
Muamalat.co.id – JAKARTA. PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) diproyeksikan akan mencatat kenaikan kinerja yang signifikan pada tahun 2025. Prospek positif ini didorong oleh kenaikan harga komoditas yang menjadi katalis utama bagi performa keuangan LSIP.
Pada kuartal II–2025, LSIP berhasil membukukan pendapatan sebesar Rp 1,03 triliun, meningkat 12% secara tahunan (YoY). Namun, angka ini menunjukkan penurunan 20,0% secara kuartalan (QoQ). Meskipun margin laba bersih secara umum mengalami peningkatan, laba bersih LSIP justru turun 17,6% QoQ dan 1,9% YoY menjadi Rp 323 miliar, yang terutama disebabkan oleh rugi selisih kurs sebesar Rp 33 miliar.
Secara kumulatif, pendapatan LSIP di semester I–2025 mencapai Rp 2,32 triliun, tumbuh kuat 28,9% YoY. Peningkatan impresif ini didorong oleh kenaikan harga jual rata-rata produk sawit. Laba kotor perseroan juga melonjak 53,7% YoY menjadi Rp 926 miliar, dengan Gross Profit Margin (GPM) yang meningkat 644 basis poin YoY menjadi 39,9%, menunjukkan efisiensi biaya yang lebih baik.
Kinerja LSIP Dibayangi Sejumlah Tantangan, Cek Rekomendasi Sahamnya
Lebih lanjut, laba bersih untuk semester pertama 2025 tumbuh 19,4% YoY menjadi Rp714 miliar, sementara core profit menunjukkan pertumbuhan lebih tinggi sebesar 54% YoY mencapai Rp791 miliar. Penting dicatat, LSIP tidak memiliki pendanaan melalui utang bank per tanggal 30 Juni 2025, menunjukkan posisi keuangan yang solid.
Yasmin Soulisa, Analis Ciptadana Sekuritas Asia, memaparkan bahwa produksi tandan buah segar (TBS) inti LSIP secara kumulatif pada semester pertama 2025 mencapai 505.000 ton, atau mengalami penurunan tipis 1,8% YoY. Penurunan ini mencerminkan pemulihan bertahap setelah dampak cuaca El Nino moderat yang terjadi pada akhir 2023 hingga awal 2024. Untuk mengimbangi penurunan produksi dari perkebunan inti, asupan TBS eksternal LSIP meningkat signifikan 50,7% YoY menjadi 104.000 ton hingga Juni 2025.
Sebagai hasilnya, produksi minyak kelapa sawit (CPO) LSIP meningkat 5,7% YoY menjadi 130.000 ton, sementara produksi inti sawit (PK) tumbuh 2,8% YoY menjadi 37.000 ton. Di sisi penjualan, LSIP mencatat penjualan CPO sebesar 116.000 ton pada semester pertama 2025, turun 4,1% YoY. Namun, penjualan inti sawit (PK) berhasil naik 12,1% YoY menjadi 37.000 ton. Yasmin menegaskan bahwa harga jual rata-rata yang lebih tinggi menjadi pendorong utama pendapatan, mengimbangi volume penjualan yang stagnan. “Kami memproyeksikan produksi yang lebih tinggi pada semester kedua 2025, sejalan dengan periode panen puncak historis,” ujar Yasmin dalam risetnya pada 1 Agustus 2025.
Sejumlah Tantangan Bayangi Kinerja LSIP, Simak Rekomendasi Analis
Managing Director Research Samuel Sekuritas Indonesia, Harry Su, mengidentifikasi beberapa tantangan yang kemungkinan dihadapi LSIP pada semester kedua tahun ini. Salah satunya adalah potensi penurunan produksi TBS akibat rata-rata usia tanaman sawit yang semakin tua. Kondisi ini dapat mendorong LSIP untuk meningkatkan pembelian TBS eksternal demi memenuhi target produksi CPO. “Saat ini, harga TBS juga tengah mengalami kenaikan, yang berpotensi menambah beban biaya produksi LSIP,” jelas Harry kepada Kontan, Kamis (7/8).
Harry menambahkan, hal-hal krusial yang perlu dicermati pada semester II-2025 meliputi pergerakan harga minyak dunia yang memiliki korelasi dengan harga CPO, serta perkembangan kebijakan biodiesel di dalam negeri yang dapat memengaruhi permintaan dan harga CPO ke depan. Di sisi lain, perayaan Diwali pada bulan Oktober diperkirakan akan meningkatkan permintaan CPO, yang berpotensi mendorong kenaikan harga.
Harga CPO Bergerak Fluktuatif, Begini Pengaruhnya ke Saham London Sumatera (LSIP)
Yasmin juga mencatat bahwa harga jual rata-rata CPO naik 12,2% secara tahunan di kuartal II – 2025 menjadi Rp 13.889 per kg, meskipun turun 3,7% secara kuartalan (QoQ). Sementara itu, harga jual rata-rata PK tetap pada tren kenaikan, meningkat 15,3% QoQ dan melonjak 100,2% YoY menjadi Rp 12.755 per kg. Untuk Semester I 2025, perusahaan mencatat harga jual rata-rata CPO sebesar Rp 14.184 per kg, naik 17,6% YoY. Sedangkan PK berada di angka Rp 12.034 per kg, menandai peningkatan 88,9% YoY. “Harga jual rata-rata yang lebih kuat telah mendukung peningkatan margin, terutama di tengah biaya pupuk yang relatif stabil tahun ini,” kata Yasmin.
Dari sisi kinerja saham, VP Marketing, Strategy & Planning Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi, menilai positif kinerja emiten agri CPO seiring dengan permintaan yang mendongkrak harga ke atas level MYR 4.280 per ton hingga awal Agustus 2025, lebih tinggi dari periode sebelumnya. Audi juga menyoroti langkah LSIP yang telah membagikan dividen pada Juli kemarin sebesar Rp 443,3 miliar. Menurutnya, dividen sebesar Rp 65 per saham tersebut merupakan nilai per saham tertinggi sejak tahun 2013, memberikan perspektif yang sangat positif bagi investor.
Ciptadana Sekuritas memproyeksikan pendapatan LSIP tahun 2025 mencapai Rp 4,8 triliun dan laba mencapai Rp 1,49 triliun. Berdasarkan analisis ini, Yasmin merekomendasikan beli saham LSIP dengan target harga Rp 1.980 per saham. Senada, Harry dari Samuel Sekuritas merekomendasikan beli dengan target harga Rp 1.633 per saham. Sementara itu, Audi dari Kiwoom Sekuritas merekomendasikan trading buy untuk LSIP dengan target harga Rp 1.660 per saham.
Ringkasan
PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) diproyeksikan mengalami peningkatan kinerja signifikan pada tahun 2025, didorong oleh kenaikan harga komoditas. Pada semester I-2025, pendapatan LSIP tumbuh 28,9% YoY menjadi Rp 2,32 triliun, dengan laba bersih meningkat 19,4% YoY menjadi Rp 714 miliar. Meskipun produksi TBS inti sedikit menurun, peningkatan asupan TBS eksternal membantu meningkatkan produksi CPO dan PK.
Beberapa analis merekomendasikan pembelian saham LSIP dengan target harga bervariasi, didasarkan pada proyeksi pendapatan dan laba yang positif untuk tahun 2025. Tantangan yang perlu dicermati termasuk potensi penurunan produksi TBS akibat usia tanaman yang menua dan fluktuasi harga CPO. Namun, dividen yang dibagikan LSIP memberikan perspektif positif bagi investor.