Rupiah Bergejolak: Emiten Terdampak? Analis Ungkap Strateginya!

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kini tengah diwarnai fluktuasi signifikan, mencerminkan gejolak politik domestik yang sedang berlangsung. Fenomena ini menarik perhatian pelaku pasar dan perusahaan.

Pada awal perdagangan hari ini, Selasa (2/9/2025), nilai tukar rupiah di pasar spot terpantau melemah tipis. Rupiah dibuka pada level Rp 16.424 per dolar AS, menunjukkan depresiasi sebesar 0,03% dibandingkan penutupan hari sebelumnya yang berada di posisi Rp 16.419 per dolar AS. Kondisi ini berbalik dari capaian awal perdagangan Senin (1/9) lalu, di mana rupiah sempat melaju kencang ke level Rp 16.476 per dolar AS.

Menanggapi volatilitas nilai tukar rupiah, Head of Corporate Communications PT Astra International Tbk (ASII), Windy Riswantyo, menjelaskan bahwa perusahaan telah mengimplementasikan strategi keuangan yang matang untuk meminimalisir dampak yang mungkin timbul. “Dampak volatilitas rupiah berbeda-beda di tiap segmen bisnis kami,” ungkap Windy kepada Kontan pada Senin (2/9).

Ia menambahkan, diversifikasi portofolio ASII berperan sebagai natural hedge atau lindung nilai alami. Artinya, ketika satu segmen usaha tertekan akibat pelemahan rupiah, ada lini bisnis lain yang justru diuntungkan dari penguatan dolar AS, khususnya yang berkaitan dengan komoditas ekspor. Ini menciptakan keseimbangan yang menjaga kinerja perusahaan secara keseluruhan.

IHSG Naik Lebih 1% di Sesi Pagi Selasa (2/9), Saham ANTM, JPFA, MDKA Jadi Top Gainers

Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, menyoroti bagaimana emiten sektor konsumer seperti PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), dan PT Mayora Indah Tbk (MYOR) masih sangat bergantung pada bahan baku impor. Oleh karena itu, pergerakan nilai tukar rupiah menjadi faktor krusial yang secara langsung memengaruhi kinerja keuangan perusahaan-perusahaan ini.

Menurut Ekky, ketika rupiah melemah, beban pokok penjualan (COGS) berpotensi melonjak karena harga bahan baku yang dihitung dalam dolar AS menjadi lebih mahal. Tekanan ini akan berdampak signifikan pada margin keuntungan, terutama jika perusahaan tidak mampu dengan cepat menyesuaikan harga jual produknya. Sektor farmasi dan otomotif juga menghadapi risiko serupa, khususnya pada lini produk yang mengandalkan komponen impor. Contohnya, ASII masih memiliki porsi kendaraan impor dan Completely Knock Down (CKD) yang cukup besar.

“Namun untuk pelemahan rupiah kali ini karena sentimen jangka pendek, tidak menutup kemungkinan akan kembali membaik dengan cepat seiring dengan mulai kondusifnya aksi demo,” ucap Ekky kepada Kontan, Senin (2/9). Ia melanjutkan, strategi mitigasi risiko dari masing-masing perusahaan akan sangat menentukan seberapa besar dampak volatilitas ini. Umumnya, perusahaan besar telah menerapkan strategi natural hedging dengan mencocokkan pemasukan dan pengeluaran valuta asing, atau menggunakan instrumen derivatif seperti kontrak forward untuk melindungi nilai tukar. Beberapa emiten juga proaktif meningkatkan komponen lokal dalam produksi guna menekan ketergantungan terhadap impor.

Sementara itu, Head of Research Kiwoom Sekuritas, Liza Camelia Suryanata, menjelaskan bahwa fluktuasi nilai tukar rupiah secara langsung memengaruhi emiten yang memiliki bahan baku impor serta utang dalam denominasi dolar AS. Sejauh ini, KLBF, ICBP, INDF, dan MYOR merupakan contoh emiten yang bahan bakunya berasal dari impor, sehingga kinerja bottom line mereka akan mengalami dampak negatif jika terjadi pelemahan rupiah yang signifikan. “Investor bisa melakukan trading jangka pendek dengan memanfaatkan teknikal rebound,” saran Liza kepada Kontan, Senin (2/9).

Strategi Investor

Dari perspektif investor, Ekky menyampaikan bahwa volatilitas pasar saat ini seharusnya tidak disikapi dengan panik. Sebaliknya, momen ini justru menjadi peluang untuk lebih selektif dalam memilih investasi. Saham-saham berfundamental kuat, dengan neraca keuangan yang sehat, arus kas positif, serta memiliki strategi mitigasi risiko nilai tukar yang baik, berpotensi besar menjadi pilihan menarik bagi investor jangka panjang.

Ekky mencermati beberapa saham unggulan seperti ASII, ICBP, dan TLKM yang layak dikoleksi saat terjadi koreksi harga. Misalnya, ASII menarik di kisaran bawah Rp 5.250 per saham dengan potensi mencapai Rp 6.000 per saham. Saham ICBP diperkirakan bisa menuju Rp 11.000–Rp 11.500 per saham, sementara TLKM sendiri tetap menjadi pilihan defensif yang solid untuk jangka menengah dengan target di kisaran Rp 4.000 per saham.

  ASII Chart by TradingView  

Di sisi lain, Liza dari Kiwoom Sekuritas melihat secara teknikal, INDF cukup menarik dengan adanya candle bullish pada perdagangan hari Senin (1/9) lalu. Ia merekomendasikan strategi trading buy untuk INDF dengan target harga di rentang Rp 7.725-Rp 7.800.

Ringkasan

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami fluktuasi akibat gejolak politik domestik. Emiten dengan ketergantungan tinggi pada bahan baku impor, seperti sektor konsumer (KLBF, ICBP, INDF, MYOR) dan otomotif (ASII), berpotensi mengalami peningkatan beban pokok penjualan dan penurunan margin keuntungan saat rupiah melemah. Astra International (ASII) menerapkan diversifikasi portofolio sebagai natural hedge untuk memitigasi dampak volatilitas rupiah.

Analis menyarankan investor untuk tidak panik dan memanfaatkan volatilitas sebagai peluang untuk selektif memilih investasi. Saham-saham berfundamental kuat dengan neraca keuangan sehat dan strategi mitigasi risiko nilai tukar yang baik menjadi pilihan menarik untuk jangka panjang. Saham ASII, ICBP, dan TLKM direkomendasikan untuk dikoleksi saat terjadi koreksi harga, sementara INDF direkomendasikan untuk trading buy secara teknikal.

Leave a Comment