Rupiah Jisdor Menguat 0,13% ke Rp 16.438 per Dolar AS di Pekan Pertama September 2025

Muamalat.co.id – JAKARTA. Kabar baik datang dari pasar keuangan domestik, di mana nilai tukar rupiah menunjukkan penguatan signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada pekan pertama September 2025. Penguatan ini tercatat dalam data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), memberikan sinyal positif bagi stabilitas ekonomi nasional.

Perjalanan rupiah sepanjang pekan tersebut cukup dinamis. Setelah dibuka pada level Rp 16.461 per dolar AS di Jisdor BI pada Jumat (29/8/2025), mata uang domestik sempat mengalami sedikit pelemahan ke Rp 16.463 per dolar AS pada awal pekan, tepatnya Senin (1/9/2025). Namun demikian, tren positif kembali terlihat dan rupiah berhasil menutup pekan dengan penguatan 0,13% menjadi Rp 16.438 per dolar AS pada Kamis (4/9/2025), menunjukkan resiliensi yang patut diperhitungkan.

Menjelaskan lebih lanjut mengenai kondisi pasar, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, memaparkan perkembangan indikator kunci stabilitas nilai tukar rupiah. Menurut Ramdan, pada penutupan perdagangan Rabu, 3 September 2025, rupiah tercatat berada pada level bid Rp 16.410 per dolar AS. Seiring dengan itu, imbal hasil atau Yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun menunjukkan kenaikan ke angka 6,38%.

Perkembangan di pasar global turut memberikan konteks. Tercatat, Indeks Dolar AS (DXY) mengalami penguatan hingga mencapai level 98,14. Namun, di sisi lain, imbal hasil obligasi pemerintah AS atau Yield US Treasury (UST) tenor 10 tahun justru menunjukkan penurunan menjadi 4,217%, menandakan adanya pergeseran sentimen investor di pasar global.

Rupiah Dibuka Menguat ke Rp 16.386 Per Dolar AS Hari Ini (8/9), Paling Kuat di Asia

Memasuki pagi hari Kamis, 4 September 2025, dinamika pasar berlanjut dengan rupiah yang dibuka pada level bid Rp 16.430 per dolar AS. Sejalan dengan itu, imbal hasil SBN tenor 10 tahun menunjukkan penurunan tipis ke 6,35%, mengindikasikan respons pasar terhadap berbagai faktor ekonomi baik domestik maupun global.

Dalam konteks aliran modal asing, data menunjukkan adanya pergerakan menarik. Premi Credit Default Swap (CDS) Indonesia untuk tenor 5 tahun, yang sering menjadi indikator risiko investasi, tercatat meningkat menjadi 71,57 basis poin (bps) per 3 September 2025. Angka ini lebih tinggi dibandingkan 69,52 bps pada 29 Agustus 2025, mencerminkan peningkatan persepsi risiko di pasar keuangan.

Analisis lebih lanjut terhadap transaksi nonresiden selama periode 1–3 September 2025 menggarisbawahi adanya tekanan jual di beberapa instrumen. Total jual neto nonresiden mencapai Rp 16,85 triliun. Angka ini terpecah menjadi jual neto Rp 3,87 triliun di pasar saham, Rp 7,69 triliun di pasar SBN, dan Rp 5,29 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), menunjukkan preferensi investor asing untuk mengurangi eksposur di aset-aset tertentu.

Secara akumulatif sepanjang tahun 2025 hingga 3 September, pola transaksi nonresiden menunjukkan gambaran yang lebih kompleks. Meskipun terjadi jual neto signifikan sebesar Rp 51,78 triliun di pasar saham dan Rp 106,38 triliun di SRBI, investor asing justru mencatatkan beli neto sebesar Rp 68,02 triliun di pasar SBN. Hal ini mengindikasikan strategi diversifikasi atau rotasi aset oleh investor global, yang mungkin melihat peluang berbeda di berbagai segmen pasar modal Indonesia.

Menyikapi berbagai dinamika pasar tersebut, Ramdan menegaskan komitmen Bank Indonesia. “Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait, serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia,” pungkas Ramdan dalam keterangan resminya yang dirilis pada Kamis (4/9/2025). Pernyataan ini menegaskan upaya kolektif untuk menjaga stabilitas dan prospek positif ekonomi nasional di tengah tantangan global.

Leave a Comment