Muamalat.co.id – JAKARTA. Kinerja indeks Kompas100 menunjukkan performa yang lebih solid dibandingkan LQ45, terutama didorong oleh gerak positif saham-saham konstituennya. Per 5 Agustus 2025, Kompas100 berhasil melonjak 0,29% sejak awal tahun atau year to date (YTD), sebuah pencapaian yang jauh melampaui indeks LQ45 yang justru terkoreksi 3,68% YTD. Meskipun demikian, pergerakan Kompas100 masih berada di bawah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang berhasil membukukan kenaikan 6,15% YTD.
Liza Camelia Suryanata, Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, menyoroti bahwa sektor bahan baku, konsumer siklikal, dan teknologi menjadi penyumbang terbesar laba dan pendapatan emiten di Kompas100 sepanjang semester I 2025. “Kenaikan laba bersih emiten di tiga sektor ini paling signifikan secara tahunan,” ungkap Liza kepada Kontan, Selasa (5/8/2025). Keunggulan Kompas100 atas LQ45 juga dijelaskan oleh ketergantungannya yang lebih rendah pada saham-saham perbankan raksasa, seperti PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), yang saat ini menghadapi tekanan signifikan di pasar. Berbeda dengan LQ45 yang bobotnya lebih terkonsentrasi pada sektor tersebut.
Lebih lanjut, indeks Kompas100 juga memperoleh dukungan kuat dari emiten non-bank. Saham-saham di sektor bahan baku, konsumer siklikal, dan teknologi tidak hanya mencatat pertumbuhan laba yang impresif, tetapi juga didukung oleh sentimen positif. Liza menambahkan, “Mereka juga didukung sentimen positif, seperti menjadi sasaran investasi Danantara di proyek hilirisasi dan naiknya harga tembaga karena Tarif Trump, sehingga menopang indeks.”
Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia, Budi Frensidy, turut menjelaskan fenomena kinerja Kompas100 yang superior dibandingkan LQ45. Menurutnya, hal ini disebabkan oleh komposisi konstituen Kompas100 yang didominasi oleh emiten middle cap dan small cap. Saham-saham ini secara historis menunjukkan pergerakan yang lebih dinamis dan positif dibandingkan emiten-emiten LQ45. “Dengan pergerakan saham good companies (LQ45) yang kurang bagus, itu dikompensasi dengan perusahaan yang tergolong good stock (pergerakan sahamnya baik),” ujarnya saat ditemui Kontan di Jakarta, Selasa (5/8/2025).
Menanggapi hal serupa, Analis Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan, mengemukakan bahwa komposisi konstituen indeks Kompas100 menunjukkan ketahanan (resiliensi) yang lebih baik di tengah kondisi pasar saat ini. Keberagaman konstituen ini menjadi kunci, terutama saat indeks LQ45 didominasi oleh saham-saham bank besar yang tengah menghadapi tekanan dari sisi kinerja dan likuiditas. Ekky menegaskan, “Pasar saat ini bisa dibilang tengah digerakkan saham mid-small cap.”
Prospek Kinerja dan Rekomendasi Saham
Melihat ke depan, Budi Frensidy memprediksi bahwa emiten yang tergolong good stock kemungkinan besar akan tetap menjadi incaran investor pada semester II 2025. Kondisi ini utamanya didorong oleh pergerakan emiten LQ45 yang masih menunjukkan tren penurunan, membuat investor cenderung menghindarinya untuk sementara waktu. Budi menambahkan, “Pertumbuhan indeks nanti bakal sejalan dengan pertumbuhan ekonomi riil.”
Liza Camelia Suryanata juga optimis terhadap prospek kinerja emiten konstituen Kompas100 di paruh kedua tahun ini, meskipun dengan beberapa catatan penting. Setidaknya, ada tiga sentimen utama yang diperkirakan akan menjadi pendorong kinerja mereka. Pertama, potensi pelonggaran kebijakan moneter oleh Bank Indonesia (BI) yang dapat menurunkan suku bunga acuan sebesar 20–50 basis poin (bps), berpotensi mereduksi cadangan non-performing loan (NPL) perbankan dan meningkatkan permintaan kredit. Kedua, stabilitas makro global dan deeskalasi geopolitik yang diharapkan dapat memulihkan risk appetite investor. Terakhir, pemulihan konsumsi domestik dan aktivitas ekonomi yang kuat, memberikan dukungan vital bagi kinerja emiten konsumer dan konsumer siklikal.
Kendati demikian, Liza juga mengidentifikasi sentimen negatif yang perlu diwaspadai, yaitu pelemahan harga komoditas yang berpotensi menekan sektor energi, serta tingginya volatilitas pergerakan saham-saham big cap apabila risiko perekonomian global kembali meningkat. Meskipun demikian, sektor bahan baku, konsumer siklikal, teknologi, dan perbankan diproyeksikan akan menjadi jawara di semester II 2025.
Ekky Topan pun berpandangan bahwa saham emiten mid-small cap akan terus menunjukkan pergerakan yang kuat dibandingkan saham-saham big cap. Namun, kondisi ini bisa saja berubah jika ekonomi membaik dan aliran dana asing kembali masuk ke pasar. Kinerja indeks Kompas100 juga berpeluang membaik secara signifikan, terutama jika serangkaian sentimen positif terus berlanjut, seperti pemulihan konsumsi domestik yang solid, kebijakan penurunan suku bunga yang berkelanjutan, dan stabilisasi likuiditas perbankan.
Sektor konsumer dan properti diperkirakan menjadi motor utama penggerak indeks, terutama jika pemerintah mengambil langkah proaktif dengan mendorong stimulus tambahan di paruh kedua 2025. Selain itu, meredanya kekhawatiran tekanan global dan tren pelonggaran kebijakan suku bunga global juga akan berdampak positif pada kondisi ekonomi domestik. Ekky menyimpulkan, “Ini pada akhirnya dapat meningkatkan daya beli dan aktivitas ekonomi di dalam negeri.”
Berdasarkan analisis tersebut, Ekky Topan merekomendasikan beli untuk PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) dengan target harga Rp 500 per saham. Senada, Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia, Muhammad Wafi, juga merekomendasikan beli untuk saham PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS). Pergerakan saham DMAS diperkirakan berada di level support Rp 135 dan resistance Rp 150 per saham, dengan target harga Rp 150 per saham.