Jakarta, IDN Times – Bank Indonesia (BI) telah mengumumkan rencana ambisiusnya untuk tahun 2026 dengan menjalankan 12 program strategis yang menjadi pondasi utama. Dalam perumusan Rencana Anggaran Tahunan Bank Indonesia (RATBI) 2026, alokasi total pengeluaran diproyeksikan mencapai Rp167,69 triliun, sementara total penerimaan diperkirakan menyentuh angka Rp188,45 triliun, menunjukkan komitmen kuat terhadap stabilitas dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI pada Rabu (12/11/2025), menegaskan bahwa besaran anggaran tersebut berpedoman pada program kerja yang telah ditetapkan, pencapaian indikator kinerja utama, serta mendasarkan diri pada ke-12 program strategis Bank Indonesia. Hal ini menunjukkan pendekatan yang terstruktur dan terukur dalam mencapai target-target makroekonomi.
Berikut adalah rincian program strategis Bank Indonesia yang akan diimplementasikan pada tahun 2026:
-
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter serta bauran kebijakan Bank Indonesia secara berkelanjutan, konsisten, dan transparan demi mencapai stabilitas nilai tukar rupiah. Upaya ini krusial dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
-
Memperkuat sinergi bauran kebijakan Bank Indonesia dengan kebijakan fiskal dan sektor riil pemerintah. Kolaborasi ini esensial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia secara berkelanjutan dan merata.

-
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan serta surveilans makroprudensial yang efektif. Langkah ini ditujukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, elemen vital dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
-
Memperkuat sinergi kebijakan dan pengawasan makroprudensial bersama Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dan otoritas terkait. Tujuannya adalah memastikan stabilitas sistem keuangan tetap terjaga dan mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
-
Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran serta mengoptimalkan pelindungan konsumen. Ini dilakukan dalam rangka memelihara stabilitas sistem pembayaran yang mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
-
Memperkuat sinergi kebijakan, pengawasan, dan pelindungan konsumen antara Bank Indonesia, pemerintah, KSSK, dan otoritas terkait. Kolaborasi ini vital untuk mempercepat transformasi ekonomi dan keuangan digital yang inklusif.
-
Mengatur, mengawasi, dan mengembangkan pasar uang serta pasar valuta asing guna meningkatkan efektivitas kebijakan Bank Indonesia. Program ini juga memperkuat sinergi dengan otoritas terkait dalam pengembangan pasar keuangan dan pembiayaan ekonomi nasional.

-
Merumuskan kebijakan dan mengimplementasikan pengembangan ekonomi-keuangan inklusif dan hijau, baik secara konvensional maupun syariah. Penguatan koordinasi juga dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
-
Merumuskan kebijakan dan melaksanakan kerja sama internasional dengan bank sentral, organisasi, dan lembaga internasional. Langkah ini mendukung efektivitas kebijakan Bank Indonesia serta memperjuangkan kepentingan nasional di forum global.
-
Merumuskan dan mengimplementasikan bauran kebijakan kelembagaan, termasuk dukungan organisasi, sumber daya manusia (SDM), dan sumber daya keuangan. Tujuannya adalah memperkuat kinerja kelembagaan Bank Indonesia yang efektif, efisien, dan berintegritas.
-
Merumuskan dan melaksanakan landasan hukum, manajemen risiko, audit internal, serta komunikasi kelembagaan. Ini dilakukan untuk memperkuat tata kelola dan kinerja kelembagaan Bank Indonesia sesuai dengan mandat Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
-
Merencanakan, mengembangkan, dan mengelola aset fisik serta sistem informasi yang terintegrasi. Program ini dirancang untuk memperkuat efektivitas dan efisiensi kelembagaan Bank Indonesia secara menyeluruh.

Perry Warjiyo secara khusus menyoroti adanya penguatan pada tiga program strategis Bank Indonesia, yaitu nomor 10, 11, dan 12. “Ada beberapa penguatan karena amanat Undang-Undang P2SK. Karena itu, program strategis nomor 10, 11, dan 12 kami perkuat,” jelasnya, menggarisbawahi pentingnya UU P2SK dalam arah kebijakan BI ke depan.
Lebih lanjut, Perry menjelaskan bahwa program strategis nomor 10 akan difokuskan pada penguatan bauran kebijakan kelembagaan. Ini mencakup optimalisasi organisasi, pengembangan sumber daya manusia (SDM), serta pengelolaan sumber daya keuangan yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kinerja Bank Indonesia secara menyeluruh.
Sementara itu, program strategis nomor 11 diarahkan pada penguatan tata kelola kelembagaan. Implementasinya melibatkan penyusunan ketentuan dan landasan hukum yang lebih kokoh, penerapan manajemen risiko yang terintegrasi, serta peningkatan fungsi audit internal. Semua langkah ini merupakan tindak lanjut konkret dari amanat Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang bertujuan menciptakan tata kelola yang lebih transparan dan akuntabel.
Adapun program strategis nomor 12 berfokus pada perencanaan, pengembangan, dan pengelolaan aset fisik serta sistem informasi yang terintegrasi. Inisiatif ini diharapkan mampu meningkatkan efisiensi operasional Bank Indonesia dan secara langsung berkontribusi pada penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Tahunan (RPJT) yang menjadi pembahasan utama dalam rapat kerja tersebut.
Di tengah optimisme atas program-program strategis ini, Bank Indonesia juga merilis proyeksi makroekonomi untuk tahun 2026. Perry memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional akan berada di level 5,33 persen. Angka ini sedikit lebih rendah dibandingkan target pemerintah sebesar 5,4 persen, sebuah estimasi yang telah mempertimbangkan potensi penurunan ekonomi global serta tingginya ketidakpastian yang masih akan mewarnai tahun depan.
“Angka ini sudah mempertimbangkan penurunan ekonomi global, termasuk perlambatan pada negara mitra dagang utama,” ungkap Perry, menekankan realisme dalam proyeksi BI. Ia menambahkan, proyeksi pertumbuhan tersebut juga telah memperhitungkan berbagai dukungan kebijakan dari Bank Indonesia dalam mendorong geliat ekonomi, termasuk potensi penurunan suku bunga acuan. BI melihat masih ada ruang yang cukup untuk melanjutkan kebijakan pelonggaran moneter.
Perry menjelaskan lebih lanjut, “Kami juga melihat ke depan masih ada ruang untuk menurunkan suku bunga, melakukan ekspansi likuiditas moneter, serta memberikan insentif likuiditas makroprudensial. Selain itu, program moneter kami juga mencakup pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.” Ini menunjukkan kesiapan BI untuk menggunakan berbagai instrumen guna menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.
Terkait nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), Bank Indonesia memproyeksikan kurs rupiah akan bergerak stabil di kisaran Rp16.430 per dolar AS pada tahun 2026. Angka ini sedikit lebih rendah dibandingkan proyeksi rata-rata kurs hingga akhir 2025 yang berada di level Rp16.440 per dolar AS.
“Nilai tukar rupiah rata-ratanya sekitar Rp16.430, hampir sama dengan prognosa sebelumnya, yakni Rp16.440,” ujar Perry. Proyeksi ini dinilai realistis mengingat ketidakpastian perekonomian global yang diperkirakan masih berlanjut. Bank Indonesia menegaskan komitmennya untuk senantiasa menjaga stabilitas nilai tukar rupiah melalui intervensi di pasar non-delivery forward (NDF) maupun pasar spot, memastikan kepercayaan pasar tetap terjaga.
Ringkasan
Bank Indonesia (BI) merencanakan 12 program strategis di tahun 2026 dengan alokasi anggaran Rp167,69 triliun. Program-program ini difokuskan pada stabilitas nilai tukar rupiah, sinergi kebijakan dengan pemerintah, stabilitas sistem keuangan, kelancaran sistem pembayaran, pengembangan pasar uang dan valuta asing, serta pengembangan ekonomi-keuangan inklusif dan hijau. Gubernur BI, Perry Warjiyo, menekankan penguatan pada program terkait kelembagaan sesuai amanat UU P2SK.
Proyeksi makroekonomi BI untuk 2026 menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,33% dan nilai tukar rupiah stabil di Rp16.430 per dolar AS. BI siap menggunakan berbagai instrumen kebijakan, termasuk penurunan suku bunga dan intervensi pasar, untuk menjaga momentum pertumbuhan dan stabilitas nilai tukar di tengah ketidakpastian ekonomi global.