Muamalat.co.id – JAKARTA. Nilai tukar rupiah menunjukkan pergerakan yang bervariasi terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada awal pekan ini. Di pasar spot, mata uang Garuda tercatat melemah 0,11% dari penutupan sebelumnya, mencapai posisi Rp 16.621 per dolar AS. Namun, berdasarkan data Jisdor Bank Indonesia (BI), rupiah justru sedikit menguat 0,01% ke level Rp 16.628 per dolar AS.
Pelemahan rupiah di pasar spot ini, menurut Analis Mata Uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, tidak terlepas dari sentimen risk-off yang melanda pasar ekuitas domestik. Kondisi ini dipicu oleh aksi jual besar-besaran atau sell-off di bursa saham, menyusul kekhawatiran akan adanya perubahan perhitungan bobot saham-saham Indonesia dalam indeks Morgan Stanley Capital International (MSCI).
Lukman memperkirakan bahwa pada Selasa (28/10), rupiah masih berpotensi menghadapi tekanan akibat sentimen risk-off domestik ini. Meski demikian, sentimen positif global yang muncul dari perkembangan hubungan dagang antara China dan AS diharapkan mampu memberikan sedikit dukungan. Dalam proyeksinya, Lukman memprediksi kurs rupiah akan bergerak di rentang Rp 16.550 hingga Rp 16.700 per dolar AS.
Sementara itu, Pengamat Mata Uang dan Komoditas, Ibrahim Assuaibi, menyoroti bahwa pergerakan rupiah juga sangat dipengaruhi oleh pernyataan Menteri Keuangan AS Scott Bessent. Bessent mengungkapkan bahwa pejabat AS dan Tiongkok telah menyusun kerangka kerja substansial untuk kesepakatan dagang. Ini membuka jalan bagi Presiden Donald Trump dan Presiden Xi Jinping untuk membahas kerja sama perdagangan lebih lanjut dalam minggu ini. Kerangka kerja tersebut, menurut Bessent, akan menghindarkan tarif AS sebesar 100% atas barang-barang Tiongkok dan menangguhkan kontrol ekspor logam tanah jarang dari Tiongkok.
Optimisme serupa juga datang dari Presiden Trump, yang berharap dapat mencapai kesepakatan dengan Beijing dan berencana mengadakan pertemuan di Tiongkok dan Amerika Serikat. Di sisi lain, data indeks harga konsumen (CPI) AS yang lebih rendah dari perkiraan turut memperkuat ekspektasi pasar akan penurunan suku bunga Federal Reserve sebesar 25 basis poin. Investor kini menantikan panduan lebih lanjut mengenai prospek pelonggaran kebijakan moneter hingga akhir tahun, terutama menjelang keputusan penting dari bank sentral Amerika pada Kamis dini hari, setelah rapat The Fed yang dijadwalkan pada 28–29 Oktober 2025.
Dari sisi domestik, Ibrahim Assuaibi menjelaskan bahwa proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia juga menjadi sentimen penting bagi rupiah. Beberapa ekonom memprediksi ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh 4,9% pada kuartal III-2025. Perlambatan ini terutama didorong oleh faktor domestik, sebagaimana tercermin dari Indeks Kepercayaan Konsumen pada September 2025 yang tercatat menurun dibandingkan bulan sebelumnya.
Melihat berbagai dinamika sentimen baik global maupun domestik ini, Ibrahim memproyeksikan rupiah akan bergerak fluktuatif pada Selasa (28/10/2025). Meskipun demikian, ia memperkirakan rupiah akan ditutup melemah di kisaran Rp 16.620 hingga Rp 16.650 per dolar AS.
Ringkasan
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menunjukkan pergerakan bervariasi di awal pekan. Di pasar spot, rupiah melemah, sementara menurut data Jisdor BI, rupiah sedikit menguat. Pelemahan rupiah di pasar spot dipengaruhi sentimen risk-off di pasar ekuitas domestik akibat kekhawatiran perubahan perhitungan bobot saham Indonesia dalam indeks MSCI.
Proyeksi pada hari Selasa menunjukkan potensi tekanan pada rupiah akibat sentimen risk-off domestik. Namun, sentimen positif global terkait perkembangan hubungan dagang China dan AS diharapkan memberikan dukungan. Secara domestik, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia juga menjadi sentimen penting, di mana beberapa ekonom memprediksi pertumbuhan hanya 4,9% pada kuartal III-2025.