KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Mayoritas penjualan emiten ritel hanya mampu tumbuh single digit pada periode Januari hingga September 2025.
Misalnya, penjualan PT Aspirasi Hidup Indonesia Tbk (ACES) naik tipis 1,69% year on year (yoy) menjadi Rp 6,33 triliun pada kuartal III-2025.
Lalu, PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) mencatat kenaikan 7,09% yoy menjadi Rp 94,47 triliun, PT Midi Utama Indonesia Tbk (MIDI) tumbuh 4% yoy menjadi Rp 15,27 triliun dan PT MAP Aktif Adiperkasa Tbk (MAPI) naik 8,76% yoy menjadi Rp 30,03 triliun.
Adapun PT DFI Retail Nusantara Tbk (HERO) meningkat 3,86% yoy menjadi Rp 3,51 triliun dan PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) bertambah 7,72% yoy menjadi Rp 52,36 triliun.
Dari seluruh emiten ritel tersebut, hanya PT MAP Aktif Adiperkasa Tbk (MAPA) yang berhasil mencatatkan pertumbuhan penjualan dua digit, yakni sebesar 12,28% menjadi Rp 13,94 triliun.
Sementara itu, penjualan PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) dan PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) justru terkoreksi masing-masing sebesar 11,15% dan 9,98%.
Kinerja Amman (AMMN) Diproyeksikan Positif usai Dapat Rekomendasi Ekspor Tembaga
Research Analyst Henan Sekuritas Irsyady Hanief mengatakan, kinerja penjualan ritel yang hanya tumbuh satu digit pada sembilan bulan pertama tahun 2025 terutama disebabkan oleh moderasi daya beli konsumen menengah ke bawah di tengah inflasi pangan yang masih tinggi dan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada pertengahan tahun.
Selain itu, efek high base pada 2024, yang sempat ditopang oleh pemulihan pasca-pandemi dan stimulus sosial pemerintah membuat ruang pertumbuhan tahun ini relatif terbatas.
Tren downtrading juga masih berlanjut, di mana konsumen cenderung menahan pembelian produk discretionary seperti fesyen, elektronik dan peralatan rumah tangga, sehingga menekan kinerja Same-Store Sales Growth (SSSG) emiten seperti ACES dan MAPA.
Senada, Financial Expert Ajaib Sekuritas Ratih Mustikoningsih mengatakan, performa emiten ritel di periode Januari hingga September 2025 dipengaruhi oleh daya beli masyarakat yang cenderung masih lesu pada periode tersebut.
Ini tercermin dari pertumbuhan jumlah uang beredar (M2) yang berada di bawah 6% yoy sepanjang semester I-2025 dan baru mulai meningkat ke atas 6% yoy pada Juli–September 25. Perlambatan ini menandakan lemahnya konsumsi rumah tangga akibat iklim suku bunga tinggi, serta kehati-hatian masyarakat dalam melakukan belanja non-esensial.
Namun, tanda-tanda perbaikan mulai terlihat pada semester kedua 2025 seiring adanya stimulus fiskal pemerintah berupa penempatan dana sekitar Rp 200 triliun ke bank Himbara dan kebijakan fiskal lainnya yang berfokus pada penciptaan lapangan kerja.
Stimulus ini membantu menambah likuiditas perbankan dan mulai mendorong pertumbuhan M2 dari 6,43% yoy pada Juli menjadi 7,59% yoy di Agustus dan 8,00% yoy di September 2025.
Laba Bersih Panorama Sentrawisata (PANR) Naik ke Rp 54 Miliar per Kuartal III-2025
“Kondisi ini memberikan indikasi bahwa likuiditas perekonomian mulai meningkat dan berpotensi menggerakkan permintaan domestik secara bertahap menuju akhir tahun,” ujar Ratih kepada Kontan, Senin (3/11/2025).
Dari sisi pelaku usaha, kinerja penyaluran kredit masih menunjukkan pola yang selektif. Pertumbuhan kredit pada segmen perdagangan besar, eceran, serta reparasi mobil dan motor masih berfluktuasi secara bulanan (month on month/MoM).
Sementara itu, pada segmen akomodasi, minuman dan makanan, pertumbuhan kredit secara (MoM) relatif stabil namun cenderung melambat. Secara tahunan (yoy), kredit di kedua sektor tersebut juga lebih landai. Pergerakan ini mengindikasikan bahwa pelaku usaha di sektor riil masih berhati-hati melakukan ekspansi di tengah terbatasnya permintaan dan ketidakpastian arah pemulihan konsumsi.
Ke depan, Irsyady menganalisis peluang pertumbuhan double digit emiten ritel hingga akhir 2025 dinilai terbatas dan hanya realistis bagi peritel dengan eksposur tinggi pada segmen upper middle dan ekspansi format toko yang agresif, seperti MAPI dan AMRT.
Momentum musiman akhir tahun melalui periode Natal dan Tahun Baru diperkirakan memberikan dorongan secara kuartalan terutama di kategori fashion dan convenience store.
Selain faktor musiman, implementasi stimulus 8+4+5 serta penyaluran BLT kuartal IV-2025 sekitar Rp30 triliun bagi sekitar 35 juta keluarga termasuk 17 juta penerima baru berpotensi menopang konsumsi jangka pendek, dengan efektivitas bergantung pada ketepatan waktu dan sasaran distribusi.
Sementara, Ratih menilai segmen ritel yang berorientasi pada konsumen menengah ke atas lebih resilien terhadap tekanan ekonomi, karena kelompok ini memiliki daya beli yang relatif stabil meski di tengah perlambatan yang tercermin dari terjaganya SSSG.
Oleh karena itu, saham-saham ritel yang fokus pada segmen premium, seperti produk gaya hidup, makanan dan minuman modern, serta fesyen, berpotensi tetap mencatatkan kinerja positif.
Selain itu, perusahaan yang efisien dan mampu memanfaatkan strategi multi-channel lebih mampu menjaga marjin di tengah fluktuasi permintaan.
“Momentum libur Nataru juga dapat menjadi katalis tambahan, mengingat potensi kenaikan indeks keyakinan konsumen dan ritel sales secara historis ditambah adanya stimulus fiskal yang memperbaiki persepsi terhadap kondisi ekonomi,” ucap Ratih.
AMRT Chart by TradingView
Irsady merekomendasikan buy on weakness saham AMRT dengan entry level di Rp 1.935-Rp 1.900, take profit di Rp 2.100-Rp 2.090 dan stop loss di Rp 1.825-Rp 1.820 per saham.
Menurutnya, pendekatan akumulatif ini mempertimbangkan prospek pertumbuhan stabil, strategi ekspansi jaringan yang berkelanjutan, serta eksposur kuat terhadap konsumsi kebutuhan harian yang relatif tahan terhadap fluktuasi daya beli.
Adapun Ratih menyarankan buy on breakout saham MAPI dengan target harga resistance Rp 1.500 dan support di Rp 1.250 per saham dan buy on weakness saham AMRT di target harga resistance Rp 2.300, serta pertimbangkan support di level Rp 1.840 per saham.