KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Dengan sisa empat hari perdagangan efektif di akhir tahun, peluang Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) untuk menembus level psikologis 9.000 dinilai semakin terbatas. Tekanan teknikal dan likuiditas yang menipis membuat pelaku pasar kini lebih fokus menjaga area support krusial ketimbang mengejar reli agresif.
Pengamat pasar modal sekaligus Founder Republik Investor, Hendra Wardana, menilai secara matematis IHSG membutuhkan reli lebih dari 4% dalam waktu yang sangat singkat untuk mencapai level 9.000, sebuah skenario yang sulit terealisasi. “Secara teknikal, IHSG justru sedang bergerak di dalam lower channel dan pada perdagangan 23 Desember ditutup melemah ke level 8.584,” kata Hendra kepada Kontan.
Menurut Hendra, perhatian pasar kini tertuju pada area support 8.560. Jika level tersebut gagal dipertahankan, IHSG berisiko melanjutkan koreksi ke area moving average 50 hari (MA50) di 8.435. “Level ini menjadi penentu apakah koreksi masih bersifat sehat atau berlanjut lebih dalam,” katanya.
Medela (MDLA) Raih Katalis Positif dari Kerjasama AAM-Merck, Cek Rekomendasi Sahamnya
Meski demikian, masih terdapat sejumlah katalis positif yang menopang pergerakan IHSG di sisa tahun. Salah satunya adalah kembalinya aliran dana asing, tercermin dari lonjakan net buy asing dari Rp1,42 triliun menjadi Rp3,27 triliun. “Ini mengindikasikan koreksi pekan lalu lebih bersifat profit taking dan konsolidasi, bukan distribusi besar-besaran,” jelas Hendra.
Selain itu, ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter global pada 2026, stabilisasi inflasi domestik, serta potensi window dressing terbatas di saham-saham berkapitalisasi besar masih menjadi penopang psikologis pasar. Namun dari sisi risiko, tekanan datang dari pelemahan rupiah di kisaran Rp16.770-Rp16.790 per dolar AS, kehati-hatian investor jelang tutup buku, serta aksi jual pada saham-saham big caps seperti BBCA, BMRI, BRPT, dan AMMN.
Hendra juga mencatat penurunan nilai dan volume transaksi belakangan ini lebih disebabkan faktor musiman akhir tahun, ketika investor institusi mulai mengamankan profit dan mengurangi aktivitas perdagangan. “Likuiditas memang menyusut, tapi rotasi sektoral masih berjalan, terlihat dari selective buying pada saham-saham komoditas dan second liner,” ujarnya.
Terkait Perubahan Metodologi MSCI di Tahun 2026, KSEI Siap Salurkan Data ke BEI
Secara teknikal jangka pendek, IHSG berada pada fase uji daya tahan dengan support di 8.560–8.435 dan resistance terdekat di 8.770-8.800. Selama indeks mampu bertahan di atas MA50, koreksi dinilai masih wajar. “Strategi yang lebih rasional saat ini bukan mengejar indeks, tetapi fokus pada saham dengan fundamental kuat dan likuiditas terjaga,” tambah Hendra.
Adapun saham-saham yang dinilai masih menarik secara selektif antara lain ANTM dengan target Rp3.500 seiring tren positif emas dan nikel, BUMI untuk trading buy dengan target Rp 450, serta saham perbankan besar seperti BMRI dan BBRI yang layak dikoleksi bertahap dengan target masing-masing Rp 6.000 dan Rp 4.500. Dari sektor energi, HRUM dengan target Rp1.200 dan BULL target Rp 450 juga dapat dicermati.
“Target IHSG 9.000 lebih realistis sebagai optimisme jangka menengah, bukan sasaran jangka sangat pendek di akhir tahun,” pungkas Hendra.