Jakarta, IDN Times – Ketika OpenAI didirikan pada 2015, visinya begitu luhur: memastikan akal imitasi atau kecerdasan buatan (AI) membawa manfaat semaksimal mungkin bagi seluruh umat manusia. Namun, tak sampai satu dekade berlalu, lembaga penelitian yang awalnya nonprofit itu kini berada di ambang transformasi besar, bersiap memasuki tahap paling komersial dalam sejarahnya. Rencana penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) yang ambisius membidik valuasi menembus angka 1 triliun dolar AS, atau setara dengan sekitar Rp16 kuadriliun.
Jika rencana IPO ini terwujud, OpenAI tidak hanya akan menyabet gelar sebagai salah satu perusahaan paling berharga di dunia, namun juga akan sejajar dengan raksasa teknologi seperti Apple, Microsoft, dan Nvidia dalam hal valuasi pasar. Akan tetapi, langkah besar menuju bursa saham ini bukan sekadar ekspansi bisnis. Ini adalah ujian krusial: mampukah sebuah perusahaan yang lahir atas nama etika dan inovasi, tetap teguh di bawah tekanan pasar publik yang berorientasi pada keuntungan semata?
Dari Laboratorium Riset Menuju Pemimpin Pasar AI
Perjalanan OpenAI dari sebuah laboratorium penelitian menjadi pemimpin di industri AI global adalah kisah yang terukir secara bertahap, bukan dalam semalam. Serangkaian terobosan signifikan, seperti model GPT, DALL·E, dan Codex, telah membuka era baru dalam pembelajaran mesin. Namun, tonggak terbesar yang mengubah segalanya datang melalui ChatGPT, yang secara dramatis bertransformasi dari eksperimen gratis menjadi produk viral dengan lebih dari 800 juta pengguna mingguan, menjadikannya fenomena teknologi yang tak terbantahkan.
Kesuksesan luar biasa ini memicu perubahan fundamental pada struktur internal OpenAI. Pada 2019, perusahaan memperkenalkan model “capped-profit” yang inovatif, sebuah langkah strategis yang memungkinkan pembentukan entitas for-profit di bawah payung lembaga nonprofit aslinya. Tujuan utamanya adalah menyeimbangkan kebutuhan modal yang masif dengan misi sosial yang diemban. Struktur hibrida inilah yang menjadi fondasi bagi pertumbuhan eksplosif OpenAI yang kita saksikan saat ini.
Pada awal 2025, melalui penjualan saham sekunder (secondary share sale), valuasi OpenAI melonjak hingga 500 miliar dolar AS, menjadikannya private company paling bernilai di dunia, melampaui perusahaan sekelas SpaceX. Dilansir oleh Techloy, transaksi monumental ini melibatkan investor-investor kakap seperti SoftBank, Thrive Capital, Dragoneer, MGX Abu Dhabi, dan T. Rowe Price, dengan total saham yang diperdagangkan mencapai 6,6 miliar dolar AS.
Rencana IPO Raksasa Mulai Tersusun
Menurut laporan eksklusif dari Reuters, OpenAI kini dikabarkan tengah aktif mempersiapkan penawaran umum perdana atau IPO-nya, dengan target valuasi yang fantastis, yaitu 1 triliun dolar AS—potensial menjadi salah satu yang terbesar dalam sejarah korporasi. Tiga sumber anonim yang akrab dengan masalah ini menyebutkan bahwa perusahaan sedang mempertimbangkan pengajuan ke regulator sekuritas pada paruh kedua tahun 2026, dengan kemungkinan pencatatan saham di bursa pada tahun 2027.
Meski demikian, OpenAI secara resmi menegaskan bahwa IPO belum menjadi prioritas utama mereka saat ini. “IPO bukan fokus kami, jadi kami sama sekali belum menentukan tanggal. Kami sedang membangun bisnis yang berkelanjutan dan menjalankan misi agar semua orang mendapat manfaat dari AGI (Artificial General Intelligence),” ujar juru bicara OpenAI, seperti yang dilansir oleh Yahoo Finance.
Namun, dalam siaran langsung pada Selasa (28/10), CEO OpenAI, Sam Altman, memberikan pandangan yang lebih terbuka. Ia mengakui bahwa IPO tampaknya merupakan jalur yang paling realistis bagi perusahaan. “Saya pikir bisa dibilang itu jalur yang paling mungkin bagi kami, mengingat kebutuhan modal yang akan kami hadapi,” ujarnya, mengisyaratkan adanya pertimbangan pragmatis di balik wacana IPO.
Kebutuhan Modal yang Luar Biasa Besar
Ambisi besar OpenAI untuk menciptakan kecerdasan buatan umum (AGI) memang sebanding dengan tantangan finansial yang luar biasa. Sam Altman memperkirakan, pembangunan infrastruktur AI generasi berikutnya bisa menelan biaya hingga 1,4 triliun dolar AS—sebuah angka yang bahkan melebihi Produk Domestik Bruto (PDB) negara seperti Spanyol atau Australia. Besarnya angka ini menggarisbawahi skala investasi yang dibutuhkan.
Dana masif tersebut rencananya akan dialokasikan untuk pengembangan chip khusus yang mutakhir, pembangunan pusat data global yang canggih, serta peningkatan sistem pelatihan model AI berskala besar yang sangat boros energi. Di tengah kebutuhan modal yang fantastis ini, pendapatan OpenAI terus menunjukkan pertumbuhan impresif, mencapai 4,3 miliar dolar AS pada paruh pertama 2025. Sebagian besar pendapatan ini berasal dari langganan ChatGPT Plus, lisensi perusahaan, dan kemitraan cloud yang strategis.
Namun, pertumbuhan pendapatan ini datang bersamaan dengan biaya operasional yang tak kalah besar. Meskipun pendapatan tahunan diproyeksikan mencapai 20 miliar dolar AS pada akhir 2025, kerugian operasional juga meningkat secara signifikan. Inilah mengapa rencana IPO dipandang bukan sekadar peluang untuk mendapatkan keuntungan, melainkan juga kebutuhan strategis yang fundamental untuk menjaga keberlanjutan bisnis sekaligus mendanai ekspansi global yang agresif.
Perubahan Struktur dan Pengaruh Investor Besar
Menjelang potensi IPO, OpenAI baru saja menjalani restrukturisasi besar-besaran untuk memperkuat posisinya menuju pasar publik. Kini, perusahaan secara formal dikendalikan oleh OpenAI Foundation, sebuah entitas nonprofit yang memiliki 26 persen saham dan berhak atas tambahan saham jika target kinerja tertentu tercapai. Struktur unik ini memastikan bahwa lembaga nonprofit tetap memiliki kendali moral atas arah perusahaan, sekaligus menjadi bagian dari keberhasilan finansial di masa depan.
Investor besar seperti Microsoft, yang telah menanamkan dana sekitar 13 miliar dolar AS, kini memegang sekitar 27 persen saham OpenAI. Di sisi lain, investor-investor awal seperti SoftBank, Thrive Capital, dan MGX Abu Dhabi diperkirakan akan menjadi pihak yang paling diuntungkan secara signifikan jika IPO tersebut berhasil terlaksana dan mencapai valuasi yang ditargetkan.
Langkah restrukturisasi ini juga memiliki tujuan strategis lain yang krusial: memungkinkan OpenAI untuk mengurangi ketergantungan pada Microsoft dan membuka peluang akuisisi menggunakan saham publik di masa mendatang. Hal ini sebelumnya sulit dilakukan karena statusnya sebagai private company, yang membatasi fleksibilitas dalam struktur kepemilikan dan pendanaan.
Antara Etika, Inovasi, dan Tekanan Pasar Publik
Di tengah semua ambisi dan persiapan ini, OpenAI menghadapi dilema besar yang kompleks: bagaimana menjaga misi sosial dan integritas etika yang menjadi pondasi pendiriannya, di tengah tekanan investor publik yang menuntut keuntungan cepat dan maksimal. Sebagai Public Benefit Corporation (PBC), OpenAI secara hukum wajib menyeimbangkan tujuan sosialnya dengan tanggung jawab fiduciary kepada pemegang saham.
Namun, keseimbangan ini akan menjadi tantangan yang sangat sulit untuk dijaga. Investor akan terus menginginkan pertumbuhan profitabilitas yang agresif, regulator akan menuntut pengawasan yang ketat dan kepatuhan yang tinggi, sementara publik berharap adanya transparansi penuh serta keamanan dalam setiap pengembangan AI. Banyak analis menilai bahwa hasil dari IPO ini akan menjadi tolok ukur penting bagi seluruh industri AI, apakah perusahaan teknologi bisa tetap idealis dan berkomitmen pada misi sosial di tengah pasar yang secara fundamental digerakkan oleh laba.
Jika IPO tersebut benar-benar terwujud, OpenAI tidak hanya akan mencatatkan salah satu penawaran umum terbesar dalam sejarah teknologi. Lebih dari itu, ia akan menandai sebuah momen penting di mana idealisme, inovasi teknologi mutakhir, dan kapitalisme bertemu di satu titik krusial. Ini akan menjadi tonggak bagi public company pertama di dunia dengan valuasi triliunan dolar yang berbentuk Public Benefit Corporation (PBC), bukan sekadar perusahaan profit murni, sebuah model yang berpotensi mendefinisikan ulang masa depan korporasi teknologi global.
Ringkasan
OpenAI, yang didirikan dengan visi mulia untuk memastikan AI bermanfaat bagi umat manusia, kini bersiap untuk IPO dengan valuasi yang menargetkan 1 triliun dolar AS. Langkah ini akan menempatkan OpenAI sejajar dengan raksasa teknologi seperti Apple dan Microsoft, namun juga menghadirkan tantangan besar dalam menjaga etika dan inovasi di tengah tekanan pasar yang berorientasi pada keuntungan.
Perjalanan OpenAI dari laboratorium riset menjadi pemimpin pasar AI, terutama berkat kesuksesan ChatGPT, telah mengubah struktur internal perusahaan. IPO ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan modal yang sangat besar untuk pengembangan AGI, yang diperkirakan mencapai 1,4 triliun dolar AS. Meskipun menghadapi tantangan menyeimbangkan misi sosial dengan tuntutan investor, IPO OpenAI berpotensi menjadi tolok ukur bagi industri AI dan mendefinisikan ulang masa depan korporasi teknologi global.