Muamalat.co.id, JAKARTA — Pasar modal Indonesia kembali menunjukkan geliat positif pada perdagangan sesi pertama hari ini, Jumat (13/11/2025), dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang menguat tipis. Namun, perhatian utama justru tertuju pada performa cemerlang salah satu emiten, PT Raharja Energi Cepu Tbk. (RATU), yang merupakan bagian dari portofolio taipan Happy Hapsoro.
Menurut data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG berhasil membukukan penguatan sebesar 0,15 persen, mencapai level 8.384,43 pada akhir sesi pertama. Sepanjang perdagangan, indeks komposit ini bergerak dalam rentang 8.370,01 hingga 8.417,14, menandakan pergerakan yang cukup fluktuatif namun berakhir di zona hijau.
Di tengah penguatan IHSG yang moderat, saham RATU justru menjadi bintang dengan lonjakan signifikan. Pada penutupan sesi pertama hari ini, harga saham Raharja Energi Cepu ini melonjak 3,36 persen, mencapai level Rp10.000 per lembar. Performa impresif ini bukan sekadar sesaat, sebab dalam sepekan terakhir, harga saham RATU telah mengukir kenaikan sebesar 12,36 persen, menarik perhatian para investor.
Yang lebih mencengangkan, kinerja saham RATU sejak pertama kali melantai di bursa melalui initial public offering (IPO) pada Januari 2025 adalah lonjakan fantastis sebesar 769,57 persen. Angka ini menegaskan posisi RATU sebagai salah satu emiten pendatang baru yang paling kokoh dan menjanjikan di pasar modal.
Menariknya, kenaikan harga saham RATU yang terjadi dalam sepekan terakhir ini beriringan dengan langkah divestasi atau aksi jual yang dilakukan oleh induk perusahaannya, PT Rukun Raharja Tbk. (RAJA). Fenomena ini menghadirkan dinamika tersendiri di kalangan pelaku pasar.
Berdasarkan data dari PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) per 10 November 2025, kepemilikan RAJA atas saham RATU tercatat sebanyak 1,87 miliar lembar (1.873.771.000) atau setara 69,01 persen. Angka ini menunjukkan penurunan dari posisi per 7 November 2025, di mana RAJA masih menguasai 1,89 miliar lembar (1.890.437.700) atau 69,63 persen saham Raharja Energi Cepu.
Penelusuran lebih lanjut dari laporan KSEI terkait pemegang saham di atas 5 persen juga mengungkap bahwa RAJA sebelumnya telah melakukan aksi divestasi sebagian sahamnya di RATU pada 14 Agustus 2025. Kala itu, RAJA melepas 10 juta lembar saham RATU dengan harga transaksi Rp6.000 per saham. Pasca transaksi tersebut, porsi kepemilikan RAJA pada anak usahanya berkurang menjadi 1,89 miliar saham (69,628% hak suara) dari sebelumnya menggenggam 1,90 miliar saham (69,996% hak suara).
: : Saham Pakuan (UANG) ARA 3 Kali Beruntun Usai Hapsoro Borong Rp109,36 Miliar
Terlepas dari dinamika transaksi saham, potensi PT Raharja Energi Cepu Tbk. (RATU) juga mendapat sorotan dari analis. Sebelumnya, Indo Premier Sekuritas melalui risetnya menilai RATU sebagai perusahaan eksplorasi dan produksi (E&P) migas non-operator yang memiliki profil risiko operasional rendah di Indonesia. Model bisnis ini memungkinkan RATU untuk beroperasi dengan efisien.
Keunggulan RATU terletak pada kemitraannya dengan operator migas terkemuka yang telah terbukti keandalannya, seperti Petrochina di Blok Jabung, Jambi, dan ExxonMobil di Blok Cepu, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Saat ini, RATU berperan sebagai investor pasif atau non-operator di kedua blok vital tersebut, dengan hak partisipasi sekitar 2,2 persen di Blok Cepu dan 8 persen di Blok Jabung. Kemitraan strategis ini meminimalisir risiko operasional.
Ryan Winipta dan Reggie Parengkuan, analis dari Indo Premier Sekuritas, menegaskan, “Kami berpendapat bahwa perusahaan E&P [Exploration and Production] non-operator memiliki risiko operasional yang rendah, terutama yang bermitra dengan operator yang telah terbukti beroperasi, yaitu Petrochina [Jabung] dan ExxonMobil [Cepu].” Pernyataan ini memperkuat pandangan positif terhadap model bisnis RATU.
Meskipun saat ini berperan sebagai investor pasif, RATU tidak berpuas diri. Ryan dan Reggie memaparkan bahwa perseroan memiliki target ambisius untuk menjadi operator penuh dalam lima tahun mendatang. Untuk mencapai tujuan ini dan mempertahankan tingkat produksi, perusahaan secara aktif mencari target blok migas melalui strategi merger dan akuisisi (M&A), khususnya mengincar blok brown fields atau lapangan migas yang telah melewati puncak produksi dan kini berada dalam fase penurunan.
Strategi M&A ini dinilai cerdas oleh analis karena memungkinkan RATU untuk “mendapatkan arus kas bebas [free cash flow/FCF] secara langsung,” sebuah langkah yang krusial untuk pertumbuhan dan stabilitas finansial perusahaan ke depan.
Dari perspektif kinerja keuangan, RATU menunjukkan resiliensi yang menarik pada semester I/2025. Meskipun pendapatan perseroan tercatat menyusut, RATU berhasil membukukan pertumbuhan laba bersih. Berdasarkan laporan keuangan per 30 Juni 2025, pendapatan RATU mencapai US$25,15 juta selama enam bulan pertama tahun ini, mengalami penurunan 10,03 persen secara tahunan (year on year/YoY).
Namun, hal yang patut dicermati adalah keberhasilan RATU dalam meningkatkan laba bersih. Laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk tercatat sebesar US$7,64 juta per Juni 2025. Angka ini merupakan pertumbuhan tipis 3,43 persen secara tahunan, naik dari US$7,39 juta pada semester I/2024, menunjukkan efisiensi operasional dan manajemen biaya yang efektif meskipun pendapatan mengalami tekanan.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.
Ringkasan
Saham PT Raharja Energi Cepu Tbk. (RATU), bagian dari portofolio Happy Hapsoro, mencetak rekor dengan menembus Rp10.000 per lembar, melonjak 3,36% pada sesi pertama perdagangan. Kenaikan ini didorong oleh performa impresif sejak IPO pada Januari 2025 dengan lonjakan 769,57%. Kinerja saham RATU terjadi seiring divestasi saham oleh induk perusahaan, PT Rukun Raharja Tbk. (RAJA).
Analis Indo Premier Sekuritas menilai RATU sebagai perusahaan eksplorasi dan produksi (E&P) migas non-operator berisiko rendah, yang bermitra dengan operator terkemuka seperti Petrochina dan ExxonMobil. Meskipun pendapatan RATU menyusut pada semester I/2025, laba bersih perusahaan justru mengalami pertumbuhan, menunjukkan efisiensi operasional dan manajemen biaya yang efektif.