Rumor mengenai potensi merger antara PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dan Grab masih hangat diperbincangkan di tengah pasar. Meskipun GOTO telah menegaskan belum ada kesepakatan formal, kabar terbaru yang mengemuka adalah adanya tawaran golden share yang menarik perhatian Danantara. Menurut laporan Financial Times pada Kamis (13/11), GOTO dan Grab dikabarkan tengah bernegosiasi intensif untuk melibatkan Danantara melalui skema golden share ini.
Kendati belum ada konfirmasi resmi mengenai detail tawaran tersebut, sikap Danantara telah diungkapkan sebelumnya. Chief Investment Officer (CIO) Danantara, Pandu Patria Sjahrir, sempat menegaskan bahwa potensi keterlibatan Danantara dalam rencana merger GOTO dan Grab akan sepenuhnya berlandaskan prinsip business to business (B2B). “Pemerintah juga sudah memberikan masukan, kita pasti mengikuti. Tapi yang paling penting unsur B2B-nya,” ujar Pandu, saat ditemui usai peluncuran Bulan Fintech Nasional (BFN) 2025 pada Senin (11/11/2025).
Pandu lebih lanjut menjelaskan bahwa Danantara secara fundamental mendukung setiap langkah strategis yang menjanjikan potensi keuntungan komersial yang eksplisit. “Nantinya kita pasti akan support, tapi kita lihat. Karena yang penting juga dari sisi commercial return harus ada,” tambahnya, menggarisbawahi pentingnya aspek profitabilitas bagi setiap keputusan investasi.
Di tengah spekulasi tersebut, pandangan kritis datang dari Trubus Rahadiansyah, pakar kebijakan publik dari Universitas Trisakti. Ia berpendapat bahwa pemerintah, termasuk Danantara, sebaiknya tidak perlu turut campur dalam aksi korporasi antara GOTO dan Grab. Pasalnya, mayoritas saham kedua aplikator raksasa ini dikuasai oleh investor asing, sehingga intervensi dianggap kurang relevan.
Trubus menekankan bahwa Danantara, yang modalnya bersumber dari dividen BUMN, menggunakan uang publik yang harus dipertanggungjawabkan sepenuhnya kepada masyarakat. “Danantara berasal dari uang publik yang harus dipertanggungjawabkan kepada publik. Aksi korporasi Grab dan GOTO tidak memberikan manfaat terhadap kepentingan publik secara luas,” tegas Trubus dalam keterangannya, Rabu (13/11).
Lebih lanjut, Trubus memperingatkan bahwa jika Danantara resmi menjadi pemegang saham GOTO dan Grab, hal itu berpotensi menimbulkan kerancuan di tengah masyarakat. Pertanyaan krusial akan muncul: siapa yang akan menanggung kerugian jika investasi di kedua perusahaan tersebut tidak berjalan sesuai harapan?
Sebagai alternatif, Trubus menyarankan pemerintah dan Danantara untuk mengalihkan fokus investasi pada sektor-sektor yang memberikan dampak signifikan dan langsung bagi kepentingan publik. Ia mencontohkan investasi pada penambahan kapasitas kilang pengolahan bahan bakar minyak (BBM) atau pembangunan pembangkit tenaga listrik berbasis sampah, yang jelas memberikan manfaat luas bagi masyarakat.
Harga Saham GOTO Melonjak Efek Merger dengan Grab, Ini Saran Analis untuk Beli & Jual