Nikita Mirzani TPPU: Rekening Dibuka, Fakta Hukum Terungkap!

Terdakwa kasus pemerasan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), Nikita Mirzani, meluapkan kekesalannya atas terbukanya data mutasi rekeningnya dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (14/8). Momen ini terjadi saat sidang menghadirkan saksi dari PT Bank Central Asia Tbk (BCA).

Menanggapi keluhan tersebut, mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein menegaskan bahwa bank memiliki kewajiban untuk memberikan informasi kerahasiaan nasabah jika diminta oleh aparat penegak hukum. Kewajiban ini menjadi krusial, terutama ketika nasabah terlibat dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang.

Pakar hukum perbankan itu menjelaskan, dasar hukum bagi aparat penegak hukum untuk meminta akses informasi rekening nasabah kepada bank dalam pengusutan tindak pidana diatur jelas dalam Pasal 72 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU. Lebih lanjut, Yunus menambahkan bahwa bank diberikan kekebalan hukum, sehingga tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana atas tindakan penyediaan informasi tersebut.

“Bank berhak memberikan informasi nasabah kepada aparat penegak hukum karena filosofinya adalah ada kepentingan umum yang lebih besar, yaitu penegakan hukum. Ini harus didahulukan di atas kepentingan nasabah selaku individu,” ujar Yunus kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (16/8), menekankan prioritas penegakan hukum.

Yunus melanjutkan penjelasannya bahwa Pasal 72 ayat (2) UU TPPU secara eksplisit mengecualikan kerahasiaan bank dan kerahasiaan transaksi keuangan untuk kepentingan pemeriksaan perkara pencucian uang oleh penegak hukum. Menurutnya, tindakan bank sebagai penyedia jasa keuangan yang sigap menindaklanjuti permintaan dari PPATK dalam rangka pengusutan kasus pencucian uang sudah sangat selaras dengan ketentuan Pasal 44 ayat (2) UU TPPU. Hal ini memperkuat prinsip bahwa demi kepentingan penegakan hukum, kerahasiaan bank dapat diterobos.

Senada dengan pandangan tersebut, pengamat hukum sekaligus Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho, turut menjelaskan bahwa aparat penegak hukum memiliki hak penuh untuk mengakses rekening perbankan terdakwa kasus tindak pidana. Ia menegaskan bahwa kerahasiaan data perbankan tidak bersifat mutlak.

Demi kepentingan peradilan, data rekening dapat dibuka dan dijadikan alat bukti yang sah di persidangan. Hibnu menambahkan bahwa aparat juga tidak memerlukan persetujuan langsung dari nasabah yang sedang terjerat kasus. “Membuka rekening itu merupakan upaya paksa, memang perlu izin dari lembaga hukum terkait tapi bukan dari tersangka atau terdakwa,” jelas Hibnu.

Sebelumnya, Nikita Mirzani menyatakan ketidaknyamanannya data rekeningnya diungkap saat proses persidangan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepadanya. “Saya kecewa sekali karena saya adalah nasabah prioritas. Jadi, kecewa karena rekening koran saya diobrak-abrik,” keluhnya seusai sidang, menggambarkan rasa kecewa atas privasinya yang merasa dilanggar.

Ringkasan

Nikita Mirzani merasa kecewa karena data mutasi rekeningnya dibuka dalam persidangan kasus TPPU di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Mantan Kepala PPATK, Yunus Husein, menjelaskan bahwa bank wajib memberikan informasi kerahasiaan nasabah kepada aparat penegak hukum berdasarkan Pasal 72 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU, terutama dalam kasus dugaan TPPU.

Menurut pakar hukum, penegak hukum memiliki hak penuh untuk mengakses rekening terdakwa demi kepentingan peradilan dan kerahasiaan bank tidak bersifat mutlak. Pembukaan rekening merupakan upaya paksa yang memerlukan izin dari lembaga hukum terkait, bukan dari tersangka atau terdakwa, sebagaimana dijelaskan oleh Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho.

Leave a Comment