JAKARTA – Menjelang kuartal IV tahun 2025, pasar keuangan kembali dihadapkan pada gelombang volatilitas yang tinggi. Dinamika global yang fluktuatif serta ketidakpastian arah kebijakan moneter menjadi pemicu utama gejolak ini. Namun, para analis pasar sepakat bahwa peluang untuk meraih imbal hasil yang optimal tetap terbuka lebar, asalkan investor mampu menerapkan strategi yang disiplin dan selaras dengan profil risiko mereka.
Wahyu Laksono, Founder Traderindo.com, menyoroti pentingnya fokus pada strategi investasi jangka panjang sebagai kunci utama menghadapi pasar yang bergejolak. Menurutnya, investor harus menetapkan tujuan keuangan yang jelas dan memahami profil risiko sejak awal, baik itu konservatif, moderat, maupun agresif, agar tetap tenang di tengah fluktuasi pasar. “Sesuaikan portofolio kita dengan toleransi risiko yang dimiliki,” tegas Wahyu pada Senin (13/10/2025).

Sejalan dengan pandangan tersebut, Perencana Keuangan Advisors Alliance Group, Andy Nugroho, menyarankan agar investor mempertimbangkan untuk mengubah pendekatan investasinya. Dari sekadar trading jangka pendek, kini saatnya beralih ke investasi berbasis dividen yang menawarkan stabilitas lebih. Di sisi lain, Analis BRI Danareksa Sekuritas, Chory Agung Ramdhani, menekankan bahwa di tengah volatilitas, disiplin investasi jangka panjang bisa diperkuat melalui metode dollar-cost averaging (DCA) atau investasi berkala tanpa terlalu memedulikan harga pasar saat ini.
Melihat kondisi pasar ke depan, Chory Agung Ramdhani mengidentifikasi beberapa sektor prospektif. Fokus utama investasi, menurutnya, ada pada sektor hilirisasi komoditas dan energi baru terbarukan (EBT). Tidak hanya itu, perbankan besar juga diprediksi akan terus menjadi jangkar stabilitas bagi pasar. Dari segi instrumen, obligasi negara dianggap menawarkan pendapatan tetap yang stabil, sangat cocok di tengah ketidakpastian suku bunga global.
Para ahli lainnya turut memperkaya daftar potensi investasi. Andy Nugroho melihat prospek cerah di sektor teknologi dan pembangunan infrastruktur. Sementara itu, Wahyu Laksono menambahkan bahwa sektor digital, teknologi hijau, obligasi pemerintah, dan emas akan menjadi instrumen investasi tangguh untuk menghadapi ketidakpastian global yang berkelanjutan.
Strategi Investasi untuk Mengarungi Volatilitas Pasar
Terkait strategi, Wahyu Laksono menggarisbawahi pentingnya diversifikasi portofolio ke berbagai instrumen seperti saham, obligasi, properti, dan emas. Melakukan rebalancing secara berkala juga krusial untuk menjaga komposisi aset tetap seimbang, memungkinkan investor “menjual tinggi” dan “membeli rendah” secara otomatis. Untuk memitigasi risiko, fokus pada saham berfundamental kuat (blue chip) dan obligasi pemerintah disarankan, dengan emas berfungsi sebagai lindung nilai di tengah ketidakpastian global.
Chory Agung Ramdhani menyarankan strategi investasi di kuartal IV 2025 perlu menggabungkan optimisme dengan kehati-hatian. “Penting untuk memperbesar porsi cash atau dana likuid sebagai amunisi untuk memanfaatkan koreksi,” ungkapnya. Momentum window dressing, lanjut Chory, dapat dimanfaatkan secara selektif, terutama pada saham big caps berfundamental kuat serta saham dividen yang prospektif di awal tahun berikutnya. Penyesuaian alokasi investasi berdasarkan profil risiko masing-masing investor menjadi faktor penentu keberhasilan.
Bagi investor konservatif, Chory menyarankan prioritas pada stabilitas. Mayoritas dana dapat dialokasikan ke obligasi (sekitar 40%-60%), diikuti oleh kas atau reksa dana pasar uang (RDPU) sekitar 20%-40%, dengan porsi saham yang lebih kecil (sekitar 10%-30%). Pendekatan ini bertujuan untuk menjaga modal dan menghindari risiko berlebihan.
Sementara untuk investor moderat, prinsip keseimbangan menjadi panduan utama. Idealnya, investor jenis ini dapat menempatkan sekitar 40%-60% dana di saham, sisanya dibagi merata untuk obligasi sekitar 30%-40%, dan kas atau RDPU sekitar 10%-20%. Komposisi ini memungkinkan pertumbuhan sekaligus menjaga tingkat risiko yang terukur.
Adapun bagi investor agresif, fokus tetap pada pertumbuhan maksimal. Mayoritas investasi direkomendasikan di saham atau reksa dana saham, berkisar antara 60%-80%, dengan porsi kas minimal sekitar 10%-20%. Strategi ini menargetkan potensi keuntungan tinggi, meskipun disertai dengan tingkat risiko yang juga lebih tinggi.
Ringkasan
Menjelang akhir tahun 2025, pasar keuangan menunjukkan volatilitas tinggi akibat dinamika global dan ketidakpastian kebijakan moneter. Para analis menyarankan investor untuk fokus pada strategi investasi jangka panjang, menyesuaikan portofolio dengan profil risiko masing-masing, dan mempertimbangkan investasi berbasis dividen untuk stabilitas.
Diversifikasi portofolio, rebalancing berkala, serta fokus pada saham berfundamental kuat (blue chip) dan obligasi pemerintah disarankan untuk memitigasi risiko. Sektor hilirisasi komoditas, energi baru terbarukan (EBT), teknologi, dan pembangunan infrastruktur dianggap prospektif. Alokasi investasi perlu disesuaikan berdasarkan profil risiko, mulai dari konservatif, moderat, hingga agresif.