JAKARTA – Bank Dunia (World Bank) baru-baru ini menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun ini. Angka perkiraan yang semula 4,7 persen kini direvisi menjadi 4,8 persen, sebuah sinyal positif bagi prospek perekonomian nasional. Sementara itu, proyeksi pertumbuhan untuk tahun 2026 tetap stabil di level 4,8 persen.
Kenaikan proyeksi pertumbuhan ekonomi ini tidak lepas dari penilaian Bank Dunia terhadap langkah-langkah pemerintah Indonesia. Mereka melihat adanya upaya sigap dalam mendorong permintaan domestik melalui implementasi kebijakan fiskal yang terarah, khususnya pada sektor-sektor krusial seperti pangan, transportasi, dan energi. Selain itu, program bantuan sosial yang gencar dilaksanakan turut menjadi penopang utama, efektif dalam menjaga dan meningkatkan konsumsi rumah tangga.
Di sisi investasi, Bank Dunia mengidentifikasi beberapa pendorong utama yang akan memperkuat sektor ini. Inisiatif pemerintah melalui Danantara menjadi salah satu faktor kunci, ditambah dengan kebijakan pelonggaran moneter yang bertujuan merangsang pertumbuhan kredit swasta. Tak kalah penting, peningkatan arus masuk investasi asing langsung (FDI) juga dipandang sebagai katalisator investasi, didukung oleh program hilirisasi industri, deregulasi yang berkelanjutan, serta reformasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang semakin menarik minat investor global.
Dengan proyeksi peningkatan permintaan domestik yang solid, perekonomian Indonesia diperkirakan mampu mengimbangi potensi pelemahan ekspor bersih. Kondisi ini muncul mengingat adanya tren penurunan harga komoditas global dan melambatnya laju pertumbuhan ekonomi Tiongkok, dua faktor eksternal yang berpotensi menekan kinerja ekspor nasional.
Menanggapi proyeksi optimistis dari Bank Dunia, Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Kacaribu, menyampaikan apresiasi. Menurutnya, revisi naik ini merupakan masukan yang positif dan menunjukkan ketertarikan pihak luar terhadap fundamental ekonomi Indonesia. Meskipun demikian, Febrio Kacaribu menekankan bahwa angka tersebut belum sepenuhnya merefleksikan seluruh strategi dan kebijakan pemerintah yang jauh lebih komprehensif.
“Bank Dunia, sebagai lembaga eksternal, tentu memiliki pandangannya sendiri. Kami menganggapnya sebagai umpan balik yang bagus, menunjukkan bahwa banyak pihak memantau dan tertarik pada ekonomi Indonesia,” jelas Febrio Kacaribu saat ditemui di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Kamis (9/10). Ia menambahkan, proyeksi Bank Dunia tersebut mungkin belum sepenuhnya memperhitungkan berbagai stimulus dan “mesin-mesin pertumbuhan” yang telah dan akan digulirkan pemerintah untuk mendorong akselerasi ekonomi.
Febrio Kacaribu lebih lanjut menguraikan bahwa proyeksi tersebut belum mempertimbangkan secara penuh kebijakan fiskal ekspansif yang telah dipersiapkan matang oleh pemerintah. Salah satu contoh penting adalah injeksi likuiditas signifikan sebesar Rp 200 triliun ke bank-bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Langkah strategis ini diharapkan dapat secara efektif mendorong pertumbuhan kredit perbankan dan pada gilirannya, mendongkrak konsumsi masyarakat, menjadi motor penggerak ekonomi yang substansial.
Berbagai langkah stimulus seperti penguatan belanja sosial, pemberian subsidi pada sektor pangan dan energi yang strategis, serta berbagai insentif investasi, diyakini akan menjadi “mesin pertumbuhan” vital. Kemenkeu meyakini, kombinasi kebijakan ini akan mendorong ekonomi Indonesia untuk tumbuh lebih tinggi dan melampaui angka proyeksi yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga internasional.
“Apakah Bank Dunia mengetahui secara detail tentang injeksi likuiditas Rp 200 triliun ke bank-bank Himbara yang kami lakukan? Tentu tidak,” tegas Febrio. “Perhitungan kami yang telah mengintegrasikan berbagai policy measures ini tentu akan menghasilkan proyeksi yang sangat berbeda dan lebih ambisius.”
Febrio Kacaribu juga menjelaskan bahwa proyeksi dari lembaga internasional terkemuka seperti World Bank, OECD, IMF, dan ADB tidak bisa dipandang hanya sebagai studi akademik semata. Lebih dari itu, angka-angka tersebut juga merepresentasikan kepentingan serta kebutuhan dari para investor yang mereka fasilitasi. Oleh karena itu, setiap proyeksi yang dirilis secara tidak langsung mencerminkan tingkat minat investasi dari berbagai negara terhadap potensi ekonomi Indonesia.
Ia mengingatkan, berdasarkan data historis beberapa tahun terakhir, proyeksi pertumbuhan ekonomi yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga internasional kerap kali meleset jika dibandingkan dengan realisasi sebenarnya. “Proyeksi Bank Dunia, jika kita cermati, memang seringkali tidak tepat dalam beberapa tahun terakhir. Namun, kami tetap menganggapnya sebagai umpan balik yang baik. Kami senang melihat begitu banyak pihak yang memantau ekonomi Indonesia, itu menunjukkan ketertarikan yang besar,” pungkas Febrio.
Berlandaskan keyakinan akan strategi pemerintah yang komprehensif, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sangat optimistis bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2025 dapat mencapai 5,2 persen. Sementara itu, pada tahun 2026, ekonomi diproyeksikan tumbuh hingga 5,4 persen. “Bahkan, kami melihat peluang akselerasi yang lebih cepat lagi dari angka tersebut,” Febrio Kacaribu menegaskan dengan yakin.
Dalam pandangan yang sejalan dengan optimisme pemerintah, Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro, memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan menunjukkan penguatan signifikan dalam beberapa kuartal ke depan. Prospek positif ini didorong oleh sinergi antara kebijakan ekspansif yang diterapkan pemerintah dan langkah pelonggaran moneter yang konsisten dari Bank Indonesia (BI).
Asmoro menjelaskan, penempatan dana sebesar Rp 200 triliun oleh Kementerian Keuangan ke dalam sistem perbankan, ditambah dengan lima kali penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia secara berturut-turut, akan secara substansial meningkatkan likuiditas pasar dan mendorong pertumbuhan kredit perbankan. “Dampak dari langkah-langkah ini, pada akhirnya, akan memacu konsumsi rumah tangga serta aktivitas investasi, terutama yang akan terasa signifikan pada kuartal IV tahun 2025,” jelas Asmoro dalam keterangannya kepada Jawa Pos.
Dengan mempertimbangkan dinamika ekonomi dan efektivitas kebijakan tersebut, Andry Asmoro tetap mempertahankan proyeksinya untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia. Ia memperkirakan angka pertumbuhan akan mencapai 5,0 persen pada tahun 2025 dan meningkat menjadi 5,2 persen pada tahun 2026. “Proyeksi ini mencerminkan dampak berkelanjutan dari kebijakan fiskal dan moneter yang akomodatif, serta pemulihan yang stabil pada seluruh komponen permintaan domestik,” pungkas alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia angkatan 1995 itu.
Ringkasan
Bank Dunia merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini menjadi 4,8%, naik dari perkiraan sebelumnya 4,7%, dengan proyeksi 2026 tetap di 4,8%. Kenaikan ini didorong oleh kebijakan fiskal yang mendukung permintaan domestik dan investasi, termasuk inisiatif Danantara, pelonggaran moneter, serta peningkatan FDI melalui hilirisasi dan reformasi KEK.
Kemenkeu mengapresiasi revisi tersebut namun menekankan bahwa proyeksi Bank Dunia mungkin belum sepenuhnya mencerminkan strategi dan kebijakan komprehensif pemerintah, termasuk injeksi likuiditas Rp 200 triliun ke bank Himbara. Kemenkeu optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,2% pada tahun 2025 dan 5,4% pada tahun 2026, didukung oleh kebijakan fiskal ekspansif dan pelonggaran moneter.