
JAKARTA – Prospek jangka panjang PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) tetap memancarkan daya tarik yang kuat, meskipun menghadapi tantangan jangka pendek. Hasil prapenjualan (pre-sales) perseroan per September 2025 menunjukkan penurunan 20% secara tahunan, mencapai Rp 903 miliar. Angka ini, menurut analis Maybank Sekuritas Indonesia, Kevin Halim, masih berada di bawah target yang ditetapkan manajemen Pakuwon maupun proyeksi awalnya.
Akibat pencapaian tersebut, proyeksi pre-sales Pakuwon Jati untuk tahun ini disesuaikan turun menjadi Rp 1,3 triliun, atau 16% lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Penyesuaian juga dilakukan pada proyeksi laba bersih PWON untuk periode 2025 hingga 2027, yang masing-masing dipangkas sebesar 2%, 1%, dan 7%. Namun, di balik koreksi ini, prospek saham PWON tetap cerah berkat fondasi pendapatan berulang (recurring income) yang solid. Segmen pendapatan ini berhasil menyumbang 78% dari total pendapatan perusahaan sepanjang tahun lalu, menjadi penopang utama stabilitas finansial.
Kuatnya basis pendapatan yang stabil ini menjadi pendorong utama kemampuan Pakuwon dalam menghasilkan arus kas bebas perusahaan atau Free Cash Flow to Firm (FCFF) yang kokoh. Kondisi finansial yang prima ini memungkinkan PWON untuk tetap konsisten membagikan dividen kepada para pemegang saham, dengan imbal hasil menarik sekitar 4%-4,5%, bahkan di tengah siklus belanja modal (capex) yang sedang tinggi. Ini menunjukkan resiliensi dan komitmen perusahaan terhadap nilai pemegang saham.
Melihat tingkat kapitalisasi (cap rate) sebesar 13%—jauh lebih tinggi dari rata-rata regional 8%—serta valuasi 6,9x PE untuk FY2026, Kevin Halim menilai saham PWON masih tergolong undervalued. Oleh karena itu, ia merekomendasikan keputusan beli untuk saham PWON dengan target harga Rp 580, berdasarkan asumsi cap rate 8% dan PE 11,3x untuk tahun 2026. Perdagangan Jumat (17/10) mencatat harga saham PWON ditutup melemah 1,13% menjadi Rp 350 per saham.
Salah satu sentimen positif yang diantisipasi akan mendorong performa Pakuwon adalah peluncuran Menara Eluna di Kota Kasablanka (KoKas) Tahap 4. Proyek apartemen terbaru ini rencananya akan dibangun di area seluas 3,8 hektar, berlokasi strategis berdekatan dengan perluasan mal seluas 60.000 m² dan dua hotel bintang lima yang dijadwalkan rampung pada tahun 2029. Selain Eluna, Menara Elora juga termasuk dalam rencana induk pengembangan, meskipun jadwal peluncurannya belum ditetapkan.
Peluncuran perdana Menara Eluna yang dijadwalkan minggu depan akan menawarkan 120 dari total 376 unit. Berdasarkan pantauan harga pasar, unit-unit tersebut akan dijual dengan kisaran harga Rp 4 miliar hingga Rp 10 miliar, menawarkan luas bangunan 85-183 m². Ini setara dengan harga jual per meter persegi (ASP) antara Rp 45 juta hingga Rp 55 juta, angka yang signifikan lebih tinggi dibandingkan tower-tower KoKas sebelumnya (Angelo, Bella, Chianti) yang diluncurkan pada 2014-2015 dengan harga jual rata-rata Rp 30 juta-Rp 40 juta per m². PWON memperkirakan nilai total proyek menara ini bisa melampaui Rp 2 triliun. Dengan estimasi biaya konstruksi sekitar Rp 17 juta-Rp 18 juta/m², titik impas dapat tercapai pada tingkat penyerapan lebih dari 35%, sementara tingkat penyerapan minimum untuk mencapai kelayakan (termasuk area parkir dan lahan) diperkirakan sekitar 50%. Mengingat kondisi pasar apartemen yang masih cenderung lesu dan harga tinggi, asumsi penjualan untuk tahun 2025 ditetapkan hanya 5%, dan diproyeksikan meningkat menjadi 20% pada tahun 2026.
Selain proyek strategis di KoKas, Pakuwon Jati juga tengah mempersiapkan peluncuran menara apartemen di Gandaria serta dua superblok baru yang berlokasi di Batam dan Semarang. Seluruh proyek ambisius ini direncanakan akan rampung dalam rentang waktu 2029-2031, dan hasil penjualannya akan mulai berkontribusi pada proyeksi pre-sales di tahun 2027. Total belanja modal (capex) yang dialokasikan untuk ketiga proyek raksasa ini diperkirakan mencapai Rp 9,7 triliun, mencerminkan visi ekspansi jangka panjang perusahaan.
Setelah seluruh proyek besar tersebut selesai, EBITDA PWON diproyeksikan akan melampaui Rp 6 triliun, meningkat pesat dari Rp 3,6 triliun pada tahun 2024. Di tengah siklus capex yang masih tinggi, Pakuwon Jati tetap diestimasikan mampu menghasilkan arus kas bebas perusahaan (FCFF) antara Rp 1,3 triliun hingga Rp 1,5 triliun per tahun, didukung oleh EBITDA sekitar Rp 4 triliun dan belanja modal tahunan sebesar Rp 2 triliun. Setelah rampungnya proyek-proyek vital, potensi peningkatan dividend payout ratio (DPR) sangat terbuka lebar. Perlu dicatat, PWON sendiri telah meningkatkan rasio pembayaran dividen dari 20% menjadi 30% pada tahun 2025, dan FCFF berpotensi melonjak hingga lebih dari Rp 4 triliun setelah seluruh proyek rampung.
Kevin Halim lebih lanjut memproyeksikan, pendapatan PWON pada tahun ini akan mencapai Rp 7,05 triliun dengan laba bersih Rp 2,4 triliun. Angka ini menunjukkan peningkatan dari realisasi tahun 2024 yang masing-masing sebesar Rp 6,67 triliun dan Rp 2,28 triliun. Untuk tahun 2026, pendapatan Pakuwon Jati diperkirakan akan menyentuh Rp 7,31 triliun, dengan proyeksi laba bersih sebesar Rp 2,51 triliun, mengukuhkan posisi perusahaan sebagai pemain kuat di sektor properti Indonesia.