Nasib Emiten BUMN Karya Berubah? Efek Penurunan Status Kementerian BUMN

JAKARTA – Upaya revitalisasi dan peningkatan kinerja emiten BUMN Karya menjadi sorotan utama di tengah gelombang perubahan legislasi yang signifikan. Dinamika pembahasan Revisi Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas UU Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah mencapai babak baru, membawa implikasi besar bagi lanskap perusahaan pelat merah di Indonesia.

Baru-baru ini, Komisi VI DPR RI bersama Pemerintah secara resmi menyepakati seluruh draf RUU BUMN pada rapat pengambilan keputusan tingkat I, yang dilaksanakan di ruang rapat Komisi VI DPR RI, Jakarta, Jumat (26/9/2023). Kesepakatan ini membuka jalan bagi RUU BUMN untuk segera dibawa ke sidang paripurna guna disahkan menjadi Undang-Undang, menandai era baru tata kelola BUMN.

Salah satu poin krusial yang mengemuka dari RUU BUMN adalah perubahan status Kementerian BUMN menjadi Badan Pengaturan BUMN (BP BUMN). Transformasi ini dipandang akan semakin mempertegas posisi Danantara sebagai entitas sentral dalam mengontrol aset-aset strategis perusahaan negara. Lebih lanjut, sejumlah aksi korporasi penting oleh emiten BUMN Karya, termasuk rencana merger BUMN Karya yang ditargetkan rampung pada akhir tahun 2025, kini sepenuhnya harus menunggu “lampu hijau” dari Danantara.

Menanggapi perubahan ini, PT PP Tbk (PTPP) melalui Corporate Secretary Joko Raharjo, menegaskan bahwa pergeseran status Kementerian BUMN menjadi lembaga tidak akan memengaruhi fundamental kinerja perseroan. Ia menambahkan bahwa proses merger BUMN Karya masih dalam tahap kajian mendalam, dan pihaknya masih menantikan hasil akhir dari proses tersebut.

Senada dengan itu, Sekretaris Perusahaan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), Ngatemin alias Emin, menyatakan bahwa perseroan tetap fokus pada penguatan kinerja operasional, peningkatan tata kelola, dan digitalisasi. WIKA juga berkomitmen menerapkan inovasi metode kerja demi memastikan penyelesaian proyek sesuai target. Emin meyakini, apa pun keputusan yang diambil oleh para pemangku kepentingan utama, telah melalui berbagai kajian komprehensif, baik dari aspek birokrasi maupun keberlanjutan operasional perusahaan.

Terkait inisiatif konsolidasi BUMN Karya, WIKA menyatakan dukungan penuh terhadap kebijakan pemerintah ini. Emin optimistis bahwa langkah konsolidasi emiten konstruksi pelat merah akan membawa manfaat signifikan, baik dalam memperkuat peran BUMN Karya sebagai penopang program pemerintah, maupun dalam menjaga keberlanjutan perseroan sebagai agen utama pembangunan infrastruktur nasional.

Namun, proses penyusunan RUU BUMN tidak lepas dari kritik. Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia, Budi Frensidy, menilai bahwa RUU ini tampak disusun secara tergesa-gesa. Pembahasan yang terlalu cepat untuk mengubah struktur kelembagaan pengawas aset negara bernilai triliunan rupiah menunjukkan kurangnya kehati-hatian dalam aspek governance (tata kelola) dan transparansi, yang berpotensi menimbulkan masalah di kemudian hari.

Budi menyoroti risiko governance yang sangat tinggi pada Danantara sebagai perusahaan holding pengelola aset BUMN. Ia menekankan perlunya sistem check and balance yang kuat untuk mencegah potensi penyalahgunaan wewenang. Transparansi Danantara, menurut Budi, saat ini masih rendah, tercermin dari belum adanya laporan keuangan publik, pengawasan yang minim, hingga komposisi dewan yang diisi oleh mantan pejabat tinggi. “Jangan korbankan akuntabilitas demi kecepatan. Seharusnya, Kementerian BUMN bisa berperan sebagai badan pengawas yang independen,” tegasnya.

Di sisi lain, VP Equity Retail Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi, berpandangan bahwa perubahan status menjadi BP BUMN tidak akan mengubah peran esensial Kementerian BUMN. Menurutnya, BP BUMN akan tetap memegang saham seri A (atau 1%) sebagai representasi pemerintah dalam kapasitasnya sebagai regulator. Sementara itu, fungsi operasional akan dialihkan kepada Danantara. Dengan demikian, kontrol negara atas BUMN tetap terjaga, meskipun mekanisme pengambilan keputusan akan melibatkan sinergi antara BP BUMN dan Danantara.

Mengenai prospek kinerja BUMN Karya, Budi Frensidy memperkirakan bahwa target merger BUMN Karya justru berpotensi memperkeruh kewajiban-kewajiban yang saat ini diemban oleh emiten konstruksi pelat merah. Risiko terbesar dari merger ini, menurutnya, tidak hanya terletak pada aspek teknis, melainkan juga pada isu tata kelola. Penting untuk memastikan kekuatan hukum penyelesaian kewajiban di entitas baru pasca-merger, serta komitmen pemerintah dan BUMN Karya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada.

Budi menyarankan pelaku pasar untuk lebih fokus menanti penyelesaian kewajiban utang para BUMN Karya demi memperbaiki rasio utang terhadap ekuitas (DER) mereka, ketimbang mencari emiten yang diprediksi akan memiliki kinerja paling cemerlang di masa depan. Fokus pada fundamental dan kesehatan keuangan akan menjadi kunci stabilitas.

Audi mengidentifikasi tiga pilar utama keberhasilan rampungnya merger emiten BUMN Karya. Pertama, tuntasnya proses administrasi peralihan kelembagaan BP BUMN dan Danantara. Kedua, proses restrukturisasi utang emiten BUMN Karya yang mampu berjalan mulus dan mendapatkan persetujuan dari para pemegang saham. Ketiga, kepatuhan ketat para emiten BUMN Karya terhadap regulasi pasar modal, mengingat adanya potensi delisting yang dapat menjadi penghambat serius proses merger ini.

Ke depan, kinerja emiten BUMN Karya diperkirakan masih berpotensi stabil seiring dengan implementasi konsolidasi. Langkah ini diharapkan mampu menekan biaya overhead, memperbaiki posisi tawar dalam negosiasi dengan kreditur, serta menciptakan skala proyek yang lebih besar. Restrukturisasi utang yang berhasil, seperti yang telah ditunjukkan oleh PT Waskita Karya Tbk (WSKT) pada beberapa seri obligasinya yang telah mendapatkan persetujuan, menjadi sinyal positif bagi sektor ini.

Secara spesifik, PTPP diprediksi akan mencatatkan kinerja yang membaik hingga akhir tahun 2025, terutama dari sisi penambahan kontrak baru, meskipun laba perusahaan mungkin cenderung menurun. Sementara itu, WIKA terus aktif memangkas utang pada kuartal II 2025, menunjukkan komitmen terhadap perbaikan neraca keuangan. Di sisi lain, ADHI masih dibebani utang yang tinggi, dan proses restrukturisasi utang WSKT masih dalam tahap berjalan. Berdasarkan analisis ini, Audi merekomendasikan trading buy untuk PTPP dengan target harga Rp 472 per saham, menyoroti potensi penguatan harga dalam jangka pendek.

Ringkasan

Revisi Undang-Undang BUMN membawa perubahan signifikan, terutama dengan transformasi Kementerian BUMN menjadi Badan Pengaturan BUMN (BP BUMN) dan peran sentral Danantara dalam mengontrol aset strategis. Emiten BUMN Karya seperti PTPP dan WIKA menyatakan bahwa perubahan ini tidak akan memengaruhi fundamental kinerja mereka, dan mendukung konsolidasi BUMN Karya yang diharapkan rampung pada akhir 2025.

Namun, RUU BUMN juga menuai kritik terkait proses penyusunan yang tergesa-gesa dan potensi risiko governance pada Danantara. Keberhasilan merger BUMN Karya bergantung pada administrasi peralihan kelembagaan, restrukturisasi utang, dan kepatuhan terhadap regulasi pasar modal. Prospek kinerja emiten BUMN Karya diperkirakan stabil seiring dengan implementasi konsolidasi dan restrukturisasi utang.

Leave a Comment