Muamalat.co.id , JAKARTA — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan bahwa porsi penerbitan surat utang jangka pendek pada 2026 tidak akan membuat utang semakin membengkak.
Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu mengemukakan bahwa peningkatan porsi penerbitan instrumen utang jangka pendek, alias Surat Perbendaharaan Negara (SPN), ditujukan untuk pendalaman pasar dan pembiayaan yang lebih efisien.
Febrio menjelaskan penambahan porsi penerbitan SPN ini menjadi salah satu upaya manajemen kas pemerintah, bukan menambah porsi pembiayaan yang sudah ditetapkan di APBN 2026.
: Purbaya Kian Agresif Terbitkan Surat Utang Jangka Pendek, Ini Tujuannya
“Justru kami ingin punya sumber pembiayaan yang lebih efisien, dibandingkan kalau kami semuanya hanya issue [SBN] jangka panjang 10 tahun. Kami tahu pasar jangka pendek juga cukup reliable. Jangka pendek bunganya lebih murah daripada jangka panjang,” terangnya kepada wartawan, dikutip Rabu (24/12/2025).
Di sisi lain, Febrio menyebut kebijakan yang nantinya dijalankan oleh Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJPPR) Kemenkeu itu sejalan dengan keinginan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa.
: : Emisi Surat Utang BUMN 2025 Pecah Rekor Tertinggi dalam 5 Tahun
Pejabat eselon I Kemenkeu yang sebelumnya merupakan ekonom Universitas Indonesia (UI) itu menerangkan, permintaan pasar terhadap instrumen investasi dengan tenor pendek cukup tinggi. Apalagi, jika instrumen itu dijamin pemerintah.
Di sisi lain, pemerintah juga ingin memiliki manajemen kas yang lebih efisien. Dalam catatan Bisnis, Menkeu Purbaya juga beberapa kali mengeluhkan kas pemerintah pusat maupun daerah yang berasal dari penerbitan SBN justru mengendap di perbankan.
: : BI telah Borong Surat Utang Pemerintah Nyaris Rp270 Triliun
“Kami melihat bahwa pasar kami sudah cukup reliable, sehingga kami cukup pede untuk rely on market ketika kami butuh jangka pendek,” terang Febrio.
Mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal itu enggan membocorkan lebih lanjut strategi penerbitan SBN maupun SPN di 2026 yang telah disiapkan Dirjen Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko. Dia hanya memastikan bahwa Kemenkeu melihat ada pasar potensial untuk penerbitan SPN sejalan dengan kebutuhan pemerintah.
“Karena kalau kami issue [SPN tenor] satu bulan, satu bulan langsung maturity [jatuh tempo]. Kalau issue [tenor] tiga bulan, tiga bulan langsung maturity, jadi secara neto itu enggak ada tambahan,” paparnya.
Sebelumnya, dalam konferensi pers APBN KiTa edisi Desember 2025, Direktur Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Suminto mengatakan bahwa pada 2026, pihaknya akan menerbitkan surat berharga negara atau SBN maupun SPN sebagai strategi pembiayaan APBN.
Pada tahun depan, sebagaimana UU APBN 2026 yang sudah disetujui DPR September 2025 lalu, pembiayaan anggaran ditetapkan sebesar Rp689,1 triliun. Hal itu sejalan dengan defisit yang ditargetkan dengan dengan nilai yang sama, atau setara 2,68% terhadap PDB.
Suminto mengatakan, unitnya telah meningkatkan penerbitan SPN atau surat utang jangka pendek sejak kuartal IV/2025. Strategi ini akan dilanjutkan mulai awal tahun depan.
“Sejak triwulan keempat 2025 kami meningkatkan penerbitan SPN tujuannya adalah untuk mengembangkan pasar uang, pendalaman pasar dan sekaligus membangun manajemen kas pemerintah yang lebih efisien, sehingga ke depan dalam hal ini tahun 2026 kami akan meningkatkan penerbitan SPN, SPNS dengan tenor di bawah satu tahun,” terangnya, Kamis (18/12/2025).