January effect berisiko terbatas, dampak profit taking intai IHSG

Muamalat.co.id , JAKARTA – Peluang kian semaraknya pasar saham Tanah Air melalui momentum January Effect, membawa sejumlah risiko yang tidak dapat dilepaskan dari kondisi makroekonomi global maupun domestik.

Equity Research Analyst Kiwoom Sekuritas Miftahul Khaer menerangkan, peluang penguatan indeks harga saham gabungan (IHSG) melalui momentum ini memang terbuka, tetapi akan terbatas jika dibandingkan reli IHSG pada 2025.

Salah satu faktor yang mendorong terbatasnya penguatan IHSG adalah kinerja indeks yang telah menguat lebih dari 20% sepanjang tahun berjalan 2025 (year-to-date/ytd). Meskipun begitu, sejumlah faktor berisiko membatalkan potensi reli pada Januari itu.

: Berburu Saham Potensial Cuan Jelang Momentum January Effect 2026

Beberapa hal seperti koreksi teknikal pasca-reli panjang IHSG, volatilitas arus masuk dana asing, pergerakan yield treasury AS, hingga ketidakpastian arah ekonomi global pada tahun mendatang.

“Sehingga tidak menutup kemungkinan January Effect kali ini berjalan lebih terbatas atau bahkan terdistorsi oleh aksi profit taking,” katanya, Senin (29/12/2025).

: : Angkasa Pura Resmi Jadi Pemegang Saham GMFI Usai Inbreng Lahan Rp5,66 Triliun

Senada, Head of Research KISI Sekuritas Muhammad Wafi turut menilai peluang terjadinya January Effect cenderung terbuka pada tahun mendatang. Beberapa katalis yang diprediksi mampu mendorong hal tersebut antara lain realokasi aset investor institusi besar dan aksi pelonggaran moneter The Fed.

Belum lagi, peluang masuknya dana asing akibat pelemahan dolar AS juga diprediksi bakal membuat emerging market kian bertenaga pada awal tahun. Indonesia dinilai menjadi salah satu target investor asing lantaran makroekonomi yang cenderung stabil. Namun, risiko tetap terbuka di tengah peluang ini.

: : Menakar Peluang January Effect 2026 saat Pasar Saham Kinclong Akhir Tahun Ini

“Hati-hati dengan high base effect dan valuasi mahal setelah rally lebih dari 20% pada 2025. Rawan profit taking kalau laporan keuangan tidak sesuai ekspektasi. Sentimen eksternal seperti geopolitik bisa menjadi penghambat juga,” katanya kepada Bisnis, Senin (29/12/2025).

Hal serupa disampaikan oleh Customer Engagement & Market Analyst Department Head BRI Danareksa Sekuritas (BRIDS) Chory Agung Ramdhani. Menurutnya, risiko global dan domestik berpeluang menggagalkan potensi penguatan January Effect.

Dari global, risiko resesi AS dan potensi kebijakan tarif perdagangan internasional yang agresif berpeluang menjadi salah satu penghambat rally ini. Sementara dari dalam negeri, likuiditas perbankan yang masih ketat menjadi salah satu tantangannya.

Di tengah kondisi ini, Chory memberikan rekomendasi alokasi aset investasi berupa 60% saham lapis pertama, 30% saham lapis kedua, dan 10% cash. Menurunya, saham lapis pertama yang layak diperhatikan adalah BBCA, BMRI, BBNI, ICBP, hingga CTRA.

“Fokus pada yield dividen tinggi dan pertumbuhan laba yang stabil,” katanya, Senin (29/12/2025).

Sementara terhadap saham lapis kedua, sektor teknologi, energi, dan ritel dinilai layak diperhatikan. Beberapa saham seperti PT Petrosea Tbk. (PTRO) dan PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk. (CUAN).

Saham lapis kedua penting untuk diperhatikan dalam strategi memanfaatkan rotasi sektoral. Terakhir, cash tetap dibutuhkan investor untuk backup terhadap potensi volatilitas awal tahun.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Leave a Comment