Rupiah Menguat Tajam! Tembus Rp16.000? Analis Ungkap Prospeknya

Muamalat.co.id – JAKARTA. Rupiah kembali menunjukkan performa impresif, menguat 0,54% secara harian dan menembus level Rp 16.115 per dolar AS pada Kamis (14/8/2025). Kinerja apik ini merupakan yang terkuat sejak awal tahun, menandai sebuah tren positif bagi mata uang nasional.

Sebagai gambaran, pada akhir tahun lalu, tepatnya 31 Desember 2024, rupiah berada di level Rp 16.132 per dolar AS. Namun, sempat mengalami tekanan hingga mencapai Rp 16.891 per dolar AS pada 8 April 2025 sebelum akhirnya menunjukkan pemulihan signifikan hingga saat ini.

Penguatan rupiah ini, menurut Lukman analis mata uang Doo Financial Futures, didorong terutama oleh pelemahan dolar AS. Ia memprediksi tren pelemahan dolar AS ini akan berlanjut hingga akhir tahun, bahkan mungkin lebih lama lagi.

“Potensi rupiah untuk menembus level di bawah Rp 16.000 per dolar AS sangat terbuka,” ujar Lukman kepada Kontan.co.id. “Namun, seberapa jauh penguatan ini akan berlanjut sangat bergantung pada kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia, mengingat nilai tukar memiliki peran krusial dalam kinerja ekonomi secara keseluruhan.”

Meskipun demikian, Lukman mengingatkan bahwa penguatan rupiah yang tajam belum tentu selalu berdampak positif bagi perekonomian. Ia menambahkan bahwa pelemahan tekanan dolar AS memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk mempertimbangkan penurunan suku bunga.

Lebih lanjut, Lukman menuturkan bahwa data ekonomi domestik saat ini masih tergolong baik. Kendati demikian, pasar tetap mencermati kebijakan tarif AS dan potensi dampaknya terhadap harga komoditas global serta perekonomian dunia. “Apabila tarif tersebut berdampak negatif signifikan, pelemahan dolar AS pun mungkin tidak serta-merta membuat mata uang emerging market seperti rupiah menguat,” imbuhnya.

Sentimen positif juga tampak dari pasar obligasi global. Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menilai suku bunga saat ini terlalu ketat dan menyarankan penurunan 150–175 basis poin. Ia bahkan memperkirakan kemungkinan pemangkasan suku bunga hingga 50 basis poin pada FOMC Meeting September, mengingat revisi data ketenagakerjaan Mei dan Juni oleh Bureau of Labor Statistics.

Indikator global lainnya menunjukkan tren positif. Yield US Treasury (UST) tenor 5 tahun turun 6 basis poin (bp) menjadi 3,77%, dan tenor 10 tahun turun 5 bp menjadi 4,24%. Sementara itu, Credit Default Swap (CDS) Indonesia tenor 5 tahun juga turun 3 bp menjadi 70 bp.

Kondisi ini, menurut Amir Dalimunthe, Head of Fixed Income Research BNI Sekuritas, berpotensi meningkatkan permintaan Surat Berharga Negara (SBN) berdenominasi rupiah. Hal ini diperkuat oleh data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan per 12 Agustus 2025 yang menunjukkan kepemilikan SBN oleh investor asing mencapai Rp 940,65 triliun, meningkat dibandingkan posisi Desember 2024 sebesar Rp 876,64 triliun.

Ringkasan

Rupiah menunjukkan penguatan signifikan, menembus Rp 16.115 per dolar AS pada 14 Agustus 2025, menjadi kinerja terkuat sejak awal tahun. Analis Doo Financial Futures, Lukman, memprediksi potensi rupiah menembus di bawah Rp 16.000 didorong oleh pelemahan dolar AS, namun penguatan lebih lanjut bergantung pada kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia.

Meskipun penguatan rupiah bisa terjadi, analis mengingatkan dampaknya terhadap ekonomi perlu diperhatikan, dan Bank Indonesia memiliki ruang menurunkan suku bunga. Data ekonomi domestik saat ini masih baik, namun pasar mencermati kebijakan tarif AS dan dampaknya terhadap harga komoditas global. Sentimen positif juga terlihat dari pasar obligasi global dengan potensi peningkatan permintaan SBN berdenominasi rupiah.

Leave a Comment