
Muamalat.co.id JAKARTA. Meskipun dinamika pasar tak pernah sepi dari gejolak, prospek investasi di Indonesia diperkirakan tetap konstruktif hingga penghujung tahun 2025. Para investor, dengan strategi yang tepat, masih memiliki peluang signifikan untuk mengubah tantangan menjadi kesempatan menguntungkan di tengah kondisi yang fluktuatif.
Menurut Felix Darmawan, Ekonom Panin Sekuritas, beberapa sentimen krusial yang patut dicermati oleh para pelaku pasar modal meliputi perkembangan politik domestik, arah kebijakan suku bunga oleh The Fed dan Bank Indonesia (BI), dinamika pergerakan nilai rupiah, fluktuasi harga komoditas global, serta aliran dana asing yang masuk atau keluar dari pasar domestik.
Felix menambahkan, selama fundamental ekonomi Indonesia kokoh—ditandai dengan defisit fiskal yang rendah, inflasi yang terkendali, dan pertumbuhan ekonomi yang stabil—maka setiap koreksi pasar yang terjadi cenderung bersifat temporer atau jangka pendek. Hal ini memberikan sinyal positif bahwa fondasi ekonomi nasional cukup kuat menahan gejolak eksternal.
Bagi investor yang mencari instrumen dengan tingkat risiko lebih rendah, obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) masih sangat menarik. Felix menjelaskan bahwa imbal hasil yang ditawarkan SBN saat ini tetap atraktif, menjadikannya pilihan solid untuk stabilitas portofolio investasi.
Daya tarik SBN kian bertambah dengan adanya potensi capital gain, terutama jika Bank Indonesia turut mengikuti tren global untuk melakukan pemangkasan suku bunga pada tahun mendatang. Skenario ini bisa memberikan keuntungan tambahan bagi pemegang obligasi.
Begini Strategi Alokasi Portofolio Investasi Sesuai Profil Investor di Sisa 2025
Selain itu, emas juga direkomendasikan sebagai instrumen lindung nilai yang efektif, terutama dalam menghadapi ketidakpastian politik dan ekonomi baik di kancah domestik maupun global. Sementara itu, kripto dapat menjadi pilihan diversifikasi yang menarik bagi investor agresif, meskipun perlu diwaspadai tingginya volatilitas serta potensi efek musiman seperti “September Effect”.
Mempertahankan sebagian dana dalam bentuk cash juga merupakan strategi yang bijaksana. Menurut Felix, langkah ini memberikan fleksibilitas kepada investor untuk sigap memanfaatkan peluang “beli murah” ketika pasar mengalami koreksi, sehingga dapat mengoptimalkan potensi keuntungan.
Melengkapi pandangan tersebut, Eko Endarto, Perencana Keuangan dari Finansia Consulting, menegaskan bahwa investor memiliki dua perspektif utama dalam menyikapi kondisi pasar saat ini: sebagai sebuah kesempatan atau sebagai ancaman. Bagi mereka yang melihatnya sebagai kesempatan, periode ini adalah momen ideal untuk memperbaiki dan memperkaya portofolio investasi, terutama saat pasar sedang mengalami tekanan atau penurunan.
Namun, jika investor menginterpretasikan situasi ini sebagai potensi krisis, maka strategi terbaik adalah dengan memprioritaskan kepemilikan cash. Urutan selanjutnya adalah mengalokasikan dana pada emas, dan baru kemudian mempertimbangkan instrumen lain seperti kripto.
Rasionalitas di balik strategi ini cukup jelas: cash memberikan fleksibilitas dan membuka berbagai pilihan serta kesempatan bagi investor untuk bergerak lincah di tengah situasi krisis. Sementara itu, emas berfungsi sebagai aset pelindung, efektif mengamankan nilai aset dari potensi penurunan nilai mata uang atau inflasi.
Eko menambahkan, kripto kini juga dapat dianggap sebagai aset yang relatif aman karena sifatnya yang tidak berbentuk fisik dan pengakuannya yang kian meluas, serta penggunaannya di berbagai belahan dunia, menjadikannya opsi menarik dalam diversifikasi portofolio.
Ethereum, Emas dan Obligasi Cetak Return Tinggi, Intip Proyeksinya di Akhir Tahun
Lebih lanjut, prospek iklim investasi di masa depan akan sangat bergantung pada kemampuan pemerintah dalam menjamin keamanan domestik, dengan pengelolaan yang benar dan ditangani oleh pihak yang kompeten. Stabilitas ini diharapkan dapat mempercepat pemulihan kondisi ekonomi secara menyeluruh.
Secara khusus, Eko memproyeksikan bahwa sepanjang tahun 2025, situasi investasi akan tetap kondusif, asalkan iklim politik domestik terjaga stabil dan bebas dari kegaduhan yang dapat memicu ketidakpastian.
Menyikapi berbagai dinamika ini, Eko Endarto kemudian merinci beberapa strategi diversifikasi portofolio yang disesuaikan dengan profil risiko masing-masing investor, demi mengoptimalkan potensi keuntungan sekaligus memitigasi risiko.
Bagi investor konservatif, alokasi yang disarankan adalah 50% dana dalam bentuk cash dan 50% sisanya ditempatkan pada emas. Sementara itu, investor moderat disarankan untuk memegang 50% cash, 30% pada emas, dan 20% pada instrumen saham.
Adapun untuk investor agresif, Eko menyarankan pembagian portofolio sebesar 50% di emas dan 50% sisanya dapat dialokasikan pada saham atau kripto, sesuai dengan toleransi risiko dan potensi keuntungan yang diharapkan.
Ringkasan
Di tengah dinamika pasar yang fluktuatif, investasi di Indonesia diperkirakan tetap konstruktif hingga 2025. Faktor-faktor seperti perkembangan politik, kebijakan suku bunga, nilai rupiah, harga komoditas global, dan aliran dana asing perlu dicermati. Fundamental ekonomi Indonesia yang kokoh menjadi kunci ketahanan terhadap gejolak eksternal, menjadikan koreksi pasar bersifat jangka pendek.
Untuk investasi aman, obligasi pemerintah (SBN) dan emas direkomendasikan. SBN menawarkan imbal hasil yang menarik dengan potensi capital gain, sementara emas berfungsi sebagai lindung nilai terhadap ketidakpastian. Strategi diversifikasi portofolio juga penting, dengan alokasi aset yang disesuaikan dengan profil risiko masing-masing investor, mulai dari konservatif hingga agresif, dengan mempertimbangkan alokasi pada cash, emas, saham, atau kripto.