Muamalat.co.id – JAKARTA. Nilai tukar rupiah menunjukkan tren pelemahan signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS), mencerminkan dinamika pasar global dan domestik yang kompleks. Menurut laporan Bloomberg pada Jumat (10/10), rupiah melemah tipis 0,01% secara harian, menempatkan posisinya di angka Rp 16.570 per dolar AS. Sementara itu, berdasarkan data Jisdor Bank Indonesia (BI), pelemahan rupiah lebih terasa, turun 0,30% secara harian menjadi Rp 16.585 per dolar AS.
Pelemahan ini, menurut Presiden Komisioner HFX Internasional Berjangka, Sutopo Widodo, merupakan penutupan yang kurang menguntungkan pada perdagangan terakhir pekan lalu, bahkan menguji level resistensi (batas atas) baru di atas Rp 16.580. Menyongsong awal pekan, tepatnya Senin (13/10), Sutopo memperkirakan tekanan pelemahan ini masih akan berlanjut, meskipun diyakini akan tertahan oleh intervensi Bank Indonesia (BI) yang proaktif.
Salah satu pendorong utama di balik tekanan ini adalah penguatan berkelanjutan Indeks Dolar AS (DXY). Jika DXY terus menguat di atas level psikologis utamanya selama akhir pekan, didorong oleh ekspektasi pasar terhadap sikap Federal Reserve (The Fed) yang cenderung hawkish atau data ketenagakerjaan AS yang kuat, maka nilai tukar rupiah dipastikan akan kembali berada di bawah tekanan pada awal pekan perdagangan.
Namun, di tengah gejolak eksternal, peran Bank Indonesia menjadi krusial. Langkah dan komunikasi BI yang konsisten dalam menjaga nilai tukar serta stabilitas pasar melalui intervensi di pasar spot dan domestic non-deliverable forward (DNDF) menjadi faktor pendukung terkuat bagi rupiah. Oleh karena itu, pelaku pasar akan mencermati sinyal-sinyal intervensi lanjutan dari BI pada awal pekan untuk mengukur arah pergerakan rupiah.
Menjelaskan lebih lanjut, Sutopo mengungkapkan kepada Kontan pada Jumat (10/10) bahwa “Pergerakan rupiah pada hari Senin akan didominasi oleh perimbangan antara kekuatan dolar AS di pasar global dan daya tahan fundamental domestik yang didukung oleh kebijakan otoritas moneter.” Berdasarkan analisisnya, rupiah diproyeksikan masih akan berada dalam mode konsolidasi yang cenderung melemah, bergerak di rentang Rp 16.500 – Rp 16.625 per dolar AS pada Senin (13/10).
Sejalan dengan pandangan tersebut, Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, mengamati bahwa sepanjang pekan lalu, nilai tukar rupiah cenderung bergerak sideways. Kondisi ini disebabkan oleh sikap wait and see para investor di pasar keuangan yang mencermati perkembangan global.
Untuk awal pekan ini, Josua menambahkan bahwa para investor masih menantikan progres dari potensi government shutdown di AS, serta perkembangan politik di Eropa dan Jepang yang dapat mempengaruhi sentimen pasar. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, Josua memperkirakan bahwa rupiah pada Senin (13/10) akan bergerak dalam rentang serupa dengan proyeksi Sutopo, yakni antara Rp 16.500 – Rp 16.625 per dolar AS.