Rupiah Labil Jelang Pertemuan China-AS: Peluang atau Risiko?

Muamalat.co.id – JAKARTA. Nilai tukar rupiah menunjukkan pergerakan yang fluktuatif sepanjang pekan ini, mencerminkan kompleksitas sentimen baik dari dalam negeri maupun global yang secara dinamis memengaruhi pasar keuangan. Dinamika ini menjadi perhatian utama para pelaku pasar dan investor.

Menurut data dari Bloomberg, rupiah di pasar spot berhasil menguat tipis 0,16% secara harian, mencapai level Rp 16.602 per dolar AS pada penutupan Jumat (24/10/2025). Meskipun demikian, jika ditinjau dari posisi pekan sebelumnya di level Rp 16.590 per dolar AS, kinerja rupiah spot justru menunjukkan pelemahan sebesar 0,07%. Senada dengan itu, kurs tengah Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) mencatat apresiasi 0,09% secara harian ke Rp 16.630 per dolar AS. Namun, secara mingguan, rupiah Jisdor melemah 0,24% dari posisi Rp 16.590 per dolar AS pekan lalu, mengindikasikan tekanan sepanjang periode tersebut.

Pergerakan nilai tukar rupiah yang bergejolak ini dianalisis oleh Lukman Leong, seorang Analis dari Doo Financial Futures, sebagai respons terhadap serangkaian sentimen pasar penting. Di kancah global, harapan akan kemajuan dalam perundingan dagang antara China dan Amerika Serikat menjadi salah satu pendorong utama. Dari sisi kebijakan moneter domestik, keputusan Bank Indonesia untuk mempertahankan suku bunga BI turut diperhitungkan, ditambah dengan sinyal yang mengisyaratkan kemungkinan penurunan suku bunga di masa mendatang. Selain itu, pasar juga menantikan perilisan data inflasi AS yang sangat krusial malam nanti, untuk pertama kalinya sejak periode shutdown, yang diprediksi akan memberikan arah baru bagi sentimen pasar global.

Menyikapi berbagai faktor tersebut, Lukman memperkirakan bahwa pergerakan rupiah dalam sepekan ke depan akan cenderung berada dalam rentang yang ketat, yakni antara Rp 16.500 hingga Rp 16.700 per dolar AS. “Sepekan depan investor berharap cemas pada hasil pertemuan China – AS,” ungkap Lukman kepada Kontan pada hari Jumat (24/10), menyoroti antisipasi pasar terhadap isu perdagangan global yang masih menjadi perhatian utama.

Di sisi lain, sentimen dari dalam negeri juga memainkan peran signifikan dalam memengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah. Ibrahim Assuaibi, Pengamat Mata Uang dan Komoditas, menjelaskan bahwa salah satu faktor krusial adalah perkembangan uang beredar di perekonomian. Bank Indonesia melaporkan adanya peningkatan likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) pada September 2025.

Laporan BI menunjukkan bahwa pertumbuhan M2 pada September 2025 mencapai 8,0% (year-on-year/yoy), melampaui pertumbuhan bulan Agustus 2025 yang tercatat 7,6% (yoy), sehingga total M2 mencapai Rp 9.771,3 triliun. Peningkatan ini didorong oleh pertumbuhan uang beredar sempit (M1) sebesar 10,7% (yoy) dan uang kuasi sebesar 6,2% (yoy). Tidak hanya itu, perkembangan aktiva luar negeri bersih, penyaluran kredit, serta tagihan bersih kepada Pemerintah Pusat (Pempus) juga turut berkontribusi pada pertumbuhan M2 di bulan September 2025.

Mempertimbangkan sentimen domestik yang ada, Ibrahim memproyeksikan bahwa rupiah akan bergerak dalam rentang yang serupa, diperkirakan berada di level Rp 16.580 hingga Rp 16.700 per dolar AS untuk sepekan ke depan. Fluktuasi ini menunjukkan bahwa pasar tetap berada dalam kewaspadaan tinggi, menimbang setiap perkembangan ekonomi baik dari lingkup global maupun domestik.

Leave a Comment