JAKARTA – Pergerakan nilai tukar rupiah kembali mengalami tekanan pada Jumat (3/10), menunjukkan pelemahan signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Menurut data Bloomberg, pada pukul 12.00 WIB di pasar spot, rupiah tercatat melemah 0,10%, bergerak ke level Rp 16.614 per dolar AS. Pelemahan ini kontras dengan kondisi sebelumnya, di mana pada Kamis (2/10), rupiah justru berhasil menguat 0,22% secara harian, ditutup pada posisi Rp 16.598 per dolar AS.
Selain dari pantauan Bloomberg, Bank Indonesia (BI) melalui kurs referensi Jisdor juga mencatat penguatan rupiah. Mata uang Garuda berhasil menguat 0,41% secara harian, bertengger di level Rp 16.612 per dolar AS, memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai dinamika nilai tukar saat ini.
Menanggapi fluktuasi ini, Pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi, mengidentifikasi beberapa sentimen kunci yang memengaruhi pergerakan rupiah. Salah satu faktor dominan adalah isu shutdown pemerintah AS yang kembali mencuat. Kondisi ini diperkirakan akan membuat pemerintahan Amerika Serikat terhenti setidaknya selama tiga hari, berpotensi mengganggu berbagai operasi federal vital di seluruh negeri. Minimnya kemajuan dalam mencapai konsensus di antara anggota Senat terkait rancangan undang-undang pengeluaran memperburuk situasi. Menurut Ibrahim, “Penutupan yang berkepanjangan dapat merugikan perekonomian AS dengan terganggunya layanan-layanan penting,” ujarnya, Kamis (2/10/2025).
Di sisi lain, dari ranah domestik, Ibrahim Assuaibi juga menyoroti adanya sentimen positif. Pemerintah Indonesia telah mengumumkan serangkaian stimulus ekonomi tambahan yang akan digulirkan pada kuartal akhir tahun ini. Langkah ini diambil dengan tujuan konkret untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi nasional di tengah dinamika global.
Melihat berbagai faktor tersebut, Ibrahim memproyeksikan bahwa pergerakan nilai tukar rupiah pada Jumat (3/10) akan cenderung fluktuatif. Meskipun demikian, ia memperkirakan rupiah akan mampu ditutup dalam posisi menguat, bergerak di kisaran Rp 16.560 hingga Rp 16.600 per dolar AS, mencerminkan adanya potensi rebound meskipun di tengah gejolak.