
Muamalat.co.id – JAKARTA. Perombakan kabinet Presiden Prabowo Subianto, yang salah satunya melibatkan pergantian Menteri Keuangan Sri Mulyani, telah memicu reaksi signifikan di pasar keuangan. Pergantian bendahara negara ini dikhawatirkan berdampak pada nilai tukar rupiah dan arus modal asing.
Sejumlah ekonom memberikan pandangannya terkait dampak reshuffle ini. Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Fadhil Hasan, mencatat respon pasar yang negatif secara instan. Hal ini terlihat dari koreksi IHSG sebesar 1,28% atau 100,49 poin, hingga mencapai level 7.766,84. Penurunan ini diikuti oleh pelemahan nilai tukar rupiah di pasar offshore (NDF). Fadhil menekankan bahwa dampak selanjutnya akan bergantung pada langkah-langkah yang diambil menteri keuangan baru dalam mengelola ekonomi, khususnya dalam kebijakan fiskal. Ia menambahkan, “Dampak selanjutnya tergantung dari bagaimana langkah – langkah yang diambil menteri keuangan dalam mengelola ekonomi terutama terkait dengan kebijakan fiskal,”
Menurutnya, tantangan yang dihadapi menteri keuangan pengganti Sri Mulyani sangat berat. Persoalan struktural dalam fiskal, stagnasi pajak, peningkatan hutang, dan pengeluaran yang membesar akibat program-program populis, menjadi beban yang cukup signifikan. Ditambah lagi, dinamika ekonomi global yang kurang kondusif semakin membatasi pilihan kebijakan dan memaksa adanya trade-off.
Presiden Komisioner HFX Internasional Berjangka, Sutopo Widodo, turut menyoroti potensi dampak pergantian menteri keuangan terhadap arus modal asing. Ia menggarisbawahi perlunya pengawasan ketat terhadap pergerakan investor di pasar obligasi dan saham. Sutopo memperingatkan, “Jika investor asing mulai menarik dananya, tekanan terhadap rupiah akan meningkat.” Ia juga mencatat anjloknya tajam nilai tukar rupiah di pasar offshore (NDF), dari sekitar Rp 16.310 hingga Rp 16.600 per dolar AS pasca penggantian Sri Mulyani, menunjukkan kekhawatiran investor asing terhadap ketidakpastian politik dan fiskal.
Senada dengan Sutopo, Pengamat Mata Uang, Ibrahim Assuaibi, memprediksi dampak negatif terhadap nilai tukar rupiah dalam jangka pendek, meskipun ia memperkirakan pelemahannya tidak akan terlalu tajam. Ibrahim memproyeksikan rupiah akan bergerak melemah di kisaran Rp 16.300 – Rp 16.350 per dolar AS. Ia juga menyoroti program-program pemerintah seperti perumahan rakyat, koperasi desa merah putih, dan program makan bergizi gratis (MBG) yang membutuhkan dana besar dan berpotensi menimbulkan kekhawatiran terkait penjualan obligasi pemerintah. Ibrahim menambahkan, “Ada kekhawatiran kalau seandainya lelang obligasi dilempar ke pasar, ini tidak begitu laku. Sehingga BI melakukan kontak dengan Kementerian Keuangan, dan mereka yang membeli.”
Ringkasan
Pergantian Menteri Keuangan dalam reshuffle kabinet Presiden Prabowo Subianto memicu reaksi negatif di pasar keuangan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi signifikan, dan nilai tukar rupiah melemah di pasar offshore. Para ekonom menyoroti tantangan berat yang dihadapi menteri keuangan baru, termasuk persoalan struktural fiskal dan dinamika ekonomi global yang kurang kondusif.
Potensi dampak negatif terhadap arus modal asing juga menjadi perhatian. Penarikan dana asing dikhawatirkan akan meningkatkan tekanan terhadap rupiah. Pelemahan rupiah diprediksi terjadi dalam jangka pendek, meskipun para pengamat memperkirakan pelemahannya tidak akan terlalu tajam. Program-program pemerintah yang membutuhkan dana besar juga menjadi faktor yang turut mempengaruhi kekhawatiran investor.