemberian menu telur tiga kali per pekan memerlukan sekitar 127 ribu ton telur. Sementara itu, untuk daging ayam ras, kebutuhan awal tercatat sekitar 70 ribu ton untuk pemberian menu dua kali per pekan.
Namun, dengan melonjaknya jumlah penerima MBG yang kini mencapai 40 juta jiwa, kebutuhan komoditas ini pun turut meningkat drastis. Diperkirakan, program ini kini membutuhkan 330,2 ribu ton telur dan 182 ribu ton daging ayam ras untuk memenuhi kebutuhan seluruh penerima. Angka-angka ini menunjukkan skala besar dari program dan dampaknya terhadap pasar.
Dari catatan Bapanas, produksi nasional telur ayam ras per tahun mencapai 6,3 juta ton, yang berarti kebutuhan 40 juta penerima MBG setara dengan sekitar 5,2% dari total produksi tahunan. Untuk daging ayam ras, dari total produksi 3,8 juta ton per tahun, sekitar 4,7% dibutuhkan untuk menopang program ini, menunjukkan besarnya kontribusi sektor peternakan untuk keberlangsungan program pangan nasional.
Baca juga:
- Respons BGN soal MBG Picu Lonjakan Harga Telur dan Daging Ayam
- BPS: Program MBG Dorong Lonjakan Inflasi Telur dan Daging Ayam Ras
- Danantara akan Danai Proyek Peternakan Ayam Senilai Rp 20 Triliun